Minggu, 22 April 2012

Musik Keroncong_2


Musik Khas Indonesia


Kelompok Musik Keroncong Malaysia
Pertumbuhan Musik Keroncong
Semenjak awal lahirnya di Indonesia yakni pada tahun 1661 musik ini terus mengalami perubahan. Namun sayangnya tidak terdapat sumber yang menggambarkan perkembangan musik keroncong dari masa 1661-1880. 1880 dijadikan patokan dalam perkembangan musik keroncong selanjutnya karena pada tahun ini ditemukan alat musik petik sejenis Ukulele khas Hawai yang sangat berperan besar dalam pertumbuhan musik keroncong di Indonesia. Ukulele sendiri sudah lama dikenal oleh Bangsa Portugis yang oleh mereka disebut dengan nama Jukulele atau croucho yang berarti kecil. Hal ini karena ukulele merupakan sejenis gitar dengan ukuran kecil dengan jumlah senar empat atau tiga.
Ukulele dari Hawai ini kemudian dikawinkan dengan Ukulelle dari Braguinha[1] sehingga menjadi alat musik khas bagi keroncong di Indonesia. Selain itu dalam pertumbuhan musik ini dipakailah beberapa instrumen tradisional seperti gamelan dan gong yang merupakan alat musik tradisional dari Jawa.
Asal Mula Nama “Keroncong”
Ada kesepakatan diantara para ahli bahwa nama keroncong berasal dari alat musik ukulele yang memiliki bunyi khas “crong..crong..”. Sehingga terkenallah musik ini dengan nama “Keroncong”. Walau berasal dari bunyi salah satu alat musik yang dipakai dalam kesenian ini, namun hal tersebut tidak mengurangi maknanya. Keroncong ialah sebuah seni musik yang berasal dari perpaduan beragam alat musik yang dimainkan bersama.
Alat-alat musik yang dipakai dalam keroncong ialah: ukulele, gitar, biola, seruling, gendang, gamelan, gong, dan beberapa alat musik lainnya. Pada masa sekarang keroncong juga diiringi dengan menggunakan alat musik organ tunggal.

Perkembangan Musik Keroncong
Semenjak awal fado ataupun moresco merupakan seni musik dan tari dari Portugis yang berkembang di Malaka telah mengalami berbagai penyesuaian. Semenjak mulai digemari oleh para budak asal Benggali, Malabar, Goa, dan Maluku hingga kepindahan mereka ke Batavia. Dalam perkembangannya keluar dari wilayah Kampung Tugu, musik ini mulai berakulturasi dengan budaya lokal. Seperti dipakainya tanjidor yang merupakan alat musik khas Betawi. Kemudian musik ini juga berkembang ke daerah Jawa seperti Solo yang juga melakukan adaptasi berupa irama yang lebih lambat khas Jawa.
Tidak hanya menyebar di Indonesia, keroncong juga menyebar hingga ke Malaysia yang dibawa oleh para pekerja asal Jawa. Perkembangan musik ini terasa sekali di daerah Johor, Selangor, dan Perak[2] yang juga diminati oleh kaum Baba dan Nyonya.
Menarik melihat perkembangan musik keroncong di Malaysia karena dalam masa 1918-1919 terdapat seorang pianis Orkes Studio NIROM (Nedherlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij) Surabaya yang bernama S.M.Mochtar menggubah lagu “Pulau Brandan”. Cengkok[3] Keroncong gubahan pianis urang awak ini sangat berpengaruh dalam perkembangan Cangkok Melayu di Malaysia. Selain di Jawa dan Malaysia, keroncong juga menyebar ke Sulawesi Selatan, tepatnya Makassar. Di Makassar lahirlah salah satu corak lagu keroncong yang dikenal dengan nama “Musiq Losquin Bugis”
Keroncong Sawahlunto
Bagaimana kiranya perkembangan musik Keroncong di Kota Sawahlunto? Hingga kini masih dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai hal ini. Namun yang pasti ialah keroncong di Sawahlunto dikembangkan oleh orang-orang Jawa. Orang-orang Jawa dibawa ke kota ini oleh Belanda guna dipekerjakan sebagai buruh tambang. Pada mulanya mereka yang berstatus sebagai tahanan atau lazim dikenal dengan sebutan orang rantai di Sawahlunto. Hidup mereka ialah di barak-barak, terisolasi dari dunia luar, dan tidak ada hubungan komunikasi apapun. Namun yang terparah ialah tidak ada perempuan yang dapat dijadikan isteri.
Kedatangan awal mereka ialah tahun 1891, dipekerjakan sebagai buruh paksa di pertambangan pertama di daerah Sungai Durian. Pada masa itu hidup mereka masih sengsara, bekerja siang dan malam, dibagi sampai tiga shift. Keadaan mereka mulai sedikit berubah dengan dibangunnya jalan kereta api dan dipekerjakannya buruh kontrak di pertambangan serta dibangunnya Dapur Umum yang menjamin suplay makanan untuk mereka. Mulai ada kehidupan, sudah ada yang membina keluarga, lingkungan tempat tinggal mereka dikenal dengan nama wilayah tangsi atau “penjara” dalam bahasa Indonesia.
Lalu kapan musik ini mulai berkembang di Sawahlunto? Belum didapat tahun pastinya hanya saja dapat diperkirakan pada permulaan abad ke-20 musik keroncong sudah ada di Sawahlunto. Generasi termuda keroncong yang masih hidup hingga kini ialah berumur sekitar 50 dan 60 tahunan. Menurut kesaksian mereka bahwa musik keroncong sudah dimainkan di Sawahlunto semenjak zaman mbah mereka dahulu.
Mungkin banyak yang heran bagaimana para narapidana ini dapat membawa suatu kesenian yang begitu tinggi nilainya. Hal ini tentunya mengingat para tahanan yang didatangkan ke Sawahlunto merupakan para tahanan atau kriminal. Apabila kita telusuri kembali penyebaran dari musik ini di Pulau Jawa bahkan hingga ke Makassar dan Malaysia, maka tidaklah mengherankan jika musik ini juga sampai ke Sawahlunto.
Para tahanan yang dibawa ke Sawahlunto tidak semuanya para pelaku tindak kejahatan serupa pembunuhan, perampokan, ataupun berbagai jenis tindak kriminal lainnya. Akan tetapi juga terdapat para tahanan politik. Mungkin saja diantara para tahanan tersebut apakah tahanan kriminal ataupun tahanan politik terdapat orang-orang yang pandai bermain musik keroncong. Hal ini karena mengingat bahwa Batavia merupakan kota terbesar di Hindia Belanda pada masa itu. dimana kehidupan seni berkembang di sana.
Jadi tidaklah mengherankan kenapa Keroncong dapat sampai ke Tanah Bertuah ini. Pada masa sekarang ini, seni musik keroncong masih terus digali untuk kembali dipertunjukkan ke khalayak ramai. Ini merupakan salah satu bukti dari kekayaan budaya Kota Sawahlunto. Kekayaan multi etnis dengan beragam kekhasannya.

Musisi Muslim
Penutup
Tidak dapat dipungkiri dengan menyimak sejarah kelahiran musik keroncong di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Peradaban Islam di Sepanyol. Dua tradisi yang kami kemukakan dalam tulisan ini yakni Fado & Moresco merupakan suatu seni musik dan tari yang akar budayanya dapat kita telusuri pada Peradaban Islam yang pernah berjaya di Semenanjung Iberia di Eropa Barat. Hal ini tentunya juga secara tidak langsung memberikan pengaruh pada  seni musik keroncong di Indonesia.
Bagaimanpun juga uraian singkat kami perihal sejarah musik keroncong dalam tulisan ini masih jauh dari lengkap ataupun sempurna. Apalagi jika membahas sejarah kelahiran dari musik ini masih selalu dalam perdebatan. Salah seorang penghulu musisi keroncong yakni Tuan Andre Juan Michiels (peimpin Grup Keroncong Tugu) masih kurang sependapat jika dikatakan kalau musik keroncong dikatakan berasal dari budaya Portugis yakni Fado. Namun daripada itu, kami menganggap karena masih belum adanya sumber yang membahas secara lengkap mengenai dalil yang dikemukakan oleh Tuan Andre dan kawan-kawan, untuk sementara kami berpendapat seperti yang kami uraikan dalam tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan serta menumbuhkan rasa cinta kita terhadap budaya kita yang kaya akan keragaman. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa kekurangan yang Insya Allah akan kami perbaiki pada tulisan berikutnya.

Sumber Gambar: Internet

Sumber:
Melayuonline.com
Teraszaman.blogspot.com



[1] Alat musik ukulele ini dibawa oleh pelaut Portugis dalam penjelajahan mereka menemukan dunia baru. Di Portugis namanya ialah cavaquinho. Alat musik ini disebut dengan beragam nama seperti di Madeira disebut Braguinha, di Brasil disebut dengan machete, di Karibia disebut dengan cuatro, dan di Hawai disebut dengan ukulele. Dalam istilah Hawai, ukulele memiliki arti “jari yang melompat”. Tentunya pada masing-masing tempat berkembang menurut keadaan daerah setempat. Baca lebih lanjut: http://pensa-sb.info/portugis-dan-musik-keroncong/
[2] Hal ini karena di daerah-daerah inilah banyak terdapat komunitas orang Jawa.
[3] Ornamen, yakni ekspresi yang dibawa oleh sang vocalis dalam membawakan lagu keroncong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 22 April 2012

Musik Keroncong_2


Musik Khas Indonesia


Kelompok Musik Keroncong Malaysia
Pertumbuhan Musik Keroncong
Semenjak awal lahirnya di Indonesia yakni pada tahun 1661 musik ini terus mengalami perubahan. Namun sayangnya tidak terdapat sumber yang menggambarkan perkembangan musik keroncong dari masa 1661-1880. 1880 dijadikan patokan dalam perkembangan musik keroncong selanjutnya karena pada tahun ini ditemukan alat musik petik sejenis Ukulele khas Hawai yang sangat berperan besar dalam pertumbuhan musik keroncong di Indonesia. Ukulele sendiri sudah lama dikenal oleh Bangsa Portugis yang oleh mereka disebut dengan nama Jukulele atau croucho yang berarti kecil. Hal ini karena ukulele merupakan sejenis gitar dengan ukuran kecil dengan jumlah senar empat atau tiga.
Ukulele dari Hawai ini kemudian dikawinkan dengan Ukulelle dari Braguinha[1] sehingga menjadi alat musik khas bagi keroncong di Indonesia. Selain itu dalam pertumbuhan musik ini dipakailah beberapa instrumen tradisional seperti gamelan dan gong yang merupakan alat musik tradisional dari Jawa.
Asal Mula Nama “Keroncong”
Ada kesepakatan diantara para ahli bahwa nama keroncong berasal dari alat musik ukulele yang memiliki bunyi khas “crong..crong..”. Sehingga terkenallah musik ini dengan nama “Keroncong”. Walau berasal dari bunyi salah satu alat musik yang dipakai dalam kesenian ini, namun hal tersebut tidak mengurangi maknanya. Keroncong ialah sebuah seni musik yang berasal dari perpaduan beragam alat musik yang dimainkan bersama.
Alat-alat musik yang dipakai dalam keroncong ialah: ukulele, gitar, biola, seruling, gendang, gamelan, gong, dan beberapa alat musik lainnya. Pada masa sekarang keroncong juga diiringi dengan menggunakan alat musik organ tunggal.

Perkembangan Musik Keroncong
Semenjak awal fado ataupun moresco merupakan seni musik dan tari dari Portugis yang berkembang di Malaka telah mengalami berbagai penyesuaian. Semenjak mulai digemari oleh para budak asal Benggali, Malabar, Goa, dan Maluku hingga kepindahan mereka ke Batavia. Dalam perkembangannya keluar dari wilayah Kampung Tugu, musik ini mulai berakulturasi dengan budaya lokal. Seperti dipakainya tanjidor yang merupakan alat musik khas Betawi. Kemudian musik ini juga berkembang ke daerah Jawa seperti Solo yang juga melakukan adaptasi berupa irama yang lebih lambat khas Jawa.
Tidak hanya menyebar di Indonesia, keroncong juga menyebar hingga ke Malaysia yang dibawa oleh para pekerja asal Jawa. Perkembangan musik ini terasa sekali di daerah Johor, Selangor, dan Perak[2] yang juga diminati oleh kaum Baba dan Nyonya.
Menarik melihat perkembangan musik keroncong di Malaysia karena dalam masa 1918-1919 terdapat seorang pianis Orkes Studio NIROM (Nedherlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij) Surabaya yang bernama S.M.Mochtar menggubah lagu “Pulau Brandan”. Cengkok[3] Keroncong gubahan pianis urang awak ini sangat berpengaruh dalam perkembangan Cangkok Melayu di Malaysia. Selain di Jawa dan Malaysia, keroncong juga menyebar ke Sulawesi Selatan, tepatnya Makassar. Di Makassar lahirlah salah satu corak lagu keroncong yang dikenal dengan nama “Musiq Losquin Bugis”
Keroncong Sawahlunto
Bagaimana kiranya perkembangan musik Keroncong di Kota Sawahlunto? Hingga kini masih dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai hal ini. Namun yang pasti ialah keroncong di Sawahlunto dikembangkan oleh orang-orang Jawa. Orang-orang Jawa dibawa ke kota ini oleh Belanda guna dipekerjakan sebagai buruh tambang. Pada mulanya mereka yang berstatus sebagai tahanan atau lazim dikenal dengan sebutan orang rantai di Sawahlunto. Hidup mereka ialah di barak-barak, terisolasi dari dunia luar, dan tidak ada hubungan komunikasi apapun. Namun yang terparah ialah tidak ada perempuan yang dapat dijadikan isteri.
Kedatangan awal mereka ialah tahun 1891, dipekerjakan sebagai buruh paksa di pertambangan pertama di daerah Sungai Durian. Pada masa itu hidup mereka masih sengsara, bekerja siang dan malam, dibagi sampai tiga shift. Keadaan mereka mulai sedikit berubah dengan dibangunnya jalan kereta api dan dipekerjakannya buruh kontrak di pertambangan serta dibangunnya Dapur Umum yang menjamin suplay makanan untuk mereka. Mulai ada kehidupan, sudah ada yang membina keluarga, lingkungan tempat tinggal mereka dikenal dengan nama wilayah tangsi atau “penjara” dalam bahasa Indonesia.
Lalu kapan musik ini mulai berkembang di Sawahlunto? Belum didapat tahun pastinya hanya saja dapat diperkirakan pada permulaan abad ke-20 musik keroncong sudah ada di Sawahlunto. Generasi termuda keroncong yang masih hidup hingga kini ialah berumur sekitar 50 dan 60 tahunan. Menurut kesaksian mereka bahwa musik keroncong sudah dimainkan di Sawahlunto semenjak zaman mbah mereka dahulu.
Mungkin banyak yang heran bagaimana para narapidana ini dapat membawa suatu kesenian yang begitu tinggi nilainya. Hal ini tentunya mengingat para tahanan yang didatangkan ke Sawahlunto merupakan para tahanan atau kriminal. Apabila kita telusuri kembali penyebaran dari musik ini di Pulau Jawa bahkan hingga ke Makassar dan Malaysia, maka tidaklah mengherankan jika musik ini juga sampai ke Sawahlunto.
Para tahanan yang dibawa ke Sawahlunto tidak semuanya para pelaku tindak kejahatan serupa pembunuhan, perampokan, ataupun berbagai jenis tindak kriminal lainnya. Akan tetapi juga terdapat para tahanan politik. Mungkin saja diantara para tahanan tersebut apakah tahanan kriminal ataupun tahanan politik terdapat orang-orang yang pandai bermain musik keroncong. Hal ini karena mengingat bahwa Batavia merupakan kota terbesar di Hindia Belanda pada masa itu. dimana kehidupan seni berkembang di sana.
Jadi tidaklah mengherankan kenapa Keroncong dapat sampai ke Tanah Bertuah ini. Pada masa sekarang ini, seni musik keroncong masih terus digali untuk kembali dipertunjukkan ke khalayak ramai. Ini merupakan salah satu bukti dari kekayaan budaya Kota Sawahlunto. Kekayaan multi etnis dengan beragam kekhasannya.

Musisi Muslim
Penutup
Tidak dapat dipungkiri dengan menyimak sejarah kelahiran musik keroncong di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh Peradaban Islam di Sepanyol. Dua tradisi yang kami kemukakan dalam tulisan ini yakni Fado & Moresco merupakan suatu seni musik dan tari yang akar budayanya dapat kita telusuri pada Peradaban Islam yang pernah berjaya di Semenanjung Iberia di Eropa Barat. Hal ini tentunya juga secara tidak langsung memberikan pengaruh pada  seni musik keroncong di Indonesia.
Bagaimanpun juga uraian singkat kami perihal sejarah musik keroncong dalam tulisan ini masih jauh dari lengkap ataupun sempurna. Apalagi jika membahas sejarah kelahiran dari musik ini masih selalu dalam perdebatan. Salah seorang penghulu musisi keroncong yakni Tuan Andre Juan Michiels (peimpin Grup Keroncong Tugu) masih kurang sependapat jika dikatakan kalau musik keroncong dikatakan berasal dari budaya Portugis yakni Fado. Namun daripada itu, kami menganggap karena masih belum adanya sumber yang membahas secara lengkap mengenai dalil yang dikemukakan oleh Tuan Andre dan kawan-kawan, untuk sementara kami berpendapat seperti yang kami uraikan dalam tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan serta menumbuhkan rasa cinta kita terhadap budaya kita yang kaya akan keragaman. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa kekurangan yang Insya Allah akan kami perbaiki pada tulisan berikutnya.

Sumber Gambar: Internet

Sumber:
Melayuonline.com
Teraszaman.blogspot.com



[1] Alat musik ukulele ini dibawa oleh pelaut Portugis dalam penjelajahan mereka menemukan dunia baru. Di Portugis namanya ialah cavaquinho. Alat musik ini disebut dengan beragam nama seperti di Madeira disebut Braguinha, di Brasil disebut dengan machete, di Karibia disebut dengan cuatro, dan di Hawai disebut dengan ukulele. Dalam istilah Hawai, ukulele memiliki arti “jari yang melompat”. Tentunya pada masing-masing tempat berkembang menurut keadaan daerah setempat. Baca lebih lanjut: http://pensa-sb.info/portugis-dan-musik-keroncong/
[2] Hal ini karena di daerah-daerah inilah banyak terdapat komunitas orang Jawa.
[3] Ornamen, yakni ekspresi yang dibawa oleh sang vocalis dalam membawakan lagu keroncong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar