Musik Khas Indonesia
![]() |
Kelompok Musik Keroncong Malaysia |
Pertumbuhan
Musik Keroncong
Semenjak awal
lahirnya di Indonesia yakni pada tahun 1661 musik ini terus mengalami
perubahan. Namun sayangnya tidak terdapat sumber yang menggambarkan
perkembangan musik keroncong dari masa 1661-1880. 1880 dijadikan patokan dalam
perkembangan musik keroncong selanjutnya karena pada tahun ini ditemukan alat
musik petik sejenis Ukulele khas Hawai yang sangat berperan besar dalam
pertumbuhan musik keroncong di Indonesia. Ukulele sendiri sudah lama dikenal
oleh Bangsa Portugis yang oleh mereka disebut dengan nama Jukulele atau croucho yang
berarti kecil. Hal ini karena ukulele merupakan sejenis gitar dengan ukuran
kecil dengan jumlah senar empat atau tiga.
Ukulele dari Hawai
ini kemudian dikawinkan dengan Ukulelle dari Braguinha[1] sehingga
menjadi alat musik khas bagi keroncong di Indonesia. Selain itu dalam
pertumbuhan musik ini dipakailah beberapa instrumen tradisional seperti gamelan
dan gong yang merupakan alat musik tradisional dari Jawa.
Asal Mula Nama “Keroncong”
Ada kesepakatan diantara para ahli bahwa nama keroncong berasal dari alat
musik ukulele yang memiliki bunyi khas “crong..crong..”. Sehingga terkenallah
musik ini dengan nama “Keroncong”. Walau berasal dari bunyi salah satu alat
musik yang dipakai dalam kesenian ini, namun hal tersebut tidak mengurangi
maknanya. Keroncong ialah sebuah seni musik yang berasal dari perpaduan beragam
alat musik yang dimainkan bersama.
Alat-alat musik yang dipakai dalam keroncong ialah: ukulele, gitar, biola,
seruling, gendang, gamelan, gong, dan beberapa alat musik lainnya. Pada masa
sekarang keroncong juga diiringi dengan menggunakan alat musik organ tunggal.
Perkembangan Musik Keroncong
Semenjak
awal fado ataupun moresco merupakan seni musik dan tari
dari Portugis yang berkembang di Malaka telah mengalami berbagai penyesuaian. Semenjak
mulai digemari oleh para budak asal Benggali, Malabar, Goa, dan Maluku hingga kepindahan
mereka ke Batavia. Dalam perkembangannya keluar dari wilayah Kampung Tugu,
musik ini mulai berakulturasi dengan budaya lokal. Seperti dipakainya tanjidor yang merupakan alat musik khas
Betawi. Kemudian musik ini juga berkembang ke daerah Jawa seperti Solo yang
juga melakukan adaptasi berupa irama yang lebih lambat khas Jawa.
Tidak
hanya menyebar di Indonesia, keroncong juga menyebar hingga ke Malaysia yang
dibawa oleh para pekerja asal Jawa. Perkembangan musik ini terasa sekali di
daerah Johor, Selangor, dan Perak[2]
yang juga diminati oleh kaum Baba dan Nyonya.
Menarik
melihat perkembangan musik keroncong di Malaysia karena dalam masa 1918-1919
terdapat seorang pianis Orkes Studio NIROM (Nedherlandsch
Indische Radio Omroep Maatschappij) Surabaya yang bernama S.M.Mochtar menggubah lagu “Pulau Brandan”. Cengkok[3]
Keroncong gubahan pianis urang awak
ini sangat berpengaruh dalam perkembangan Cangkok Melayu di Malaysia. Selain di
Jawa dan Malaysia, keroncong juga menyebar ke Sulawesi Selatan, tepatnya Makassar.
Di Makassar lahirlah salah satu corak lagu keroncong yang dikenal dengan nama
“Musiq Losquin Bugis”
Keroncong
Sawahlunto
Bagaimana kiranya
perkembangan musik Keroncong di Kota Sawahlunto? Hingga kini masih dilakukan
penelitian lebih mendalam mengenai hal ini. Namun yang pasti ialah keroncong di
Sawahlunto dikembangkan oleh orang-orang Jawa. Orang-orang Jawa dibawa ke kota
ini oleh Belanda guna dipekerjakan sebagai buruh tambang. Pada mulanya mereka
yang berstatus sebagai tahanan atau lazim dikenal dengan sebutan orang rantai di Sawahlunto. Hidup mereka
ialah di barak-barak, terisolasi dari dunia luar, dan tidak ada hubungan
komunikasi apapun. Namun yang terparah ialah tidak ada perempuan yang dapat
dijadikan isteri.
Kedatangan awal
mereka ialah tahun 1891, dipekerjakan sebagai buruh paksa di pertambangan
pertama di daerah Sungai Durian. Pada masa itu hidup mereka masih sengsara,
bekerja siang dan malam, dibagi sampai tiga shift.
Keadaan mereka mulai sedikit berubah dengan dibangunnya jalan kereta api dan
dipekerjakannya buruh kontrak di pertambangan serta dibangunnya Dapur Umum yang
menjamin suplay makanan untuk mereka. Mulai ada kehidupan, sudah ada yang
membina keluarga, lingkungan tempat tinggal mereka dikenal dengan nama wilayah tangsi atau “penjara” dalam bahasa
Indonesia.
Lalu kapan musik ini
mulai berkembang di Sawahlunto? Belum didapat tahun pastinya hanya saja dapat
diperkirakan pada permulaan abad ke-20 musik keroncong sudah ada di Sawahlunto.
Generasi termuda keroncong yang masih hidup hingga kini ialah berumur sekitar
50 dan 60 tahunan. Menurut kesaksian mereka bahwa musik keroncong sudah
dimainkan di Sawahlunto semenjak zaman mbah
mereka dahulu.
Mungkin banyak yang
heran bagaimana para narapidana ini dapat membawa suatu kesenian yang begitu tinggi
nilainya. Hal ini tentunya mengingat para tahanan yang didatangkan ke
Sawahlunto merupakan para tahanan atau kriminal. Apabila kita telusuri kembali
penyebaran dari musik ini di Pulau Jawa bahkan hingga ke Makassar dan Malaysia,
maka tidaklah mengherankan jika musik ini juga sampai ke Sawahlunto.
Para tahanan yang
dibawa ke Sawahlunto tidak semuanya para pelaku tindak kejahatan serupa
pembunuhan, perampokan, ataupun berbagai jenis tindak kriminal lainnya. Akan
tetapi juga terdapat para tahanan politik. Mungkin saja diantara para tahanan
tersebut apakah tahanan kriminal ataupun tahanan politik terdapat orang-orang
yang pandai bermain musik keroncong. Hal ini karena mengingat bahwa Batavia
merupakan kota terbesar di Hindia Belanda pada masa itu. dimana kehidupan seni
berkembang di sana.
Jadi tidaklah
mengherankan kenapa Keroncong dapat sampai ke Tanah Bertuah ini. Pada masa
sekarang ini, seni musik keroncong masih terus digali untuk kembali
dipertunjukkan ke khalayak ramai. Ini merupakan salah satu bukti dari kekayaan
budaya Kota Sawahlunto. Kekayaan multi etnis dengan beragam kekhasannya.
![]() |
Musisi Muslim |
Penutup
Tidak dapat
dipungkiri dengan menyimak sejarah kelahiran musik keroncong di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh Peradaban Islam di Sepanyol. Dua tradisi yang kami
kemukakan dalam tulisan ini yakni Fado & Moresco merupakan
suatu seni musik dan tari yang akar budayanya dapat kita telusuri pada
Peradaban Islam yang pernah berjaya di Semenanjung Iberia di Eropa Barat. Hal ini tentunya juga secara
tidak langsung memberikan pengaruh pada
seni musik keroncong di Indonesia.
Bagaimanpun juga
uraian singkat kami perihal sejarah musik keroncong dalam tulisan ini masih
jauh dari lengkap ataupun sempurna. Apalagi jika membahas sejarah kelahiran
dari musik ini masih selalu dalam perdebatan. Salah seorang penghulu musisi
keroncong yakni Tuan Andre Juan Michiels (peimpin Grup Keroncong Tugu) masih
kurang sependapat jika dikatakan kalau musik keroncong dikatakan berasal dari
budaya Portugis yakni Fado. Namun daripada
itu, kami menganggap karena masih belum adanya sumber yang membahas secara
lengkap mengenai dalil yang dikemukakan oleh Tuan Andre dan kawan-kawan, untuk
sementara kami berpendapat seperti yang kami uraikan dalam tulisan ini.
Semoga tulisan ini
dapat menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan serta menumbuhkan rasa cinta
kita terhadap budaya kita yang kaya akan keragaman. Tulisan ini masih jauh dari
sempurna, terdapat beberapa kekurangan yang Insya
Allah akan kami perbaiki pada tulisan berikutnya.
Sumber Gambar: Internet
Sumber:
Melayuonline.com
Teraszaman.blogspot.com
[1] Alat musik ukulele ini dibawa oleh pelaut Portugis dalam
penjelajahan mereka menemukan dunia baru. Di Portugis namanya ialah cavaquinho. Alat musik ini disebut
dengan beragam nama seperti di Madeira disebut Braguinha, di Brasil disebut
dengan machete, di Karibia disebut
dengan cuatro, dan di Hawai disebut
dengan ukulele. Dalam istilah Hawai,
ukulele memiliki arti “jari yang melompat”. Tentunya pada masing-masing tempat
berkembang menurut keadaan daerah setempat. Baca lebih lanjut: http://pensa-sb.info/portugis-dan-musik-keroncong/
[2] Hal ini karena di daerah-daerah inilah banyak terdapat
komunitas orang Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar