Harta: Ujian Dunia yang Melenakan
Entah telah berapa lama berlalu, aku tidak begitu ingat. Namun masih terngiang-ngiang di benakku sepenggal isi ceramah yang ku dengar dari mulut si penceramah. Begini katanya “Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa Allah Ta’ala menguji kita dengan kesengsaraan dan beragam kesulitan dalam hidup. Namun, tidakkah kita tahu bahwa harta, benda, serta segala kesenangan hidup juga merupakan ujian bagi kita. Dikala susah kita ingat Allah, itu wajar. Sebab kebanyakan dari kita lupa dengan Allah pabila sedang berada di puncak kesenangan. Dikala sempit kita memohon kelapangan, dikala susah kita miminta kesenangan, dikala miskin kita berharap kekayaan. Namun pabila roda telah berputar, kita lupa dengan diri kita, lupa darimana berasal, bahkan lupa dengan Sang Pemberi Rahmat..”
Itulah yang kebanyakan berlaku sekarang, kita berharap akan kekayaan dan jabatan. Segalanya diukur dengan uang dan kekuasaan, bukan dari kepribadian diri. Uang menjadi takaran untuk mengukur keberhasilan seseorang, menjadi acuan dalam menentukan arah kebijakan dalam hidup. Dalam lingkup yang lebih luas uang menjadi patokan dalam merumuskan suatu kebijakan. Karena keberhasilan suatu badan atau organisasi akan dilihat dengan besarnya uang yang dapat mereka kumpulkan.
Saya terkenang kembali akan suatu peristiwa yang sempat menghebokan masyarakat Sumatera Barat ketika musibah gempa yang diiringi Tsunami menimpa Kepulauan Mentawai. Ketika itu Tuan Gubernur sehari setelah bencana melanda, beliau langsung memutuskan untuk berangkat ke Jerman. Kabar yang beredar ialah, untuk menghadiri undangan yang telah jauh hari disiapkan, gunanya ialah sebagai reaksi cepat dalam meraih investor Jerman agar dapat menanamkan modalnya di Sumatera Barat. Sebelumnya beliau telah terjun ke lapangan, menangani secara langsung keadaan pasca gempa. Beliau juga telah mendatangi Mentawai, melihat keadaan, dan melakukan berbagai koordinasi dengan unsur-unsur terkait.
Menanggapi perilaku Tuan Gubernur yang bertandang ke Jerman, disaat orang-orang yang dipimpinnya sedang ditimpa bencana, beribulah mulut orang. Kebanyakan mencela, mereka tak habis fikir, entah apa yang ada di benak Tuan Gubernur. Ibarat kata orang Minang “lamak di awak katuju di urang, itu nan indak ado. Lah ilang raso jo pareso” namun walau bagaimanapun beliau punya dalil, yaitu itu demi keuntungan Sumbar juga. Ada yang suka dan ada yang tak suka, sudah perkara wajar dalam kehidupan. Begitulah kira-kira, hingga kini Tuan Gubernur masih giat mencari investor supaya dapat mengangkat perekonomian Sumbar. Agar Sumbar menjadi negeri kaya, maju perekonomiannya.