Rabu, 19 September 2012

Indonesia & Kemerdekaan Malaysia


Karena Komunis

Kami pernah bersua dengan sebuah keluarga dari keturunan orang tujuh jenjang[1] di kampungnya. Dengan pongahnya dia berujar “Saya ini keturunan orang asli, datuk saya merupakan pemimpin dari sekalian datuk di negeri ini. Sebab kami “urang asa”[2]. Berbeda dengan keluarga itu yang baru semenjak neneknya datang ke negeri ini. Mereka itu merupakan “kamanakan di bawah lutuik”[3], lebih rendah derajatnya dari kami..”

Sedangkan keluarga yang dimaksud mengetahui perihal ciloteh tersebut. Mereka hanya diam tak menanggapi, tetap hidup tenang, berusaha, menyekolahkan anak-anak, dan berikhtiar merubah nasib. Akhirnya anak-anaknya berjaya karena dididik dengan baik. Kehidupan keluarga terangkat, dan mereka dihormati di kampung.

Kehidupan keluarga ini sangat berbeda dengan keluarga bangsawan tadi yang orangtuanya keras, suka mengatur, pendidikan anak-anak mereka tidak diperhatikan. Kalaupun ada yang sudah menikah, kehiduapn perkawinan anak-anaknya dicampuri. Anaknya menjadi petani, atau berkuli kepada orang lain. Harta pusako dijual ataupun tergadai. Hidup miskin melarat, rumah buruk tak dapat diperbaiki sebab tak ada uang. Kerja mereka hanya mengubar cerita perihal darah bangsawan keluarga mereka..

Suasana di Stadium Merdeka
Tanggal 31 Agustus kemarin, saudara-saudara kita Bangsa Melayu di Malaysia merayakan hari kemerdekaannya dari Inggris. Tepatnya Malaysia merdeka pada pukul 9.30 (waktu Malaysia) tanggal 31 Agustus tahun 1957, sebelas tahun setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya atau  tiga tahun satu bulan setelah Indonesia mendapat pengakuan merdeka dari Belanda. Pada tahun 1957 tersebut kemerdekaan Malaysia hanya sebatas Tanah Semenanjung saja, sebab Sabah dan Serawak masih dalam kekuasaan Inggris. Baru pada tahun 1963 kedua daerah dibagian utara Pulau Kalimantan tersebut bersatu membentuk wilayah persekutuan dengan Tanah Semenanjung. Sebenarnya Bruneipun hendak masuk ke dalam wilayah persekutuan namun karena tidak bersesuaian dengan syarat dan posisi raja serta potensi ekonomi yang cukup besar di Kesulthanan Brunei, penyatuan itu urung dilaksanakan.

Sejarah kemerdekaan Malaysia tidak seperti sejarah kemerdekaan Indonesia yang melewati jalan peperangan. Serah terima pengakuan kemerdekaan Malaysia dilakukan di sebuah stadion yang bernama “Stadium Merdeka”. Tengku Abdul Rahman merupakan tokoh yang sangat berperan dalam kemerdekaan Malaysia sebab beliaulah yang menerima pengakuan dari Duke of Gloucester, wakil Inggris untuk mengurusi Tanah Melayu. Setelah menerima pengakuan dari pemimpin tertinggi Inggris di Tanah Melayu tersebut, Tengku Abdul Rahman mengeluarkan maklumat (Proklamasi) kemerdekaan Malaysia yang bunyinya kira-kira “Dengan nama Allah, Persekutuan Tanah Melayu untuk selamanya sebuah negara yang demokratik dan Merdeka”. Setelah maklumat tersebut sekalian orang-orang yang datang meneriakkan kata-kata “Merdeka”. Selepas itu dikumandangkanlah suara Adzan..


Itulah puncak dari perjuangan rakyat Malaysia dalam usaha meraih kemerdekaannya. Usaha tersebut sesungguhnya telah berlangsung lama semenjak Portugis, Belanda, dan kemudian Inggris menginjaki kakinya di Tanah Semenanjung. Tak obahnya dengan Indonesia, perjuangan mengusir penjajahpun pernah dilalui dengan jalan pertempuran.

Namun ada cerita menarik seputar kemerdekaan Malaysia dari Inggris. Kemerdekaan yang dicemooh oleh orang Indonesia sebagai sebuah hadiah bukan didapat melalui perjuangan. Kemerdekaan yang merupakan pemberian, bukan hasil dari merebut dari tangan penjajah. Ya tuan, begitulah selamanya, tidak saja pergaulan sesama manusia yang penuh prasangka akan tetapi pergaulan antara dua negarapun demikian. Masing-masing fihak menilai dari sudut pandang dirinya sendiri, akhirnya muncullah kesalah pahaman yang berujung persengketaan.


Terdapat suatu kisah menarik perihal suatu kejadian yang terjadi di Singapura sebelum kemerdekaan Malaysia dikumandangkan. Adalah Soekarno, Hatta, dan Radjiman yang pada tanggal 8 Agustus 1945 pergi ke Saigon menemui Marsekal Terauchi dimana pada pertemuan itu dijanjikanlah Indonesia Merdeka.  Sepulangnya dari Saigon pada tanggal 13 Agustus, ketiga tokoh poilitik Indonesia ini singgah dahulu di Taiping dan bertemulah mereka ini dengan Ibrahim Yakub, salah seorang politisi Malaysia. Ibrahim Yakub menyampaikan kepada ketiga tokoh politik Indonesia tersebut agar Malaya (sebelum bernama Malaysia) juga ingin mencapai kemerdekaan dalam lingkungan Indonesia. Artinya kita berada dalam satu negara.[4]

Namun kisah ini tak berujung manis tuan, sebab Jepang kalah dan akhirnya negara Eropa kembali ke bekas jajahannya di Asia. Indonesia dan Malaysia merupakan dua koloni dengan pemilik yang berbeda, tentu saja tidaklah mungkin menjalankan rencana yang telah dicanangkan sebelumnya. Jadilah Indonesia merdeka sendiri, sebab sangat besar resikonya jika memasukkan Malaysia ke dalam Republik Indonesia.

Pada tanggal 19 Agustus dengan pesawat Jepang Ibrahim terbang ke Jakarta bersama istrinya, iparnya Onan Haji Siraj dan Hassan Hanan. Mereka di tahan untuk tinggal oleh Soekarnio agar tinggal di Indonesia guna memperjuangkan Indonesia yang merdeka. Jadilah mereka tinggal menetap di Indonesia. Atas bantuan Soekarno, Ibrahim Yakub sempat diangkat menjadi anggota Parlemen di Indonesia, hanya saja dia memakai nama Iskandar Kamel. Tatkala Soekarno jatuh dari kekuasaan, Ibrahim keluar dari dunia politik dan mendirikan sebuah bank yang diberi nama “Bank Pertiwi”. Dia menjadi dirut dari Bank tersebut hingga meninggal pada tanggal 8 Maret 1979. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Tengku Abdul Rahman
Adalah sangat menarik juga ketika diketahui kisah Ibrahim Yakub yang bertemu dengan Tuanku Abdul Rahman pada tahun 1955. Ketika itu Tengku Abdul Rahman menjabat sebagai Ketua Menteri (Chief Minister) Malaya mengunjungi Jakarta atas undangan dari Soekarno. Disini kedua orang anak Semenanjung dipertemukan, mereka bersua dan sempat bertukar fikiran. Rupanya pendirian kedua tokoh Melayu ini berbeda perihal kemerdekaan Malaysia. Tengku Abdul Rahman menginginkan agar Malaysia merdeka di bawah Commonwealth Inggris. Sedangkan Ibrahim Yakub ingin agar Malaysia dan Indonesia bersatu.

Hasilnya telah dapat tuan ketahui sendiri, kedua negara ini menjadi negara terpisah. Yang satu menjadi Negara Melayu yang menjadikan Islam sebagai agama resmi Negara serta disaat penyerahan mandat kemerdekaan dikumandangkan pula adzan. Sedangkan yang satu menjadi Negara Republik dan atas intrik dari beberapa orang tokoh saat itu, Islam sebagai Dasar Negara dihapuskan atau digagalkan.

Entah benar atau tidak kisah tersebut di atas, namun bagaimanapun jua sangat mengelitik rasa ingin tahu kami. Apakah benar? Kalau begitu kenapa Tengku Abdul Rahman keberatan menggabungkan diri dengan Indonesia. Bukankah sama-sama Melayu dan sama-sama Islam? Entahlah tuan, namun yang pasti kita dapat sendiri menengok dari perkembangan kedua negara. Yang satu menjadikan Islam sebagai agama resmi dan melakukan perlindungan atas orang-orang Islam. Sedangkan yang satunya lagi menjadi negara sekuler.

Elok kiranya kita menilai dengan mempelajari keadaan zaman pada masa itu. Pada tahun 1955 kedekatan Soekarno dengan Komunis sudah terlihat. Arah politik luar negeri Soekarnopun sudah dapat diterka. Posisi Islampun dalam negara tidak menguntungkan. Dan Soekarno yang katanya merupakan orang yang sangat berjasa dalam memerdekakan negara ini telah berubah. Menjadi pongah, sombong, merasa diri lebih besar, ingin dipuja, dipatuhi, dan lain sebagainya. Menurut tuan, seadainya tuan diposisi Tengku Abdul Rahman, keputusan seperti apakah yang akan tuan ambil.

Sebagai seorang pemimpin, Tengku Abdul Rahman tentunya telah memahami watak dan karakter Soekarno. Dan telah pula dapat menerka ke arah mana negara yang dipimpinnya akan dibawa dalam pergaulan dunia. Sekali lagi tuan, sebagai seorang Islam yang menjunjung tinggi Hukum Syari’at, keputusan apakah yang akan tuana ambil?



sumber gambar: internet

Rujukan:


[1] Suatu sebutan untuk bangsawan dalam negeri pada beberapa nagari di Minangkabau.
[2] Urang Asa atau Orang Asal merupakan sebutan bagi orang ataupun keluarga yang datang mula-mula ke suatu nagari di Minangkabau. Biasanya orang ini akan mendapat status tinggi dalam nagari sebagai orang pertama yang menaruko suatu nagari.
[3] Kamanakan di bawah lutuik merupakan suatu sebutan seseorang ataupun suatu keluarga yang datang dari nagari lain. Mereka kemudian masuk ke dalam nagari dengan mencari keluarga yang sesuku dengan mereka sebagai tempat malakok (berlindung). Setelah itu mereka akan diterima secara resmi sebagai bagian dari nagari tersebut setelah mereka mengisi adat. Status sebagai orang yang melakok menyebabkan mereka tak dapat mengangkat gelar pusaka (datuk).
[4] Sumber lain menyebutkan di Singapura tanggal 8 Agustus dalam perjalanan menuju Dalat, Saigon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 19 September 2012

Indonesia & Kemerdekaan Malaysia


Karena Komunis

Kami pernah bersua dengan sebuah keluarga dari keturunan orang tujuh jenjang[1] di kampungnya. Dengan pongahnya dia berujar “Saya ini keturunan orang asli, datuk saya merupakan pemimpin dari sekalian datuk di negeri ini. Sebab kami “urang asa”[2]. Berbeda dengan keluarga itu yang baru semenjak neneknya datang ke negeri ini. Mereka itu merupakan “kamanakan di bawah lutuik”[3], lebih rendah derajatnya dari kami..”

Sedangkan keluarga yang dimaksud mengetahui perihal ciloteh tersebut. Mereka hanya diam tak menanggapi, tetap hidup tenang, berusaha, menyekolahkan anak-anak, dan berikhtiar merubah nasib. Akhirnya anak-anaknya berjaya karena dididik dengan baik. Kehidupan keluarga terangkat, dan mereka dihormati di kampung.

Kehidupan keluarga ini sangat berbeda dengan keluarga bangsawan tadi yang orangtuanya keras, suka mengatur, pendidikan anak-anak mereka tidak diperhatikan. Kalaupun ada yang sudah menikah, kehiduapn perkawinan anak-anaknya dicampuri. Anaknya menjadi petani, atau berkuli kepada orang lain. Harta pusako dijual ataupun tergadai. Hidup miskin melarat, rumah buruk tak dapat diperbaiki sebab tak ada uang. Kerja mereka hanya mengubar cerita perihal darah bangsawan keluarga mereka..

Suasana di Stadium Merdeka
Tanggal 31 Agustus kemarin, saudara-saudara kita Bangsa Melayu di Malaysia merayakan hari kemerdekaannya dari Inggris. Tepatnya Malaysia merdeka pada pukul 9.30 (waktu Malaysia) tanggal 31 Agustus tahun 1957, sebelas tahun setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya atau  tiga tahun satu bulan setelah Indonesia mendapat pengakuan merdeka dari Belanda. Pada tahun 1957 tersebut kemerdekaan Malaysia hanya sebatas Tanah Semenanjung saja, sebab Sabah dan Serawak masih dalam kekuasaan Inggris. Baru pada tahun 1963 kedua daerah dibagian utara Pulau Kalimantan tersebut bersatu membentuk wilayah persekutuan dengan Tanah Semenanjung. Sebenarnya Bruneipun hendak masuk ke dalam wilayah persekutuan namun karena tidak bersesuaian dengan syarat dan posisi raja serta potensi ekonomi yang cukup besar di Kesulthanan Brunei, penyatuan itu urung dilaksanakan.

Sejarah kemerdekaan Malaysia tidak seperti sejarah kemerdekaan Indonesia yang melewati jalan peperangan. Serah terima pengakuan kemerdekaan Malaysia dilakukan di sebuah stadion yang bernama “Stadium Merdeka”. Tengku Abdul Rahman merupakan tokoh yang sangat berperan dalam kemerdekaan Malaysia sebab beliaulah yang menerima pengakuan dari Duke of Gloucester, wakil Inggris untuk mengurusi Tanah Melayu. Setelah menerima pengakuan dari pemimpin tertinggi Inggris di Tanah Melayu tersebut, Tengku Abdul Rahman mengeluarkan maklumat (Proklamasi) kemerdekaan Malaysia yang bunyinya kira-kira “Dengan nama Allah, Persekutuan Tanah Melayu untuk selamanya sebuah negara yang demokratik dan Merdeka”. Setelah maklumat tersebut sekalian orang-orang yang datang meneriakkan kata-kata “Merdeka”. Selepas itu dikumandangkanlah suara Adzan..


Itulah puncak dari perjuangan rakyat Malaysia dalam usaha meraih kemerdekaannya. Usaha tersebut sesungguhnya telah berlangsung lama semenjak Portugis, Belanda, dan kemudian Inggris menginjaki kakinya di Tanah Semenanjung. Tak obahnya dengan Indonesia, perjuangan mengusir penjajahpun pernah dilalui dengan jalan pertempuran.

Namun ada cerita menarik seputar kemerdekaan Malaysia dari Inggris. Kemerdekaan yang dicemooh oleh orang Indonesia sebagai sebuah hadiah bukan didapat melalui perjuangan. Kemerdekaan yang merupakan pemberian, bukan hasil dari merebut dari tangan penjajah. Ya tuan, begitulah selamanya, tidak saja pergaulan sesama manusia yang penuh prasangka akan tetapi pergaulan antara dua negarapun demikian. Masing-masing fihak menilai dari sudut pandang dirinya sendiri, akhirnya muncullah kesalah pahaman yang berujung persengketaan.


Terdapat suatu kisah menarik perihal suatu kejadian yang terjadi di Singapura sebelum kemerdekaan Malaysia dikumandangkan. Adalah Soekarno, Hatta, dan Radjiman yang pada tanggal 8 Agustus 1945 pergi ke Saigon menemui Marsekal Terauchi dimana pada pertemuan itu dijanjikanlah Indonesia Merdeka.  Sepulangnya dari Saigon pada tanggal 13 Agustus, ketiga tokoh poilitik Indonesia ini singgah dahulu di Taiping dan bertemulah mereka ini dengan Ibrahim Yakub, salah seorang politisi Malaysia. Ibrahim Yakub menyampaikan kepada ketiga tokoh politik Indonesia tersebut agar Malaya (sebelum bernama Malaysia) juga ingin mencapai kemerdekaan dalam lingkungan Indonesia. Artinya kita berada dalam satu negara.[4]

Namun kisah ini tak berujung manis tuan, sebab Jepang kalah dan akhirnya negara Eropa kembali ke bekas jajahannya di Asia. Indonesia dan Malaysia merupakan dua koloni dengan pemilik yang berbeda, tentu saja tidaklah mungkin menjalankan rencana yang telah dicanangkan sebelumnya. Jadilah Indonesia merdeka sendiri, sebab sangat besar resikonya jika memasukkan Malaysia ke dalam Republik Indonesia.

Pada tanggal 19 Agustus dengan pesawat Jepang Ibrahim terbang ke Jakarta bersama istrinya, iparnya Onan Haji Siraj dan Hassan Hanan. Mereka di tahan untuk tinggal oleh Soekarnio agar tinggal di Indonesia guna memperjuangkan Indonesia yang merdeka. Jadilah mereka tinggal menetap di Indonesia. Atas bantuan Soekarno, Ibrahim Yakub sempat diangkat menjadi anggota Parlemen di Indonesia, hanya saja dia memakai nama Iskandar Kamel. Tatkala Soekarno jatuh dari kekuasaan, Ibrahim keluar dari dunia politik dan mendirikan sebuah bank yang diberi nama “Bank Pertiwi”. Dia menjadi dirut dari Bank tersebut hingga meninggal pada tanggal 8 Maret 1979. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Tengku Abdul Rahman
Adalah sangat menarik juga ketika diketahui kisah Ibrahim Yakub yang bertemu dengan Tuanku Abdul Rahman pada tahun 1955. Ketika itu Tengku Abdul Rahman menjabat sebagai Ketua Menteri (Chief Minister) Malaya mengunjungi Jakarta atas undangan dari Soekarno. Disini kedua orang anak Semenanjung dipertemukan, mereka bersua dan sempat bertukar fikiran. Rupanya pendirian kedua tokoh Melayu ini berbeda perihal kemerdekaan Malaysia. Tengku Abdul Rahman menginginkan agar Malaysia merdeka di bawah Commonwealth Inggris. Sedangkan Ibrahim Yakub ingin agar Malaysia dan Indonesia bersatu.

Hasilnya telah dapat tuan ketahui sendiri, kedua negara ini menjadi negara terpisah. Yang satu menjadi Negara Melayu yang menjadikan Islam sebagai agama resmi Negara serta disaat penyerahan mandat kemerdekaan dikumandangkan pula adzan. Sedangkan yang satu menjadi Negara Republik dan atas intrik dari beberapa orang tokoh saat itu, Islam sebagai Dasar Negara dihapuskan atau digagalkan.

Entah benar atau tidak kisah tersebut di atas, namun bagaimanapun jua sangat mengelitik rasa ingin tahu kami. Apakah benar? Kalau begitu kenapa Tengku Abdul Rahman keberatan menggabungkan diri dengan Indonesia. Bukankah sama-sama Melayu dan sama-sama Islam? Entahlah tuan, namun yang pasti kita dapat sendiri menengok dari perkembangan kedua negara. Yang satu menjadikan Islam sebagai agama resmi dan melakukan perlindungan atas orang-orang Islam. Sedangkan yang satunya lagi menjadi negara sekuler.

Elok kiranya kita menilai dengan mempelajari keadaan zaman pada masa itu. Pada tahun 1955 kedekatan Soekarno dengan Komunis sudah terlihat. Arah politik luar negeri Soekarnopun sudah dapat diterka. Posisi Islampun dalam negara tidak menguntungkan. Dan Soekarno yang katanya merupakan orang yang sangat berjasa dalam memerdekakan negara ini telah berubah. Menjadi pongah, sombong, merasa diri lebih besar, ingin dipuja, dipatuhi, dan lain sebagainya. Menurut tuan, seadainya tuan diposisi Tengku Abdul Rahman, keputusan seperti apakah yang akan tuan ambil.

Sebagai seorang pemimpin, Tengku Abdul Rahman tentunya telah memahami watak dan karakter Soekarno. Dan telah pula dapat menerka ke arah mana negara yang dipimpinnya akan dibawa dalam pergaulan dunia. Sekali lagi tuan, sebagai seorang Islam yang menjunjung tinggi Hukum Syari’at, keputusan apakah yang akan tuana ambil?



sumber gambar: internet

Rujukan:


[1] Suatu sebutan untuk bangsawan dalam negeri pada beberapa nagari di Minangkabau.
[2] Urang Asa atau Orang Asal merupakan sebutan bagi orang ataupun keluarga yang datang mula-mula ke suatu nagari di Minangkabau. Biasanya orang ini akan mendapat status tinggi dalam nagari sebagai orang pertama yang menaruko suatu nagari.
[3] Kamanakan di bawah lutuik merupakan suatu sebutan seseorang ataupun suatu keluarga yang datang dari nagari lain. Mereka kemudian masuk ke dalam nagari dengan mencari keluarga yang sesuku dengan mereka sebagai tempat malakok (berlindung). Setelah itu mereka akan diterima secara resmi sebagai bagian dari nagari tersebut setelah mereka mengisi adat. Status sebagai orang yang melakok menyebabkan mereka tak dapat mengangkat gelar pusaka (datuk).
[4] Sumber lain menyebutkan di Singapura tanggal 8 Agustus dalam perjalanan menuju Dalat, Saigon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar