Kamis, 22 September 2011

Yang Hilang dari Sumatera Barat


Jejak Mak Itam di Bukittinggi


Tahukah engkau foto apa itu kawan? Ah, aku tak tahu namanya, yang aku tahu foto tersebut merupakan foto dari salah satu alat pengantur lalu lintas bagi kereta api. Foto ini ku ambil di Tanjuang Alam, sebuah kampung yang terletak di Jalan Raya Bukittnggi-Payakumbuh, sekitar delapan kilometer dari Bukittinggi.
 
Sedih sekali kawan, karena keadaan jalur kereta api disini sudah lama tak terawat, ditumbuhi semak belukar. Kalau tak salah ingat, ketika aku masih kecil jalur-jalur kereta api sepanjang Payakumbuh-Bukittinggi dan Bukittinggi-Padang Panjang tidak pernah dilalui oleh kereta api. Kecuali jalur-jalur di Lembah Anai yang menuju Padang, jalur ini dilewati oleh kereta pengangkut batubara. Jika kereta lewat selalu ku pandangi hingga tak terlihat lagi, tak jarang orangtua ku membangunkan ku jika aku tertidur di atas mobil. Ketika itu, kereta api bagi ku merupakan sesuatu yang unik, menarik, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

Dari dulu aku selalu bertanya-tanya “Kenapa kereta api tak lagi digunakan di daerah kita?” beda dengan Pulau Jawa yang hingga kini kereta api masih digunakan sebagai sarana transportasi. Aneh memang,.. akan tetapi ada hikmahnya kawan. Di Jawa banyak nyawa melayang yang diakibatkan oleh alat transportasi ini, setidaknya hal serupa tidak terjadi di Sumatera Barat.

Hingga kini jika ku pandangi foto lama yang memperlihatkan kereta api yang sedang melintasi jalur di Anai, ataupun yang sedang berhenti di Bukittinggi, atau di tempat-tempat lainnya di Sumatera Barat, hati ku serasa bergetar. Sedih karena hal tersebut tinggal kenangan. Kadangkala jika orangtua ku atau orang-orang tua di kampung bercerita mengenai pengalaman mereka naik mak itam aku selalu merasa iri. Mereka benar-benar beruntung. Kata mereka keadaan di dalam gerbong panas dan penuh sesak,  gerbongnya terbuat dari kayu. Dari jauh mereka sudah dapat melihat asap mak itam yang membumbung tinggi, dan mereka yang kala itu masih kanak-kanak sering kali berlari-lari menuju stasiun.

Di Bukittinggi memang terdapat stasiun kereta api, hingga kini daerah tersebut masih dikenal dengan nama stasiun. Terletak di depan Kantor Pos, Kantor Pos sendiri terletak persis di depan persimpangan yang lebih dikenal oleh orang-orang dengan nama simpang stasiun. Ketika aku masih sekolah di SMA, masih terdapat bangunan yang terbuat dari kayu (semacam pos), kata orang bangunan tersebut merupakan peninggalan masa mak itam masih jaya. Walau sejauh yang dapat ku ingat, aku tidak pernah menemukan rel kereta api di sana. Mungkin karena sudah ditutupi aspal. Sekarang bangunan pos tersebut sudah tidak ada, tidak ada sama sekali bekas-bekas yang menunjukkan daerah tersebut dahulunya merupakan stasiun kereta api.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 22 September 2011

Yang Hilang dari Sumatera Barat


Jejak Mak Itam di Bukittinggi


Tahukah engkau foto apa itu kawan? Ah, aku tak tahu namanya, yang aku tahu foto tersebut merupakan foto dari salah satu alat pengantur lalu lintas bagi kereta api. Foto ini ku ambil di Tanjuang Alam, sebuah kampung yang terletak di Jalan Raya Bukittnggi-Payakumbuh, sekitar delapan kilometer dari Bukittinggi.
 
Sedih sekali kawan, karena keadaan jalur kereta api disini sudah lama tak terawat, ditumbuhi semak belukar. Kalau tak salah ingat, ketika aku masih kecil jalur-jalur kereta api sepanjang Payakumbuh-Bukittinggi dan Bukittinggi-Padang Panjang tidak pernah dilalui oleh kereta api. Kecuali jalur-jalur di Lembah Anai yang menuju Padang, jalur ini dilewati oleh kereta pengangkut batubara. Jika kereta lewat selalu ku pandangi hingga tak terlihat lagi, tak jarang orangtua ku membangunkan ku jika aku tertidur di atas mobil. Ketika itu, kereta api bagi ku merupakan sesuatu yang unik, menarik, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

Dari dulu aku selalu bertanya-tanya “Kenapa kereta api tak lagi digunakan di daerah kita?” beda dengan Pulau Jawa yang hingga kini kereta api masih digunakan sebagai sarana transportasi. Aneh memang,.. akan tetapi ada hikmahnya kawan. Di Jawa banyak nyawa melayang yang diakibatkan oleh alat transportasi ini, setidaknya hal serupa tidak terjadi di Sumatera Barat.

Hingga kini jika ku pandangi foto lama yang memperlihatkan kereta api yang sedang melintasi jalur di Anai, ataupun yang sedang berhenti di Bukittinggi, atau di tempat-tempat lainnya di Sumatera Barat, hati ku serasa bergetar. Sedih karena hal tersebut tinggal kenangan. Kadangkala jika orangtua ku atau orang-orang tua di kampung bercerita mengenai pengalaman mereka naik mak itam aku selalu merasa iri. Mereka benar-benar beruntung. Kata mereka keadaan di dalam gerbong panas dan penuh sesak,  gerbongnya terbuat dari kayu. Dari jauh mereka sudah dapat melihat asap mak itam yang membumbung tinggi, dan mereka yang kala itu masih kanak-kanak sering kali berlari-lari menuju stasiun.

Di Bukittinggi memang terdapat stasiun kereta api, hingga kini daerah tersebut masih dikenal dengan nama stasiun. Terletak di depan Kantor Pos, Kantor Pos sendiri terletak persis di depan persimpangan yang lebih dikenal oleh orang-orang dengan nama simpang stasiun. Ketika aku masih sekolah di SMA, masih terdapat bangunan yang terbuat dari kayu (semacam pos), kata orang bangunan tersebut merupakan peninggalan masa mak itam masih jaya. Walau sejauh yang dapat ku ingat, aku tidak pernah menemukan rel kereta api di sana. Mungkin karena sudah ditutupi aspal. Sekarang bangunan pos tersebut sudah tidak ada, tidak ada sama sekali bekas-bekas yang menunjukkan daerah tersebut dahulunya merupakan stasiun kereta api.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar