Rabu, 28 Desember 2011

Tahun Baru Kalender Gregorian



Perayaan Pergantian Tahun Matahari 




Sudah menjadi kebiasaan yang lazim di negara ini bahwa setiap pergantian tahun merupakan momen yang selalu dinanti. Begadang hingga tengah malam menjadi saksi bergantinnya tahun. Beragam bentuk atau ritual yang dilakukan dalam rangka menyambut tahun baru. Mulai dari pesta, apakah itu pesta kecil yang dihadiri keluarga, kenalan, serta handai-taulan. Sampai ke pesta-pesta besar di pub, dikotek, klub malam, kafe, hotel, gedung pertemuan, pusat perbelanjaan, ataupun di stasiun-stasiun TV yang menayangkan secara langsung momen pergantian tahun. Adapula yang memilih untuk pergi mendaki ke puncak gunung. Ritual yang satu ini boleh dikatakan hampir merata di seluruh pelosok Indonesia. Di setiap puncak-puncak gunung yang ada di Indonesia dikibarkan bendera merah putih. Inilah wujud dari rasa nasionalis yang ditunjukkan oleh beberapa orang generasi muda Indonesia.


Sumber Foto: Internet 


Namun ada juga yang melakukan hal lain, seperti selain mengadakan atau mengikuti pesta mereka akan menghabiskan malam dengan kekasih mereka. Tak jarang hubungan semacam ini akan berakhir dengan kelakuan terlarang (yang merupakan bentuk lain dari hubungan di atas ranjang, dapat juga beralas koran, atau tanah dilapangan terbuka. Dapat bermacam-macam alas yang dipakai, atau bahkan tidak beralas). Tentunya minuman alkohol sudah menjadi kebutuhan primer di moment penting semacam ini. Bahkan ada yang ditemani dengan obat-obatan terlarang. Ada pula yang mengunjungi tempat-tempat wisata semacam tepi pantai yang merupakan salah satu lokasi favorit untuk menghabiskan malam tahun baru. Apalagi jika didampingi oleh sang kekasih.

Hampir setiap tahun orang-orang saling bertanya “Kemana tahun baru kemarin?” atau “Menghabiskan malam tahun baru dimana?”. Suatu pertanyaan yang menunjukkan perhatian dan kepedulian. Namun sesungguhnya merupakan wujud dari ketidak-tahuan dari hakekat tahun baru itu sendiri. 

Pernahkah kita bertanya kenapa tahun baru dirayakan? Kenapa  satu Januari yang dijadikan awal mula tahun? Kenapa begini dan kenapa begitu?

Tidak..! Sebagian besar dari kita menerima begitu saja. Menerima tanpa mempertanyakan, begitulah generasi sekarang. Bukan..bukan menerima, melainkan meniru, mencontoh, atau latah kata orang Jakarta. Tidak ada proses berfikir dalam hal ini, yang ada ialah perasaan keren dan up to date jika kita ikut merayakan, merayakan perayaan yang dirayakan oleh kelompok sosial tertentu, komunitas tertentu, atau penganut kebudayaan tertentu. Hal ini terjadi karena kita kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, atau minder kata anak-anak gaul Jakarta. Kita selalu menganggap kecil diri sendiri, sehingga sering merasa malu dengan kebudayaan kita, yang merupakan identitas kita sebagai sebuah bangsa.

Sekarang, marilah kita menengok kembali sejarah penetapan tahun baru masehi. Sebenarnya tidak tepat juga jika kita sebut sebagai tahun Masehi. Karena tahun Masehi merujuk kepada kelahiran Yesus. Sedangkan dikalangan sejarawan masih muncul keraguan apakah benar Yesus lahir pada  bulan dan tahun yang diyakini tersebut.

Selasa, 27 Desember 2011

Kekayaan yang Membawa Petaka


Mimpi Indah Memajukan Negeri
Uang(Investor) Bukanlah Segalanya


Belum habis cerita mengenai Mesuji di Lampung, belum kering air mata yang mengalir atas nyawa yang melayang, belum terbalas perbuatan keji yang diderita oleh rakyat tak berdaya. Namun beberapa hari yang lalu muncul berita baru, berita yang tak kalah menyedihkannya dengan yang di Lampung.

Tempat kejadiannya berada di daerah bagian timur dari Republik ini, daerah yang kaya akan sumber daya alam namun miskin dalam kehidupan masyarakatnya. Faktor pemicunya sama dengan yang di Lampung yakni uang, uang, dan uang yang berwujud kepada investor yang memiliki perusahaan-perusahaan besar. Nusa Tenggara Barat nama provinsinya dan negeri yang bernama  Lambu, Sape dan Langgudu yang manjadi saksi penderitaan rakyatnya. Negeri seluas 14.318 Ha begitu memikat bagi Abdi Uang karena negerinya menyimpan kandungan emas.

Rakyatnya hanya bekerja sebagai nelayan dan petani, mereka memiliki pelabuhan di Sape yang menjadi pusat tragedi. Pada tahun 2008 sebuah perusahaan datang dengan membawa tawaran investasi kepada pemerintahannya. Ditanda tangani kontrak selama 25 tahun untuk penambangan emas. Kemudian pada tahun 2010 kontraknya diperbaharui oleh Pemda Bima dengan mengeluarkan Surat IUP bernomor 188/45/357/004/2010.

Jumat, 23 Desember 2011

Hari Ibu???


Asal Usul Hari Ibu


Pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai “Hari Ibu” di Indonesia. Walau tidak ditetapkan sebagai hari libur nasional, peringatan hari ibu ini cukup semarak. Apalagi ditengah-tengah zaman “jejaring sosial” seperti saat ini. Ribuan status mengucapkan selamat hari ibu, beberapa pusat perbelanjaan di beberapakota di Indonesia menyemarakkan hari ibu dengan membagikan aneka kue sebagai wujud terimakasih kepada seorang ibu. Belum lagi para politisi sok akrab yang membuat spanduk mengucapkan selamat merayakan hari ibu.

Apakah kita tahu kenapa tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari ibu di Indonesia? Bagaimana pula asal mulanya peringatan atau perayaan ini? Dan kenapa pula kita mesti merayakannya?

Saya yakin banyak diantara kita yang tidak tahu kenapa sampai ada perayaan ini dan kenapa pula tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai tanggal keramat untuk perayaan hari ibu. Ya.. karena sebagian dari kita lebih suka ikut-ikutan tanpa mencari tahu makna dan tujuan dari suatu peristiwa, kegiatan, atau apapun itu namanya. Kita, terutama generasi muda akan merasa tertinggal dari generasi muda lainnya jika tidak merayakan hari yang di Barat populer dengan sebutan “Mother Day”. “tidak cool kalau tidak merayakannya” begitu kira-kira suara hati anak muda zaman sekarang.

Kamis, 22 Desember 2011

Lomba Blog Wisata Sejarah


Sawahlunto
Belanda Kecil di Daratan Tinggi Minangkabau


Penduduk Minangkabau mengenal Sawahlunto sebagai “Kota Baro”, baro merupakan  Bahasa Minangkabau dari “bara” yang mengacu kepada batubara. Batubara telah lama ditambang di Sawahlunto, karena bahan tambang inilah kota ini lahir. Orang-orang Belanda membangun kota ini disebabkan penemuan batubara yang diumumkan pada tahun 1870 oleh ahli pertambangan mereka. Insyinyur yang sangat berjasa dalam penemuan batubara ini ialah William Hendrik de Greve.

Pusat Kota Sawahlunto dilihat dari Ketinggian

Batubara memang bertuah, bagaimana tidak? Karena bahan tambang jenis ini sangat diperlukan oleh pasar dunia. Di abad ke-19 teknologi mesin uap merupakan primadona, untuk menggerakkan mesin-mesin ini digunakan batubara sebagai bahan bakar. Oleh karena itulah orang-orang Belanda begitu bersemangat mengeksploitasi daerah ini.

Banyak peninggalan orang-orang Belanda selama mendiami daerah ini. Utama sekali dipusat Kota Sawahlunto. Pusat kota terletak di suatu lembah yang dahulunya merupakan areal persawahan milik penduduk dari Nagari Kubang.[1] Lembah ini dialiri oleh sebuah sungai yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan Batang Lunto[2]. Lunto merupakan nama salah satu nagari di sekitar Sawahlunto yang daerahnya dilalui oleh aliran sungai ini. Karena sungai ini mengalir melewati nagari ini maka masyarakat setempat menamai sungai itu dengan nama Batang Lunto (Sungai Lunto).

Orang-orang Belanda memilih daerah ini sebagai pusat pemerintahan, Lembah Sugar namanya. Sekarang lebih dikenal dengan nama Lembah Segar yang pada saat ini menjadi nama salah satu kecamatan di kota ini. Dikelilingi oleh perbukitan dan dialiri oleh aliran sungai di dasar lembah. Tempat ini menjadi tempat yang cocok untuk mengembangkan pemerintahan. Selain itu di tempat ini juga ditemukan kandungan batubara. Loebang Tambang Soero yang pada saat sekarang ini menjadi salah satu objek wisata andalan di Sawahlunto merupakan lubang tambang pertama di Sawahlunto.

Pembangunan pertama yang dilakukan Belanda di lembah ini ialah pembangunan PLTU Kubang Serakuk yang berfungsi dalam rentang waktu 1894-1924. Merupakan PLTU pertama di Sumatera Barat. Sebelumnya, tepatnya dalam rentang waktu 1887-1894 telah mulai dibangun jalur kereta api menuju Emma Heven atau sekarang bernama Teluk Bayur. Pada saat sekarang ini bangunan PLTU tersebut sudah tidak ada, sekitar tahun 1950-an dibangun Masjid Agung dibekas bangunan PLTU tersebut. Walau bangunannya sudah tidak ada, namun cerobong  asap peninggalan zaman keemasan PLTU tersebut masih ada dan dijadikan menara adzan untuk Masjid Agung Nurul Iman. Di depan Masjid Agung Nurul Iman terdapat sebuah rumah yang dibangun tahun 1920, dahulunya merupakan kediaman Asisten Residen. Kini bangunan tersebut menjadi rumah dinas bagi Walikota Sawahlunto.

Kantor PT.BA-UPO
Di masa Belanda Merupakan Kantor Pusat Perusahaan Tambang Ombilin

Terdapat sebuah gedung yang hingga saat ini tetap menjadi Landmark Kota Sawahlunto. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1916 yang digunakan sebagai kantor bagi Perusahaan Pertambangan Ombilin. Gaya arsitekturnya khas kolonial dan hingga kini masih berfungsi sebagai bangunan kantor bagi perusahaan tambang yang sekarang telah beralih nama menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin (PT.BA-UPO).

Minggu, 18 Desember 2011

Rumah Gadang, tinggal kenangan...







Ini merupakan foto salah satu Rumah Gadang yang masih ada di beberapa nagari di Minangkabau. Pada saat sekarang ini, rumah gadang sudah menjadi barang langka di Minangkabau. Banyak pelancong yang kecewa karena tidak berhasil menemukan nagari yang ramai dengan rumah bagonjongnya.

Gambar di samping merupakan gambar salah sati jenis rumah gadang di Minangkabau. Dari gaya arsitekturnya dapat dilihat kalau rumah ini bertipe Kelarasan Bodi Chaniago. hal ini dapat dilihat dari bentuk atap pada masing-masing sisi samping gonjong.

Rumah ini tidak berukir, hal ini karena pada masa dahulu hanya orang-orang beruanglah yang sanggup mengupah tukang ukir untuk mengukir rumahnya. Sehingga rumah berukir di sebagian besar nagari di Minangkabau merupakan sebagai tanda kekayaan yang dimiliki suatu keluarga. Namun hal ini tidak berlaku di semua nagari di Minangkabau. Salah satu nagari di Kubung Tigo Baleh yakni di Nagari Selayo yang berbatasan langsung dengan Kota Solok, kebanyakan rumah gadangnya memiliki ukir. Menurut salah seorang penduduk di sana, memang sudah lazim di nagarinya hal yang demikian.

Sebentar lagi rumah gadang seperti yang terlihat pada gambar akan segera punah dari Minangkabau. Digantikan oleh rumah-rumah dari susunan bata dan semen, tak berkolong, bahkan ada yang sama tinggi dengan halaman. Hilanglah salah satu ciri Kebudayaan Minangkabau. Kenapa demikian? Karena pada rumah gadang tidak hanya terdapat ciri dari arsitektur tradisional Minangkabau akan tetapi juga padanya falsafah hidup dari si penghuni. Falsafah hidup yang amat dalam nilai dan maknanya. Falsafah Hidup yang hampir semua orang Minangkabau telah tinggalkan.

Sabtu, 17 Desember 2011

"Belajarlah dari pengalaman orang lain" Saidina Ali


 Kasus Mesuji
Contoh Bagi Sumatera Barat

Sudah beberapa hari ini pemberitaan di negara ini diramaikan oleh kasus pembantaian yang di duga terjadi di sebuah daerah di pedalaman Pulau Sumatera. Sangat aneh sekali mendengar kata “pembantaian” karena kata ini biasanya digunakan pada kondisi tertentu seperti di tengah kancah peperangan, pertikaian dua negara atau rezim, ataupun agresi dari negara yang kuat terhadap negara yang lemah. Lalu kenapa hal semacam ini dapat terjadi di Indonesia yang katanya negara merdeka, menganut paham kebebasan, pluralisme dalam segala hal, serta pada saat sekarang sedang tidak dalam kondisi perang? Apa gerangan yang terjadi pada negara ini?

Alkisah di negara ini ada suatu daerah yang bernama Mesuji (ketika pertama kali mendengar nama ini, aku pikir ini nama suatu daerah di Negeri Para Samurai-Jepang). Daerah ini terletak di perbatasan dua propinsi di Pulau Sumatera, yakni Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Lampung. Konon kabarnya daerah Mesuji masuk ke dalam wilayah administratif dua propinsi ini. Sehingga ada dua daerah Mesuji yakni Mesuji-Lampung dan Mesuji-Sumsel. Kedua daerah ini hanya dipisahkan oleh sebuah sungai.

Daerah ini merupakan daerah terisolir, minim pembangunan. Konon kabarnya semenjak tahun 2003 sudah ada sebuah perusahaan perkebunan dari negara tetangga yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Benny Sutanto atau biasa disapa Abeng yang membuka lahan perkebunan di daerah ini.  Namun sayangnya hal ini mendapat penentangan dari penduduk. Maka konflik antar pengusaha dan rakyatpun pecah. Puncaknya ialah semenjak tahun 2009-2011 ini. Katanya sudah 30 nyawa yang menjadi korban. Dibantai bak hewan, sehingga banyak orang yang terguncang karena pernah menyaksikan salah satu anggota keluarganya dibantai. Hingga kini, pihak keamanan masih belum berkomentar, tidak mengiyakan, tidak pula menidakkan. “Hendak mencari perusuh yang menyerang perkebunan” katanya.

Kamis, 15 Desember 2011

Beda Politikus dengan Non Politik

Dari Kota Tambang ke Kota Wisata
Visi seorang Pemimpin


Tidak seorangpun yang akan menyangka, bahkan penduduk Sawahlunto sekalipun. Bahwa kota mereka yang berada diambang pesimisme berhasil kembali bergairah gerak kehidupannya. Siapa gerangan yang akan mengira, bahwa kota yang selama ini mengandalkan batubara sebagai andalan utama dalam menggerak segenap kehidupan warganya akan berubah haluan.

Kota ini pernah mengalamai sakaratul maut, bagaimana tidak. Batubara yang lebih selama satu abad ditambang di kota ini telah begitu menyatu dengan warganya. Menjalar menjadi urat nadi di kehidupan warga kota ini. Karena batubara kota ini lahir, karena batubara kota ini hidup, akankah karena batubara jua kota ini mati?


Telah banyak yang pindah dari kota ini begitu produksi batubara mengalami penurunan. Menjual segenap harta benda yang dimiliki dan pindah ke daerah lain guna memulai lembaran baru. Namun segala berubah. Berubah hanya karena satu orang, ya..cukup satu orang untuk mengubah segalanya.

Tahun 2003 merupakan titik balik dari ini semua, pada tahun ini kereta api berhenti merayap di Sumatera Barat. Selama ini, jalur kereta api hanya dilalui oleh kereta pengangkut batubara dari Sawahlunto ke Telukbayur, lain tidak. Telah lama jalur kereta api di tempat lain di Sumatera Barat tidak digunakan. Kereta sebagai pengangkut manusia telah tiada, yang ada hanya kereta pengangkut baro (batubara).

Pada tahun inipula Kota Sawahlunto dipimpin oleh orang baru, orang dengan visi baru,dan dengan ide baru. Talawi kampungnya, Sawahlunto kotanya. Namanya Amran Nur, seorang insyinyur teknik tamatan ITB. Entah apa yang ada dibenaknya, yang jelas sekarang dia yang menjadi pemimpin di Sawahlunto. Kata orang dia pemarah, mejapun bisa terbang jika dipukulnya, jika seorang pejabat kena panggil ke kantor balaikota alamat badan tak selamat, menggillah badannya, mengalirlah keringat dingin disekujur tubuhnya.

Rabu, 07 Desember 2011

Feminisme di Minangkabau


Sumando Kacang Miang


Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perampuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya. Sedangkan ideologi gender adalah segala sesuatu aturan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui pembentukan identitas feminis dan maskulin. Melalui cara pandang seperti ini para feminis berusaha mengubah konstruksi budaya yang telah lama berlaku di masyarakat Indonesia (terutama Minangkabau) mengenai perempuan. Bahwa perempuan itu harus lemah lembut, penurut, setia, selalu tinggal dirumah, bekerja didapur dan dengan sabar menunggu suami pulang kerja, serta mengurus suami dan anak-anak. Menurut mereka laki-laki dan perempuan diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dan tidak sepatutnya kaum perempuan dibatasi fungsi dan peranannya pada satu bidang saja yakni bidang domestik (rumah tangga).

Sumber Foto: Internet

Bagi mereka(feminis) yang dimaksudkan dengan kodrat bagi perempuan ialah hamil, melahirkan, menyusui, datang bulan/haid, serta memiliki beberapa bagian tubuh yang berbeda dari laki-laki. Kodrat bagi mereka tidak mengurangi atau menghambat dalam melakukan aktifitas karena menurut mereka antara laki-laki dan perempuan memiliki fungsi dan peranan yang sama. Jadi dalam hal ini mereka menuntut keadilan (kesetaraan gender) bagi perempuan, menuntut untuk diberi kesempatan, peranan, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki.

Kita tidak perlu menggunakan dalil-dalil agama dan adat dalam persoalan ini, saya akan mengajak anda untuk menggunakan logika sederhana. Kita tentunya pernah mendengar mengenai teori “keseimbangan” yakni kaya-miskin, tua-muda, kuat-lemah, siang-malam atau yin dan yang dalam kebudayaan Cina, ada juga yang mengatakan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas ialah berpasangan. Sekarang apa jadinya jika semua orang menjadi kaya atau semuanya jadi orang miskin, atau orang-orang yang mediami bumi ini berumur tua atau muda kesemuanya, atau dihuni oleh orang-orang kuat saja atau sebaliknya, akankah ada kehidupan di bumi ini? Kehidupan di dunia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan memelihara keseimbangan, dimana salah satunya ialah saling mengisi dalam kekurangan.

Minggu, 27 November 2011

Sejarah 1 Muharam


Satu Muharam
Sisi lain Sejarah Satu Muharam



Seiring dengan masuknya waktu magrib pada hari Sabtu tanggal 30 Zulhijjah 1432 H yang bertepatan dengan 26 November 2011 maka resmilah umat muslim memasuki bulan Muharram 1433 H. Tentunya ada yang heran kenapa bukan pada pukul 12 tengah malam seperti layaknya tahun baru masehi. Memang, dalam metode penghitungan penanggalan Muslim, berakhirnya suatu bulan akan ditandai dengan nampaknya hilal di langit senja. Metode yang mana dilakukan oleh MUI ketika hendak menentukan awal dan akhir Ramadhan. Sebenarnya hal tersebut tidak berlaku hanya pada penentuan bulan Ramadhan saja, melainkan pada setiap bulan pada kalender Islam.

Sumber foto: Internet 

Entah telah berapa Muharram yang kita lewati. Kita selalu merayakannya, ceramah-ceramah di masjid-masjid ataupun pidato dari pejabat resmi pemerintah selalu menyinggung tentang Hijrahnya nabi kita dari kampungnya Mekkah ke Madinah al Mukarramah. Penyebabnya ialah kekejaman kaum kafir Quraisy, berbagai tekanan yang dihadapi oleh umat muslim ketika itu, dan lain sebagainya. Atau tentang makna hijrah itu sendiri, yang tidak selalu makna hijrah secara fisik akan tetapi juga bathin. Dari pribadi yang kurang religius menjadi pribadi yang religius, begitulah kira-kira.

Namun pernahkah kita diberitahu, kenapa tanggal satu Muharram dijadikan sebagai awal tahun Islam, kenapa kiranya hingga Hijrahnya nabi dijadikan patokan sebagai permulaan abad Islam, dan sejak kapan penanggalan hijriyah ini mulai dikenal, apakah semenjak zaman nabi atau sudah ada semenjak sebelum kenabian beliau?

Rabu, 23 November 2011

Dewasalah, grow up..


Sebuah Renungan
Atas Kekalahan Timnas Indonesia

Kekalahan yang diderita Timnas U-23 dari Malaysia pada pertandingan Final SEA Games pada Senin malam tanggal 21 November 2011 menyisakan duka yang menyakitkan bagi sebagian besar penyuka olahraga sepakbola tanah air. Bagaimana tidak, Timnas Malaysia merupakan musuh bebuyutan yang amat dibenci oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Kenapa demikian? untuk menjawab pertanyaan ini akan menghabiskan banyak huruf dan rangkaian kata. Sebut saja perseteruan mengenai masalah perbatasan kedua negara yang tak ada ujungnya. Belum lagi klaim dari Malaysia atas beberapa budaya daerah di Indonesia. Ada pula masalah TKI yang selalu membawa duka yang menyayat hati, dan lain sebagainya.

Pendek kata, ini merupakan masalah nasional yang menyangkut harga diri bangsa. Bagaimanapun juga kekalahan ini tidak dapat diterima. Terlalu menyakitkan untuk diderita, terlalu pahit untuk dijalani, dan terlalu memalukan untuk diakui. Begitu kira-kira anggapan sebagian besar penyuka sepakbola di negeri ini.

Namun lebih daripada itu, ada banyak aspek yang ikut terlibat di dalam permainan ini, apabila sudah menyangkut rival antar dua negara bertetangga ini. Yakni aspek politik, sosial, dan budaya. Akibatnya permainan ini tidak lagi murni permainan antar dua tim melainkan peperangan antar ego dua negara. Permainan yang mana masing-masing pendukung membawa dalam setiap dirinya, bara yang siap membakar kapan saja.

Kenapa tim Indonesia bisa kalah? Siapa pula yang patut dipersalahkan atas kekalahan ini? Cukupkah dukungan sporter fanatik[1] sebagai bahan bakar bagi pemain untuk melaju kencang menuju puncak kemenangan?

Kamis, 17 November 2011

Nyanyian dalam Islam


Nyanyian dalam Islam

Baru-baru ini salah seorang kawan bertanya, “bagaimana gerangan pandangan nyanyian terutama nyanyian Islami dalam agama kita. Bukankah hal tersebut sama namanya dengan menyerupai orang-orang kafir?”

 Lebih lanjut dia bercerita kalau semasa kuliah dulu pernah dia bertanya kepada salah seorang kawannya yang Kristiani, “apa gerangan isi nyanyian di gereja?” Si kawan menjelaskan “yang kami nyanyikan ialah puji-pujian kepada Tuhan”.

Beralaskan jawaban dari kawannya tersebut, maka kawan ku yang satu ini beranggapan nyanyian Islami dianggap menyerupai umat Kristiani dalam beribadah. Berdasarkan jawaban dari kawannya tersebut maka dia sendiri yakin nyanyian dalam Islam merusak akidah, dia sendiri lebih menyukai musik-musik non Islami semacam pop, jazz, ataupun musik klasik.

Mungkin banyak diantara kita yang berpandangan demikian, alangkah baiknya jika kita menengok sejenak Sejarah Perkembangan Peradaban Islam. Hampir setiap suku bangsa di dunia (termasuk kita di Ranah Melayu ini) memiliki tradisi sastra tertulis maupun lisan, sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada masa dahulu untuk mengubah sebuah sya’ir sebagai bentuk penghargaan tertinggi apakah itu kepada Tuhan, manusia yang dikagumi (seperti penguasa atau tokoh masyarakat), kekasih ataupun orang-orang yang dicintai, alam dan lingkungan tempat tinggal. Terkadang pula di sebagian masyarakat, para ahli sastra terutama penyair menduduki posisi terhormat dikalangan masyarakatnya.

Sebuah Pandangan terhadap Realitas Masa Kini


Tipu Daya Manusia


Sungguh aneh dunia zaman sekarang, saking anehnya aku tak tahu harus memulai tulisan ini dari mana. Bagaimana kalau ku awali saja dari salah satu percakapan ku dengan seorang kawan perihal salah satu grup “penghujat” di Facebook. Walau para pendukung dan pendiri dari grup ini menolak dengan keras kalau dikatakan bahwa mereka merupakan sekumpulan orang kurang kerjaan yang kerjanya mencari masalah dengan memperbincangkan hal-hal yang sensitif dalam kehidupan masyarakat. Namun tetap saja bagi ku mereka terlihat seperti sekelompok anak sekolah yang masih bau kencur yang belum tahu apa-apa mengenai kehidupan di dunia ini. Mencoba dengan idealisme sempit mereka berusaha melawan arus dengan mengangkat topik-topik yang sebenarnya tidak mereka pahami dengan baik.

Layaknya anak muda, mereka kasar, tak beretika, cepat marah, dan tidak ada sopan santun dalam berbicara dengan orang lain. Menganggap lawan bicara mereka bodoh dan patut diberi pencerahan. Padahal sebenarnya merekalah yang seharusnya diberi pencerahan. Namun pabila itu dilakukan kepada mereka maka akan menjadi senjata makan tuan bagi yang melakukannya. Mata mereka buta dan telinga mereka telah pekak, hati mereka telah lama mati. Mereka terlalu sombong dengan kehebatan cara berfikir mereka yang-menurut mereka-hasil dari pendidikan tinggi yang mereka peroleh.

Berpendapat tentunya boleh-boleh saja, di  zaman sekarang semua orang boleh mengeluarkan pendapat mereka. Sesuka mereka. Berbicara blak-blakan telah menjadi budaya di negeri ini. Hal itu dianggap baik karena merupakan tradisi keilmuan. Dosen saya dulu ketika masih kuliah pernah berkata “Bicara saja saudara, disini anda diperbolehkan berbicara sesuka anda, beda dengan dunia di luar sana.!” Tentunya kami menyambut dengan meriah ajakan tersebut, maka banyaklah kawan-kawan yang pada dasarnya masih belum tahu apa-apa berbicara mengenai ini dan itu. Kami diperkenalkan kepada ide-ide baru, pikiran-pikiran cemerlang, dan tradisi baru dalam usaha membenahi masyarakat di luar sana yang menurut para akademisi masih “jahiliyah”. Termasuk saya yang juga menjadi korban, berfikir sinis terhadap pemikiran yang selama ini telah mendominasi. Pada dasarnya ini baik, karena bagaimanapun juga sistim yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat pada saat sekarang ini merupakan buah pikir manusia juga, jadi wajar jika terdapat kelemahan disana-sini. Mungkin hal inilah yang mendorong para mahasiswa idealis untuk pergi berdemo, membela kepentingan rakyat, mengkritisi pemerintah, dan berusaha mendobrak kemapaman. Tidak ada yang salah, baik, sangat baik.

Tapi sayang, beribu sayang. Yang kita hadapi ialah manusia bukan benda tak bernyawa. Tiap manusia memiliki fikiran, pendapat yang berlainan. Seperti kata pepatah; rambut boleh sama hitam, namun fikiran tentunya berlainan. Yang tidak difahami oleh para idealis ini ialah menghadapi manusia tidaklah mudah. Kita tidak dapat berteriak-teriak di depan hidung mereka, lalu mereka mendengarkan, dan setelah itu mereka berubah seperti yang kita inginkan. Tidak, sekali lagi tidak. Bangunlah duhai orang-orang dungu, keluar dari cangkang kalian, keluar dari planet kalian yang bernama “idealis”. Ini dunia nyata, hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang ada di benak kalian.

Selasa, 15 November 2011

Kritislah terhadap berita


Rancangan untuk Indonesia yang Sekuler

Dewasa ini “orang-orang hebat” di Jakarta sering menyebut-nyebut perihal pluralisme dan multikulturalisme. Semua ini biasanya berujung pada kebebasan beragama. Isu ini muncul melihat gejolak ketidak nyamanan dikalangan anak bangsa yang cenderung/mudah terjerumus pada konflik yang berlatar belakang ras ataupun agama. Kita sendiri tidak pernah tahu bagaimana konflik ini bermula di masa moderen ini, hanya saja kita sudah mendengar dari media perihal konflik ini. Sungguh aneh dan menyedihkan karena seiring dengan konflik antar agama muncul, maka muncul pula isu pluralisme, liberalisme, sekularisme, dan multikulturalisme. Salah seorang aktivis Kontras ketika dimintai pendapatnya oleh media menyikapi kasus pengusiran jemaat gereja di Bogor beberapa minggu yang lalu mengungkapkan bahwa ada kepentingan politik yang terlibat di dalam konflik ini.

Hal inilah rupanya selama ini terasa namun begitu sukar untuk diungkapkan. Ya.. kepentingan politik, karena seperti yang kita ketahui, gerakan politik di Indonesia saat ini mengarah pada satu titik, yakni berusaha merubah ideologi negara ini menjadi berazas pada sekularisme. Dengan menjadikan Islam sebagai sasaran tembak. Namun mereka selalu berusaha menutupi gerak-gerik mereka dengan mengemukakan alasan gombal yakni “Pancasila” yang selama ini menjadi dasar negara. Lupa mereka tampaknya pada sila pertama.

Selasa, 08 November 2011

Beribadahlah dengan sungguh-sungguh


Beretikalah di dalam Masjid..

Suatu peristiwa yang aneh, kalau tidak boleh jika disebut mengesalkan terjadi suatu ketika pada saat menunaikan Shalat Zuhur di surau. Ketika sedang asyiknya menunaikan ibadah shalat tiba-tiba terdengar bunyi telpon genggam. Walau imam tak bosan-bosannya memberi himbauan kepada para jamaah untuk mematikan (off) seluruh alat komunikasi milik mereka ketika berada dalam masjid, namun terkadang masih tetap ada saja yang lupa mematikannya.
Rupanya tidak untuk saat ini, karena jamaah yang bersangkutan sepertinya sengaja membiarkan telpon genggamnya tetap menyala selama dia berada di dalam masjid. Awalnya para jamaah mengira, dia akan mematikan atau setidaknya membiarkan sampai telponnya tersebut berhenti berdering. Rupanya tidak, dia berhenti shalat dan menjawab panggilan tersebut.
Alangkah herannya karena yang bersangkutan tidak pergi ke luar untuk menjawab panggilan telponnya melainkan tetap berada di dalam masjid hanya saja dia pergi agak ke belakang arah yang lebih dekat ke jamaah perempuan. Tentunya suaranya masih terdengar oleh jamaah lain yang sedang menunaikan ibadah Shalat Zuhur. Ketika shalat, biasanya surau atau masjid berada dalam keadaan sunyi, tentunya suara yang dibuat sekecil apapun akan terdengar oleh para jamaah. Setelah menyelesaikan percakapannya, orang yang bersangkutan tanpa ada rasa bersalah atau segan, kembali shalat. Sebelumnya dia sudah masbuq, dan sekarang tentunya dia sudah tertinggal lebih banyak raka’at shalat.

Sabtu, 05 November 2011

Lambaian dari masa dahulu II


Tulisan ini merupakan lanjutand dari tulisan edisi sebelumnya. Masih dimuat di surat kabar Soeara Boemi Poetera. 

7 Februoeari 1926

Sebagai verslag[1] dari kita punya dienstreis[2], di bawah ini dilukiskan pendengaran-pendengaran yang kira-kira boleh juga menyenangkan telinga.
1
Tuan
:
Kenapa kwee[3] datang telaat?
Engku
:
Kalau kwee datang telat, barangkali tuan sudah lapar, saya boleh tolong liat-liat dipintu, dan kalau kwee sudah datang saja boleh panggil buat tuan.[4]
Tuan
:
Nee...!! Saya tidak mau makan tetapi kwee (dengan menunjuk kepada engku) kenapa datang telat kerja?
Engku
:
O.. tuan mau bilang diri saya!? Tentu saya salah mengerti, kerna itu perkataan kwee bukan perkataan Melayu, tetapi itu cara tangsi. Lain kali tuan boleh panggil “engku” atau saya punya pangkat.
Tuan
:
Ya, saya tidak begitu bisa cara Melayu.
Engku
:
Tuan mesti ajar sedikit-sedikit, sebab tuan tinggal di Negeri Melayu.
Tuan
:
Nou!............!!!

2
Tuan
:
Kenapa waang tidak bikin kelar itu kerja?
Engku
:
Tuan! Saya sudah berpangkat penghulu dan sudah bergelar Datuk. Kurang baik kalau Tuan panggil waang di muka orang banyak.
Tuan
:
Ya, banyak susah sama orang Melayu.[5] Lihat adat orang Belanda, sedang satu anak boleh panggil jij[6] kepada Bapaknya. Gampang Bukan?
Engku
:
Kalau orang Melayu, satu anak panggil jij kepada Bapaknya, tentu anak itu masuk neraka hidup-hidup.
Tuan
:
Jadi apa saya musti panggil waang?
Engku
:
Jangan tuan ulang juga. Kalau tuan mau panggil saya, boleh sebut saya punya gelar, atau pangkat. Tuan lihat di hoofdbereau[7] S.S Padang, di sana tuan-tuan sampai mengerti Adat Melayu, kalau gelar orang Datuk dipanggil Datuk, kalau Sutan dipanggil Sutan, atau sekurang-kurangnya perkataan “engku”. Manis bukan?
Tuan
:
Jooahh!!

3
Tuan
:
Hei! Hei! (sekali lagi) Hei!
Engku
:
............ (diam saja)
Tuan
:
Hei! Hei! Apa tidak dengar?
Engku
:
Ya, saya dengar, tetapi itu “hei” bukan saya punya nama.
Tuan
:
Ach.. banyak cincong, toch dalam dienst (layanan).
Engku
:
Betul dalam dienst, tetapi pakai adat juga.





[1] Laporan
[2] Misi
[3] Bahasa Cina, artinya kamu
[4] Si Engku mengira, kalau yang dimaksudkan oleh si Tuan ialah kue.
[5] Dimasa kolonial, selain disebut dengan sebutan Orang Minangkabau secara resmi, suku bangsa Minang lebih dikenal dengan sebutan Orang Melayu.
[6] Kamu
[7] Markas Besar

Sabtu, 29 Oktober 2011

Dari Koran Lama



Soeara Boemi Poetera.S.S
Tahun ke II

 21 Janoeari 1926


Satu hal yang tidak salah kalau dikatakan ajaib, baru ini telah  terjadi, yalah seorang tukang kebon nama Amat yang bekerja tiap hari membersihkan pekarangan sekolah M.u.l.o di Padang, waktu pada satu hari orang akan mengadakan examen[1] buat kleinambtenaar, tukang kebun si Amat itu mintak permisi kepada induk semangnya lamanya tiga hari tersebab satu urusan.

Tetapi apakah sudah terjadi?
Kiranya dalam kumpulan candidaat-candidaat yang akan membikin kleinambtenaarsexamen itu kedapatan si Amat Tukang Kebon, sehingga menjadi suatu keheranan amat besar sekali kepada tuan Directeur dari sekolah M.u.l.o kerna sebegitu lama si kebun dikenal oleh tuan tersebut , belum pernah ia berbicara dalam bahasa Belanda dengan siapa juga dan walaupun barang sepatah.

Kesudahan examen itu ia telah maju dengan selamat  dengan cijfers[2] 6 (voldoende[3]). Sedang kebanyakan orang yang lain mendapat 5.

Lambaian dari masa dahulu


Tanggal 26 sampai 28 Oktober tahun 2011 tepatnya hari Arba’a hingga hari Jum’at saya dan  seorang kawan bernama Ronal yang merupakan satu kantor dengan ku, mengadakan penelitian di PDIKM Padang Panjang. Tujuan kami ialah guna mencari arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan Kota Sawahlunto. PDIKM merupakan kependekan dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Di tempat ini, berbagai macam arsip tersimpan, ada yang berasal dari zaman Kolonial hingga masa sekarang.

Sembari mencari-cari arsip, tak sengaja rupanya saya menemukan beberapa arsip yang berasal dari koran lama. Membaca bacaan tempo dulu apakah itu koran, dokumen, atau arsip berbahasa Melayu amatlah menyejukkan hati, setidaknya bagi diri penulis sendiri. Hal ini karena penulis merupakan salah seorang penyuka sastera lama, utama sekali angkatan Balaipustaka. Bagi orang masa kini membaca bacaan masa lama merupakan suatu hal yang membosankan, adakalanya mereka menertawakan ragam bahasanya karena menurut pendapat mereka masa sekarang, gaya bahasa orang zaman dulu amatlah lucu. Namun yang membuat sedih kadang kala mereka menertawakan sambil mencemooh.

Bagi kita penyuka sastra Melayu tentunya sering merenungi, bahwa bahasa orang zaman lampau amatlah halusnya, indah terdengar, dan menentramkan jiwa. Bahasa orang zaman sekarang sungguh kering, kasar, dan blak-blakan. Tentunya kita sangat faham bahwa ada yang hilang dari diri kita zaman sekarang. Yang hilang itu ialah rasa/raso, orang zaman dahulu bertindak dan berucap berdasarkan hati, ditimbang baik-buruk, apakah sesuai dengan adat atau tidak, apakah tersinggung orang atau tidak, apakah kasar atau tidak jika diucapkan? Sangat berlainan sekali dengan adat orang zaman sekarang.

Itulah kiranya yang membuat saya hendak memuat salah satu petikan kisah dari zaman dahulu yang dimuat dalam sebuah koran yang bernama Soeara Boemi Putera.S.S yang terbit di Bandar Padang pada tahun 1926. Aslinya koran ini memakai ejaan lama, namun karena banyak diantara generasi masa sekarang yang tak faham cara membaca ejaan lama, maka penulis dalam hal ini mengambil kebijaksanaan untuk menggunakan ejaan yang dapat difahami.

Dikarenakan panjangnya karangan yang hendak dimuat maka dalam hal ini kami terpaksa menerbitkannya dalam kesempatan yang berbeda. Mohon pembaca memaklumi,..

Selamat menikmati...

Kamis, 22 September 2011

Yang Hilang dari Sumatera Barat


Jejak Mak Itam di Bukittinggi


Tahukah engkau foto apa itu kawan? Ah, aku tak tahu namanya, yang aku tahu foto tersebut merupakan foto dari salah satu alat pengantur lalu lintas bagi kereta api. Foto ini ku ambil di Tanjuang Alam, sebuah kampung yang terletak di Jalan Raya Bukittnggi-Payakumbuh, sekitar delapan kilometer dari Bukittinggi.
 
Sedih sekali kawan, karena keadaan jalur kereta api disini sudah lama tak terawat, ditumbuhi semak belukar. Kalau tak salah ingat, ketika aku masih kecil jalur-jalur kereta api sepanjang Payakumbuh-Bukittinggi dan Bukittinggi-Padang Panjang tidak pernah dilalui oleh kereta api. Kecuali jalur-jalur di Lembah Anai yang menuju Padang, jalur ini dilewati oleh kereta pengangkut batubara. Jika kereta lewat selalu ku pandangi hingga tak terlihat lagi, tak jarang orangtua ku membangunkan ku jika aku tertidur di atas mobil. Ketika itu, kereta api bagi ku merupakan sesuatu yang unik, menarik, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

Rabu, 14 September 2011

Bukik Tinggi-Luhak Agam


Bukik Tinggi Koto Rang Agam

Bukittinggi adalah kota kelahiran ku, walau nyatanya rumah ku berada di luar wilayah administratif kota ini. Aku berasal dari salah satu nagari yang merupakan wilayah administratif dari Kabupaten Agam. Sedangkan Bukittinggi berada 12 Km dari kampung ku, Bukittinggi merupakan kota kecil yang saat ini terus berkembang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang aku lupa nomornya, wilayah kota ini seharusnya sudah diperluas, seperti layaknya Kota Sawahlunto. Namun hingga kini perluasan tersebut masih terhalang karena ditentang oleh rakyat yang nagari mereka hendak dimasukkan ke dalam wilayah kota ini. Entah apa penyebab penolakan mereka, aku hanya mendengar kabar angin yang aku ragukan kebenarannya, makanya tak dapat aku sebutkan disini.
Sumber Foto: Internet

Bukik Tinggi Koto Rang Agam, begitulah bunyi sepenggal sair lagu Elly Kasim, penyanyi kebanggan Rang Minang. Makna lagunya sungguh menggambarkan realitas yang ada di daerah kami. Secara administratif Bukittinggi dan Agam merupakan wilayah Tingkat Dua yang berbeda dan sejajar namun secara sosial-budaya kedua daerah ini sebenarnya satu. Wilayah Kabupaten Agam sekarang, sebagian besar merupakan wilayah dari Luhak Agam, kecuali Tiku[1] dan beberapa daerah lainnya yang terletak arah ke Lubukbasung. Sedangkan Bukittinggi yang dulunya bernama Pasa Kurai[2] merupakan bagian dari Luhak Agam. Makanya orang Bukittinggi juga disebut orang Agam karena secara kultural Bukittinggi merupakan bagian dari Luhak Agam, salah satu dari tiga Luhak yang diyakini sebagai daerah asal orang Minangkabau. Aku teringat tulisan Bung Hatta diawal Memoirnya, kira-kira begini bunyi kutipannya:

Senin, 12 September 2011

Nasehat dari Sang Panglima


Wasiat Sulthan Muhammad Al-Fatih Kepada Anaknya. 



Seketika, saya terharu membaca beberapa helaian yang mencatat isi sebahagian wasiat dan nasihat Sulthan Muhammad Al-Fatih kepada anaknya ketika beliau di ambang kematian. Terasa seolah-olah Al-Fatih sedang berbicara di hadapan saya.Cukup menyentuh, memberi kesan serta muhasabah buat mereka yang bergelar pimpinan.


Beliau Berkata:



-Jadilah seorang yang adil, shaleh, dan penyayang.



-Pemudahkan (jangan menyusahkan) atas pemeliharaanmu (terhadap sesuatu urusan) tanpa ada diskriminasi.



-Beramallah untuk menyebarkan agama Islam, kerana itu adalah kewajiban pemimpin di atas muka bumi.



-Utamakan perkara-perkara agama di atas segala sesuatu, dan jangan kamu hilangkan ketabahan ( untuk melaksanakannya ).


Minggu, 21 Agustus 2011

Di Jalan Tempat Pedagang Wangi-wangian


Seorang pengais sampah, yang sedang berjalan-jalan di tempat              
orang   berjualan    wangi-wangian,    tiba-tiba    terjatuh              
seakan-akan   mati.   Orang-orang  berusaha  menghidupkannya              
kembali  dengan  bau-bauan  wangi,  namun  keadaannya  malah              
semakin parah.                                                            
                                                                         
Akhirnya seorang bekas pengorek sampah datang; ia mengetahui              

keadaan itu. Ia mendekatkan sesuatu  yang  berbau  busuk  di              
hidung orang itu, yang segera saja segar kembali, teriaknya,              
"Nah, ini dia wangi-wangian!"

Senin, 08 Agustus 2011

Batas Dogma


Pada  suatu hari, Sultan Mahmud yang Agung berada dijalan di
Ghazna,  ibu  kota  negerinya.   Dilihatnya   seorang   kuli
mengangkut  beban  berat, yakni sebungkah batu yang didukung
di punggungnya.  Karena  rasa  kasihan  terhadap  kuli  itu,
Mahmud tidak bisa menahan perasaannya, katanya memerintah:

"Jatuhkan batu itu, kuli."

Perintah  itupun langsung dilaksanakan. Batu tersebut berada
di tengah jalan, merupakan gangguan bagi siapapun yang ingin
lewat,   bertahun-tahun  lamanya.  Akhirnya  sejumlah  warga
memohon raja agar memerintahkan orang memindahkan batu itu.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Ummu Salmah Radhiallahu 'Anha


Lembaran sejarah hijrah Ummat Islam ke Madinah, barangkali tidak bisa melupakan torehan tinta seorang ibu dengan putrinya yang masih balita.

Keduanya, hanya dengan mengendarai unta dan tidak ada seorang lelakipun yang menemaninya, meski kemudian ditengah jalan ada orang yang iba dan kemudian mengantarnya, berani menembus kegelapan malam, melewati teriknya siang dan melawan ganasnya padang sahara, mengarungi perjalanan yang amat panjang dan melelahkan, kurang lebih 400 km. Dialah Salamah dan ibunya, Hindun bin Abi Umayyah atau sejarah lebih sering menyebutnya dengan Ummu Salamah.

Kamis, 04 Agustus 2011

Wasiat Nabi SAW


Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Dalam sebuah kesempatan sahabat Abu Dzar a-Ghifffari r.a pernah bercakap-cakap dalam waktu yang cukup lama dengan Rasulullah S.a.w. Diantara isi percakapan tersebut adalah wasiat beliau kepadanya. Berikut petikannya ;
Aku berkata kepada Nabi S.a.w, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan." "Ya Rasulullah, tambahkanlah." pintaku.
"Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit."
"Ya Rasulullah, tambahkanlah." kataku.
"Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah."
"Lagi ya Rasulullah."
"Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku."
"Lagi ya Rasulullah."
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka."
"Tambahilah lagi."
"Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya."
"Tambahlah lagi untukku."
"Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."

Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau. Wallahu A`lam. 

Sabtu, 31 Desember 2011

Rabu, 28 Desember 2011

Tahun Baru Kalender Gregorian



Perayaan Pergantian Tahun Matahari 




Sudah menjadi kebiasaan yang lazim di negara ini bahwa setiap pergantian tahun merupakan momen yang selalu dinanti. Begadang hingga tengah malam menjadi saksi bergantinnya tahun. Beragam bentuk atau ritual yang dilakukan dalam rangka menyambut tahun baru. Mulai dari pesta, apakah itu pesta kecil yang dihadiri keluarga, kenalan, serta handai-taulan. Sampai ke pesta-pesta besar di pub, dikotek, klub malam, kafe, hotel, gedung pertemuan, pusat perbelanjaan, ataupun di stasiun-stasiun TV yang menayangkan secara langsung momen pergantian tahun. Adapula yang memilih untuk pergi mendaki ke puncak gunung. Ritual yang satu ini boleh dikatakan hampir merata di seluruh pelosok Indonesia. Di setiap puncak-puncak gunung yang ada di Indonesia dikibarkan bendera merah putih. Inilah wujud dari rasa nasionalis yang ditunjukkan oleh beberapa orang generasi muda Indonesia.


Sumber Foto: Internet 


Namun ada juga yang melakukan hal lain, seperti selain mengadakan atau mengikuti pesta mereka akan menghabiskan malam dengan kekasih mereka. Tak jarang hubungan semacam ini akan berakhir dengan kelakuan terlarang (yang merupakan bentuk lain dari hubungan di atas ranjang, dapat juga beralas koran, atau tanah dilapangan terbuka. Dapat bermacam-macam alas yang dipakai, atau bahkan tidak beralas). Tentunya minuman alkohol sudah menjadi kebutuhan primer di moment penting semacam ini. Bahkan ada yang ditemani dengan obat-obatan terlarang. Ada pula yang mengunjungi tempat-tempat wisata semacam tepi pantai yang merupakan salah satu lokasi favorit untuk menghabiskan malam tahun baru. Apalagi jika didampingi oleh sang kekasih.

Hampir setiap tahun orang-orang saling bertanya “Kemana tahun baru kemarin?” atau “Menghabiskan malam tahun baru dimana?”. Suatu pertanyaan yang menunjukkan perhatian dan kepedulian. Namun sesungguhnya merupakan wujud dari ketidak-tahuan dari hakekat tahun baru itu sendiri. 

Pernahkah kita bertanya kenapa tahun baru dirayakan? Kenapa  satu Januari yang dijadikan awal mula tahun? Kenapa begini dan kenapa begitu?

Tidak..! Sebagian besar dari kita menerima begitu saja. Menerima tanpa mempertanyakan, begitulah generasi sekarang. Bukan..bukan menerima, melainkan meniru, mencontoh, atau latah kata orang Jakarta. Tidak ada proses berfikir dalam hal ini, yang ada ialah perasaan keren dan up to date jika kita ikut merayakan, merayakan perayaan yang dirayakan oleh kelompok sosial tertentu, komunitas tertentu, atau penganut kebudayaan tertentu. Hal ini terjadi karena kita kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, atau minder kata anak-anak gaul Jakarta. Kita selalu menganggap kecil diri sendiri, sehingga sering merasa malu dengan kebudayaan kita, yang merupakan identitas kita sebagai sebuah bangsa.

Sekarang, marilah kita menengok kembali sejarah penetapan tahun baru masehi. Sebenarnya tidak tepat juga jika kita sebut sebagai tahun Masehi. Karena tahun Masehi merujuk kepada kelahiran Yesus. Sedangkan dikalangan sejarawan masih muncul keraguan apakah benar Yesus lahir pada  bulan dan tahun yang diyakini tersebut.

Selasa, 27 Desember 2011

Kekayaan yang Membawa Petaka


Mimpi Indah Memajukan Negeri
Uang(Investor) Bukanlah Segalanya


Belum habis cerita mengenai Mesuji di Lampung, belum kering air mata yang mengalir atas nyawa yang melayang, belum terbalas perbuatan keji yang diderita oleh rakyat tak berdaya. Namun beberapa hari yang lalu muncul berita baru, berita yang tak kalah menyedihkannya dengan yang di Lampung.

Tempat kejadiannya berada di daerah bagian timur dari Republik ini, daerah yang kaya akan sumber daya alam namun miskin dalam kehidupan masyarakatnya. Faktor pemicunya sama dengan yang di Lampung yakni uang, uang, dan uang yang berwujud kepada investor yang memiliki perusahaan-perusahaan besar. Nusa Tenggara Barat nama provinsinya dan negeri yang bernama  Lambu, Sape dan Langgudu yang manjadi saksi penderitaan rakyatnya. Negeri seluas 14.318 Ha begitu memikat bagi Abdi Uang karena negerinya menyimpan kandungan emas.

Rakyatnya hanya bekerja sebagai nelayan dan petani, mereka memiliki pelabuhan di Sape yang menjadi pusat tragedi. Pada tahun 2008 sebuah perusahaan datang dengan membawa tawaran investasi kepada pemerintahannya. Ditanda tangani kontrak selama 25 tahun untuk penambangan emas. Kemudian pada tahun 2010 kontraknya diperbaharui oleh Pemda Bima dengan mengeluarkan Surat IUP bernomor 188/45/357/004/2010.

Jumat, 23 Desember 2011

Hari Ibu???


Asal Usul Hari Ibu


Pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai “Hari Ibu” di Indonesia. Walau tidak ditetapkan sebagai hari libur nasional, peringatan hari ibu ini cukup semarak. Apalagi ditengah-tengah zaman “jejaring sosial” seperti saat ini. Ribuan status mengucapkan selamat hari ibu, beberapa pusat perbelanjaan di beberapakota di Indonesia menyemarakkan hari ibu dengan membagikan aneka kue sebagai wujud terimakasih kepada seorang ibu. Belum lagi para politisi sok akrab yang membuat spanduk mengucapkan selamat merayakan hari ibu.

Apakah kita tahu kenapa tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari ibu di Indonesia? Bagaimana pula asal mulanya peringatan atau perayaan ini? Dan kenapa pula kita mesti merayakannya?

Saya yakin banyak diantara kita yang tidak tahu kenapa sampai ada perayaan ini dan kenapa pula tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai tanggal keramat untuk perayaan hari ibu. Ya.. karena sebagian dari kita lebih suka ikut-ikutan tanpa mencari tahu makna dan tujuan dari suatu peristiwa, kegiatan, atau apapun itu namanya. Kita, terutama generasi muda akan merasa tertinggal dari generasi muda lainnya jika tidak merayakan hari yang di Barat populer dengan sebutan “Mother Day”. “tidak cool kalau tidak merayakannya” begitu kira-kira suara hati anak muda zaman sekarang.

Kamis, 22 Desember 2011

Lomba Blog Wisata Sejarah


Sawahlunto
Belanda Kecil di Daratan Tinggi Minangkabau


Penduduk Minangkabau mengenal Sawahlunto sebagai “Kota Baro”, baro merupakan  Bahasa Minangkabau dari “bara” yang mengacu kepada batubara. Batubara telah lama ditambang di Sawahlunto, karena bahan tambang inilah kota ini lahir. Orang-orang Belanda membangun kota ini disebabkan penemuan batubara yang diumumkan pada tahun 1870 oleh ahli pertambangan mereka. Insyinyur yang sangat berjasa dalam penemuan batubara ini ialah William Hendrik de Greve.

Pusat Kota Sawahlunto dilihat dari Ketinggian

Batubara memang bertuah, bagaimana tidak? Karena bahan tambang jenis ini sangat diperlukan oleh pasar dunia. Di abad ke-19 teknologi mesin uap merupakan primadona, untuk menggerakkan mesin-mesin ini digunakan batubara sebagai bahan bakar. Oleh karena itulah orang-orang Belanda begitu bersemangat mengeksploitasi daerah ini.

Banyak peninggalan orang-orang Belanda selama mendiami daerah ini. Utama sekali dipusat Kota Sawahlunto. Pusat kota terletak di suatu lembah yang dahulunya merupakan areal persawahan milik penduduk dari Nagari Kubang.[1] Lembah ini dialiri oleh sebuah sungai yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan Batang Lunto[2]. Lunto merupakan nama salah satu nagari di sekitar Sawahlunto yang daerahnya dilalui oleh aliran sungai ini. Karena sungai ini mengalir melewati nagari ini maka masyarakat setempat menamai sungai itu dengan nama Batang Lunto (Sungai Lunto).

Orang-orang Belanda memilih daerah ini sebagai pusat pemerintahan, Lembah Sugar namanya. Sekarang lebih dikenal dengan nama Lembah Segar yang pada saat ini menjadi nama salah satu kecamatan di kota ini. Dikelilingi oleh perbukitan dan dialiri oleh aliran sungai di dasar lembah. Tempat ini menjadi tempat yang cocok untuk mengembangkan pemerintahan. Selain itu di tempat ini juga ditemukan kandungan batubara. Loebang Tambang Soero yang pada saat sekarang ini menjadi salah satu objek wisata andalan di Sawahlunto merupakan lubang tambang pertama di Sawahlunto.

Pembangunan pertama yang dilakukan Belanda di lembah ini ialah pembangunan PLTU Kubang Serakuk yang berfungsi dalam rentang waktu 1894-1924. Merupakan PLTU pertama di Sumatera Barat. Sebelumnya, tepatnya dalam rentang waktu 1887-1894 telah mulai dibangun jalur kereta api menuju Emma Heven atau sekarang bernama Teluk Bayur. Pada saat sekarang ini bangunan PLTU tersebut sudah tidak ada, sekitar tahun 1950-an dibangun Masjid Agung dibekas bangunan PLTU tersebut. Walau bangunannya sudah tidak ada, namun cerobong  asap peninggalan zaman keemasan PLTU tersebut masih ada dan dijadikan menara adzan untuk Masjid Agung Nurul Iman. Di depan Masjid Agung Nurul Iman terdapat sebuah rumah yang dibangun tahun 1920, dahulunya merupakan kediaman Asisten Residen. Kini bangunan tersebut menjadi rumah dinas bagi Walikota Sawahlunto.

Kantor PT.BA-UPO
Di masa Belanda Merupakan Kantor Pusat Perusahaan Tambang Ombilin

Terdapat sebuah gedung yang hingga saat ini tetap menjadi Landmark Kota Sawahlunto. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1916 yang digunakan sebagai kantor bagi Perusahaan Pertambangan Ombilin. Gaya arsitekturnya khas kolonial dan hingga kini masih berfungsi sebagai bangunan kantor bagi perusahaan tambang yang sekarang telah beralih nama menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin (PT.BA-UPO).

Minggu, 18 Desember 2011

Rumah Gadang, tinggal kenangan...







Ini merupakan foto salah satu Rumah Gadang yang masih ada di beberapa nagari di Minangkabau. Pada saat sekarang ini, rumah gadang sudah menjadi barang langka di Minangkabau. Banyak pelancong yang kecewa karena tidak berhasil menemukan nagari yang ramai dengan rumah bagonjongnya.

Gambar di samping merupakan gambar salah sati jenis rumah gadang di Minangkabau. Dari gaya arsitekturnya dapat dilihat kalau rumah ini bertipe Kelarasan Bodi Chaniago. hal ini dapat dilihat dari bentuk atap pada masing-masing sisi samping gonjong.

Rumah ini tidak berukir, hal ini karena pada masa dahulu hanya orang-orang beruanglah yang sanggup mengupah tukang ukir untuk mengukir rumahnya. Sehingga rumah berukir di sebagian besar nagari di Minangkabau merupakan sebagai tanda kekayaan yang dimiliki suatu keluarga. Namun hal ini tidak berlaku di semua nagari di Minangkabau. Salah satu nagari di Kubung Tigo Baleh yakni di Nagari Selayo yang berbatasan langsung dengan Kota Solok, kebanyakan rumah gadangnya memiliki ukir. Menurut salah seorang penduduk di sana, memang sudah lazim di nagarinya hal yang demikian.

Sebentar lagi rumah gadang seperti yang terlihat pada gambar akan segera punah dari Minangkabau. Digantikan oleh rumah-rumah dari susunan bata dan semen, tak berkolong, bahkan ada yang sama tinggi dengan halaman. Hilanglah salah satu ciri Kebudayaan Minangkabau. Kenapa demikian? Karena pada rumah gadang tidak hanya terdapat ciri dari arsitektur tradisional Minangkabau akan tetapi juga padanya falsafah hidup dari si penghuni. Falsafah hidup yang amat dalam nilai dan maknanya. Falsafah Hidup yang hampir semua orang Minangkabau telah tinggalkan.

Sabtu, 17 Desember 2011

"Belajarlah dari pengalaman orang lain" Saidina Ali


 Kasus Mesuji
Contoh Bagi Sumatera Barat

Sudah beberapa hari ini pemberitaan di negara ini diramaikan oleh kasus pembantaian yang di duga terjadi di sebuah daerah di pedalaman Pulau Sumatera. Sangat aneh sekali mendengar kata “pembantaian” karena kata ini biasanya digunakan pada kondisi tertentu seperti di tengah kancah peperangan, pertikaian dua negara atau rezim, ataupun agresi dari negara yang kuat terhadap negara yang lemah. Lalu kenapa hal semacam ini dapat terjadi di Indonesia yang katanya negara merdeka, menganut paham kebebasan, pluralisme dalam segala hal, serta pada saat sekarang sedang tidak dalam kondisi perang? Apa gerangan yang terjadi pada negara ini?

Alkisah di negara ini ada suatu daerah yang bernama Mesuji (ketika pertama kali mendengar nama ini, aku pikir ini nama suatu daerah di Negeri Para Samurai-Jepang). Daerah ini terletak di perbatasan dua propinsi di Pulau Sumatera, yakni Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Lampung. Konon kabarnya daerah Mesuji masuk ke dalam wilayah administratif dua propinsi ini. Sehingga ada dua daerah Mesuji yakni Mesuji-Lampung dan Mesuji-Sumsel. Kedua daerah ini hanya dipisahkan oleh sebuah sungai.

Daerah ini merupakan daerah terisolir, minim pembangunan. Konon kabarnya semenjak tahun 2003 sudah ada sebuah perusahaan perkebunan dari negara tetangga yang dipimpin oleh seseorang yang bernama Benny Sutanto atau biasa disapa Abeng yang membuka lahan perkebunan di daerah ini.  Namun sayangnya hal ini mendapat penentangan dari penduduk. Maka konflik antar pengusaha dan rakyatpun pecah. Puncaknya ialah semenjak tahun 2009-2011 ini. Katanya sudah 30 nyawa yang menjadi korban. Dibantai bak hewan, sehingga banyak orang yang terguncang karena pernah menyaksikan salah satu anggota keluarganya dibantai. Hingga kini, pihak keamanan masih belum berkomentar, tidak mengiyakan, tidak pula menidakkan. “Hendak mencari perusuh yang menyerang perkebunan” katanya.

Kamis, 15 Desember 2011

Beda Politikus dengan Non Politik

Dari Kota Tambang ke Kota Wisata
Visi seorang Pemimpin


Tidak seorangpun yang akan menyangka, bahkan penduduk Sawahlunto sekalipun. Bahwa kota mereka yang berada diambang pesimisme berhasil kembali bergairah gerak kehidupannya. Siapa gerangan yang akan mengira, bahwa kota yang selama ini mengandalkan batubara sebagai andalan utama dalam menggerak segenap kehidupan warganya akan berubah haluan.

Kota ini pernah mengalamai sakaratul maut, bagaimana tidak. Batubara yang lebih selama satu abad ditambang di kota ini telah begitu menyatu dengan warganya. Menjalar menjadi urat nadi di kehidupan warga kota ini. Karena batubara kota ini lahir, karena batubara kota ini hidup, akankah karena batubara jua kota ini mati?


Telah banyak yang pindah dari kota ini begitu produksi batubara mengalami penurunan. Menjual segenap harta benda yang dimiliki dan pindah ke daerah lain guna memulai lembaran baru. Namun segala berubah. Berubah hanya karena satu orang, ya..cukup satu orang untuk mengubah segalanya.

Tahun 2003 merupakan titik balik dari ini semua, pada tahun ini kereta api berhenti merayap di Sumatera Barat. Selama ini, jalur kereta api hanya dilalui oleh kereta pengangkut batubara dari Sawahlunto ke Telukbayur, lain tidak. Telah lama jalur kereta api di tempat lain di Sumatera Barat tidak digunakan. Kereta sebagai pengangkut manusia telah tiada, yang ada hanya kereta pengangkut baro (batubara).

Pada tahun inipula Kota Sawahlunto dipimpin oleh orang baru, orang dengan visi baru,dan dengan ide baru. Talawi kampungnya, Sawahlunto kotanya. Namanya Amran Nur, seorang insyinyur teknik tamatan ITB. Entah apa yang ada dibenaknya, yang jelas sekarang dia yang menjadi pemimpin di Sawahlunto. Kata orang dia pemarah, mejapun bisa terbang jika dipukulnya, jika seorang pejabat kena panggil ke kantor balaikota alamat badan tak selamat, menggillah badannya, mengalirlah keringat dingin disekujur tubuhnya.

Rabu, 07 Desember 2011

Feminisme di Minangkabau


Sumando Kacang Miang


Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perampuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya. Sedangkan ideologi gender adalah segala sesuatu aturan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui pembentukan identitas feminis dan maskulin. Melalui cara pandang seperti ini para feminis berusaha mengubah konstruksi budaya yang telah lama berlaku di masyarakat Indonesia (terutama Minangkabau) mengenai perempuan. Bahwa perempuan itu harus lemah lembut, penurut, setia, selalu tinggal dirumah, bekerja didapur dan dengan sabar menunggu suami pulang kerja, serta mengurus suami dan anak-anak. Menurut mereka laki-laki dan perempuan diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dan tidak sepatutnya kaum perempuan dibatasi fungsi dan peranannya pada satu bidang saja yakni bidang domestik (rumah tangga).

Sumber Foto: Internet

Bagi mereka(feminis) yang dimaksudkan dengan kodrat bagi perempuan ialah hamil, melahirkan, menyusui, datang bulan/haid, serta memiliki beberapa bagian tubuh yang berbeda dari laki-laki. Kodrat bagi mereka tidak mengurangi atau menghambat dalam melakukan aktifitas karena menurut mereka antara laki-laki dan perempuan memiliki fungsi dan peranan yang sama. Jadi dalam hal ini mereka menuntut keadilan (kesetaraan gender) bagi perempuan, menuntut untuk diberi kesempatan, peranan, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki.

Kita tidak perlu menggunakan dalil-dalil agama dan adat dalam persoalan ini, saya akan mengajak anda untuk menggunakan logika sederhana. Kita tentunya pernah mendengar mengenai teori “keseimbangan” yakni kaya-miskin, tua-muda, kuat-lemah, siang-malam atau yin dan yang dalam kebudayaan Cina, ada juga yang mengatakan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas ialah berpasangan. Sekarang apa jadinya jika semua orang menjadi kaya atau semuanya jadi orang miskin, atau orang-orang yang mediami bumi ini berumur tua atau muda kesemuanya, atau dihuni oleh orang-orang kuat saja atau sebaliknya, akankah ada kehidupan di bumi ini? Kehidupan di dunia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan memelihara keseimbangan, dimana salah satunya ialah saling mengisi dalam kekurangan.

Minggu, 27 November 2011

Sejarah 1 Muharam


Satu Muharam
Sisi lain Sejarah Satu Muharam



Seiring dengan masuknya waktu magrib pada hari Sabtu tanggal 30 Zulhijjah 1432 H yang bertepatan dengan 26 November 2011 maka resmilah umat muslim memasuki bulan Muharram 1433 H. Tentunya ada yang heran kenapa bukan pada pukul 12 tengah malam seperti layaknya tahun baru masehi. Memang, dalam metode penghitungan penanggalan Muslim, berakhirnya suatu bulan akan ditandai dengan nampaknya hilal di langit senja. Metode yang mana dilakukan oleh MUI ketika hendak menentukan awal dan akhir Ramadhan. Sebenarnya hal tersebut tidak berlaku hanya pada penentuan bulan Ramadhan saja, melainkan pada setiap bulan pada kalender Islam.

Sumber foto: Internet 

Entah telah berapa Muharram yang kita lewati. Kita selalu merayakannya, ceramah-ceramah di masjid-masjid ataupun pidato dari pejabat resmi pemerintah selalu menyinggung tentang Hijrahnya nabi kita dari kampungnya Mekkah ke Madinah al Mukarramah. Penyebabnya ialah kekejaman kaum kafir Quraisy, berbagai tekanan yang dihadapi oleh umat muslim ketika itu, dan lain sebagainya. Atau tentang makna hijrah itu sendiri, yang tidak selalu makna hijrah secara fisik akan tetapi juga bathin. Dari pribadi yang kurang religius menjadi pribadi yang religius, begitulah kira-kira.

Namun pernahkah kita diberitahu, kenapa tanggal satu Muharram dijadikan sebagai awal tahun Islam, kenapa kiranya hingga Hijrahnya nabi dijadikan patokan sebagai permulaan abad Islam, dan sejak kapan penanggalan hijriyah ini mulai dikenal, apakah semenjak zaman nabi atau sudah ada semenjak sebelum kenabian beliau?

Rabu, 23 November 2011

Dewasalah, grow up..


Sebuah Renungan
Atas Kekalahan Timnas Indonesia

Kekalahan yang diderita Timnas U-23 dari Malaysia pada pertandingan Final SEA Games pada Senin malam tanggal 21 November 2011 menyisakan duka yang menyakitkan bagi sebagian besar penyuka olahraga sepakbola tanah air. Bagaimana tidak, Timnas Malaysia merupakan musuh bebuyutan yang amat dibenci oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Kenapa demikian? untuk menjawab pertanyaan ini akan menghabiskan banyak huruf dan rangkaian kata. Sebut saja perseteruan mengenai masalah perbatasan kedua negara yang tak ada ujungnya. Belum lagi klaim dari Malaysia atas beberapa budaya daerah di Indonesia. Ada pula masalah TKI yang selalu membawa duka yang menyayat hati, dan lain sebagainya.

Pendek kata, ini merupakan masalah nasional yang menyangkut harga diri bangsa. Bagaimanapun juga kekalahan ini tidak dapat diterima. Terlalu menyakitkan untuk diderita, terlalu pahit untuk dijalani, dan terlalu memalukan untuk diakui. Begitu kira-kira anggapan sebagian besar penyuka sepakbola di negeri ini.

Namun lebih daripada itu, ada banyak aspek yang ikut terlibat di dalam permainan ini, apabila sudah menyangkut rival antar dua negara bertetangga ini. Yakni aspek politik, sosial, dan budaya. Akibatnya permainan ini tidak lagi murni permainan antar dua tim melainkan peperangan antar ego dua negara. Permainan yang mana masing-masing pendukung membawa dalam setiap dirinya, bara yang siap membakar kapan saja.

Kenapa tim Indonesia bisa kalah? Siapa pula yang patut dipersalahkan atas kekalahan ini? Cukupkah dukungan sporter fanatik[1] sebagai bahan bakar bagi pemain untuk melaju kencang menuju puncak kemenangan?

Kamis, 17 November 2011

Nyanyian dalam Islam


Nyanyian dalam Islam

Baru-baru ini salah seorang kawan bertanya, “bagaimana gerangan pandangan nyanyian terutama nyanyian Islami dalam agama kita. Bukankah hal tersebut sama namanya dengan menyerupai orang-orang kafir?”

 Lebih lanjut dia bercerita kalau semasa kuliah dulu pernah dia bertanya kepada salah seorang kawannya yang Kristiani, “apa gerangan isi nyanyian di gereja?” Si kawan menjelaskan “yang kami nyanyikan ialah puji-pujian kepada Tuhan”.

Beralaskan jawaban dari kawannya tersebut, maka kawan ku yang satu ini beranggapan nyanyian Islami dianggap menyerupai umat Kristiani dalam beribadah. Berdasarkan jawaban dari kawannya tersebut maka dia sendiri yakin nyanyian dalam Islam merusak akidah, dia sendiri lebih menyukai musik-musik non Islami semacam pop, jazz, ataupun musik klasik.

Mungkin banyak diantara kita yang berpandangan demikian, alangkah baiknya jika kita menengok sejenak Sejarah Perkembangan Peradaban Islam. Hampir setiap suku bangsa di dunia (termasuk kita di Ranah Melayu ini) memiliki tradisi sastra tertulis maupun lisan, sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada masa dahulu untuk mengubah sebuah sya’ir sebagai bentuk penghargaan tertinggi apakah itu kepada Tuhan, manusia yang dikagumi (seperti penguasa atau tokoh masyarakat), kekasih ataupun orang-orang yang dicintai, alam dan lingkungan tempat tinggal. Terkadang pula di sebagian masyarakat, para ahli sastra terutama penyair menduduki posisi terhormat dikalangan masyarakatnya.

Sebuah Pandangan terhadap Realitas Masa Kini


Tipu Daya Manusia


Sungguh aneh dunia zaman sekarang, saking anehnya aku tak tahu harus memulai tulisan ini dari mana. Bagaimana kalau ku awali saja dari salah satu percakapan ku dengan seorang kawan perihal salah satu grup “penghujat” di Facebook. Walau para pendukung dan pendiri dari grup ini menolak dengan keras kalau dikatakan bahwa mereka merupakan sekumpulan orang kurang kerjaan yang kerjanya mencari masalah dengan memperbincangkan hal-hal yang sensitif dalam kehidupan masyarakat. Namun tetap saja bagi ku mereka terlihat seperti sekelompok anak sekolah yang masih bau kencur yang belum tahu apa-apa mengenai kehidupan di dunia ini. Mencoba dengan idealisme sempit mereka berusaha melawan arus dengan mengangkat topik-topik yang sebenarnya tidak mereka pahami dengan baik.

Layaknya anak muda, mereka kasar, tak beretika, cepat marah, dan tidak ada sopan santun dalam berbicara dengan orang lain. Menganggap lawan bicara mereka bodoh dan patut diberi pencerahan. Padahal sebenarnya merekalah yang seharusnya diberi pencerahan. Namun pabila itu dilakukan kepada mereka maka akan menjadi senjata makan tuan bagi yang melakukannya. Mata mereka buta dan telinga mereka telah pekak, hati mereka telah lama mati. Mereka terlalu sombong dengan kehebatan cara berfikir mereka yang-menurut mereka-hasil dari pendidikan tinggi yang mereka peroleh.

Berpendapat tentunya boleh-boleh saja, di  zaman sekarang semua orang boleh mengeluarkan pendapat mereka. Sesuka mereka. Berbicara blak-blakan telah menjadi budaya di negeri ini. Hal itu dianggap baik karena merupakan tradisi keilmuan. Dosen saya dulu ketika masih kuliah pernah berkata “Bicara saja saudara, disini anda diperbolehkan berbicara sesuka anda, beda dengan dunia di luar sana.!” Tentunya kami menyambut dengan meriah ajakan tersebut, maka banyaklah kawan-kawan yang pada dasarnya masih belum tahu apa-apa berbicara mengenai ini dan itu. Kami diperkenalkan kepada ide-ide baru, pikiran-pikiran cemerlang, dan tradisi baru dalam usaha membenahi masyarakat di luar sana yang menurut para akademisi masih “jahiliyah”. Termasuk saya yang juga menjadi korban, berfikir sinis terhadap pemikiran yang selama ini telah mendominasi. Pada dasarnya ini baik, karena bagaimanapun juga sistim yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat pada saat sekarang ini merupakan buah pikir manusia juga, jadi wajar jika terdapat kelemahan disana-sini. Mungkin hal inilah yang mendorong para mahasiswa idealis untuk pergi berdemo, membela kepentingan rakyat, mengkritisi pemerintah, dan berusaha mendobrak kemapaman. Tidak ada yang salah, baik, sangat baik.

Tapi sayang, beribu sayang. Yang kita hadapi ialah manusia bukan benda tak bernyawa. Tiap manusia memiliki fikiran, pendapat yang berlainan. Seperti kata pepatah; rambut boleh sama hitam, namun fikiran tentunya berlainan. Yang tidak difahami oleh para idealis ini ialah menghadapi manusia tidaklah mudah. Kita tidak dapat berteriak-teriak di depan hidung mereka, lalu mereka mendengarkan, dan setelah itu mereka berubah seperti yang kita inginkan. Tidak, sekali lagi tidak. Bangunlah duhai orang-orang dungu, keluar dari cangkang kalian, keluar dari planet kalian yang bernama “idealis”. Ini dunia nyata, hidup tidak berjalan sesuai dengan apa yang ada di benak kalian.

Selasa, 15 November 2011

Kritislah terhadap berita


Rancangan untuk Indonesia yang Sekuler

Dewasa ini “orang-orang hebat” di Jakarta sering menyebut-nyebut perihal pluralisme dan multikulturalisme. Semua ini biasanya berujung pada kebebasan beragama. Isu ini muncul melihat gejolak ketidak nyamanan dikalangan anak bangsa yang cenderung/mudah terjerumus pada konflik yang berlatar belakang ras ataupun agama. Kita sendiri tidak pernah tahu bagaimana konflik ini bermula di masa moderen ini, hanya saja kita sudah mendengar dari media perihal konflik ini. Sungguh aneh dan menyedihkan karena seiring dengan konflik antar agama muncul, maka muncul pula isu pluralisme, liberalisme, sekularisme, dan multikulturalisme. Salah seorang aktivis Kontras ketika dimintai pendapatnya oleh media menyikapi kasus pengusiran jemaat gereja di Bogor beberapa minggu yang lalu mengungkapkan bahwa ada kepentingan politik yang terlibat di dalam konflik ini.

Hal inilah rupanya selama ini terasa namun begitu sukar untuk diungkapkan. Ya.. kepentingan politik, karena seperti yang kita ketahui, gerakan politik di Indonesia saat ini mengarah pada satu titik, yakni berusaha merubah ideologi negara ini menjadi berazas pada sekularisme. Dengan menjadikan Islam sebagai sasaran tembak. Namun mereka selalu berusaha menutupi gerak-gerik mereka dengan mengemukakan alasan gombal yakni “Pancasila” yang selama ini menjadi dasar negara. Lupa mereka tampaknya pada sila pertama.

Selasa, 08 November 2011

Beribadahlah dengan sungguh-sungguh


Beretikalah di dalam Masjid..

Suatu peristiwa yang aneh, kalau tidak boleh jika disebut mengesalkan terjadi suatu ketika pada saat menunaikan Shalat Zuhur di surau. Ketika sedang asyiknya menunaikan ibadah shalat tiba-tiba terdengar bunyi telpon genggam. Walau imam tak bosan-bosannya memberi himbauan kepada para jamaah untuk mematikan (off) seluruh alat komunikasi milik mereka ketika berada dalam masjid, namun terkadang masih tetap ada saja yang lupa mematikannya.
Rupanya tidak untuk saat ini, karena jamaah yang bersangkutan sepertinya sengaja membiarkan telpon genggamnya tetap menyala selama dia berada di dalam masjid. Awalnya para jamaah mengira, dia akan mematikan atau setidaknya membiarkan sampai telponnya tersebut berhenti berdering. Rupanya tidak, dia berhenti shalat dan menjawab panggilan tersebut.
Alangkah herannya karena yang bersangkutan tidak pergi ke luar untuk menjawab panggilan telponnya melainkan tetap berada di dalam masjid hanya saja dia pergi agak ke belakang arah yang lebih dekat ke jamaah perempuan. Tentunya suaranya masih terdengar oleh jamaah lain yang sedang menunaikan ibadah Shalat Zuhur. Ketika shalat, biasanya surau atau masjid berada dalam keadaan sunyi, tentunya suara yang dibuat sekecil apapun akan terdengar oleh para jamaah. Setelah menyelesaikan percakapannya, orang yang bersangkutan tanpa ada rasa bersalah atau segan, kembali shalat. Sebelumnya dia sudah masbuq, dan sekarang tentunya dia sudah tertinggal lebih banyak raka’at shalat.

Sabtu, 05 November 2011

Lambaian dari masa dahulu II


Tulisan ini merupakan lanjutand dari tulisan edisi sebelumnya. Masih dimuat di surat kabar Soeara Boemi Poetera. 

7 Februoeari 1926

Sebagai verslag[1] dari kita punya dienstreis[2], di bawah ini dilukiskan pendengaran-pendengaran yang kira-kira boleh juga menyenangkan telinga.
1
Tuan
:
Kenapa kwee[3] datang telaat?
Engku
:
Kalau kwee datang telat, barangkali tuan sudah lapar, saya boleh tolong liat-liat dipintu, dan kalau kwee sudah datang saja boleh panggil buat tuan.[4]
Tuan
:
Nee...!! Saya tidak mau makan tetapi kwee (dengan menunjuk kepada engku) kenapa datang telat kerja?
Engku
:
O.. tuan mau bilang diri saya!? Tentu saya salah mengerti, kerna itu perkataan kwee bukan perkataan Melayu, tetapi itu cara tangsi. Lain kali tuan boleh panggil “engku” atau saya punya pangkat.
Tuan
:
Ya, saya tidak begitu bisa cara Melayu.
Engku
:
Tuan mesti ajar sedikit-sedikit, sebab tuan tinggal di Negeri Melayu.
Tuan
:
Nou!............!!!

2
Tuan
:
Kenapa waang tidak bikin kelar itu kerja?
Engku
:
Tuan! Saya sudah berpangkat penghulu dan sudah bergelar Datuk. Kurang baik kalau Tuan panggil waang di muka orang banyak.
Tuan
:
Ya, banyak susah sama orang Melayu.[5] Lihat adat orang Belanda, sedang satu anak boleh panggil jij[6] kepada Bapaknya. Gampang Bukan?
Engku
:
Kalau orang Melayu, satu anak panggil jij kepada Bapaknya, tentu anak itu masuk neraka hidup-hidup.
Tuan
:
Jadi apa saya musti panggil waang?
Engku
:
Jangan tuan ulang juga. Kalau tuan mau panggil saya, boleh sebut saya punya gelar, atau pangkat. Tuan lihat di hoofdbereau[7] S.S Padang, di sana tuan-tuan sampai mengerti Adat Melayu, kalau gelar orang Datuk dipanggil Datuk, kalau Sutan dipanggil Sutan, atau sekurang-kurangnya perkataan “engku”. Manis bukan?
Tuan
:
Jooahh!!

3
Tuan
:
Hei! Hei! (sekali lagi) Hei!
Engku
:
............ (diam saja)
Tuan
:
Hei! Hei! Apa tidak dengar?
Engku
:
Ya, saya dengar, tetapi itu “hei” bukan saya punya nama.
Tuan
:
Ach.. banyak cincong, toch dalam dienst (layanan).
Engku
:
Betul dalam dienst, tetapi pakai adat juga.





[1] Laporan
[2] Misi
[3] Bahasa Cina, artinya kamu
[4] Si Engku mengira, kalau yang dimaksudkan oleh si Tuan ialah kue.
[5] Dimasa kolonial, selain disebut dengan sebutan Orang Minangkabau secara resmi, suku bangsa Minang lebih dikenal dengan sebutan Orang Melayu.
[6] Kamu
[7] Markas Besar

Sabtu, 29 Oktober 2011

Dari Koran Lama



Soeara Boemi Poetera.S.S
Tahun ke II

 21 Janoeari 1926


Satu hal yang tidak salah kalau dikatakan ajaib, baru ini telah  terjadi, yalah seorang tukang kebon nama Amat yang bekerja tiap hari membersihkan pekarangan sekolah M.u.l.o di Padang, waktu pada satu hari orang akan mengadakan examen[1] buat kleinambtenaar, tukang kebun si Amat itu mintak permisi kepada induk semangnya lamanya tiga hari tersebab satu urusan.

Tetapi apakah sudah terjadi?
Kiranya dalam kumpulan candidaat-candidaat yang akan membikin kleinambtenaarsexamen itu kedapatan si Amat Tukang Kebon, sehingga menjadi suatu keheranan amat besar sekali kepada tuan Directeur dari sekolah M.u.l.o kerna sebegitu lama si kebun dikenal oleh tuan tersebut , belum pernah ia berbicara dalam bahasa Belanda dengan siapa juga dan walaupun barang sepatah.

Kesudahan examen itu ia telah maju dengan selamat  dengan cijfers[2] 6 (voldoende[3]). Sedang kebanyakan orang yang lain mendapat 5.

Lambaian dari masa dahulu


Tanggal 26 sampai 28 Oktober tahun 2011 tepatnya hari Arba’a hingga hari Jum’at saya dan  seorang kawan bernama Ronal yang merupakan satu kantor dengan ku, mengadakan penelitian di PDIKM Padang Panjang. Tujuan kami ialah guna mencari arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan Kota Sawahlunto. PDIKM merupakan kependekan dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Di tempat ini, berbagai macam arsip tersimpan, ada yang berasal dari zaman Kolonial hingga masa sekarang.

Sembari mencari-cari arsip, tak sengaja rupanya saya menemukan beberapa arsip yang berasal dari koran lama. Membaca bacaan tempo dulu apakah itu koran, dokumen, atau arsip berbahasa Melayu amatlah menyejukkan hati, setidaknya bagi diri penulis sendiri. Hal ini karena penulis merupakan salah seorang penyuka sastera lama, utama sekali angkatan Balaipustaka. Bagi orang masa kini membaca bacaan masa lama merupakan suatu hal yang membosankan, adakalanya mereka menertawakan ragam bahasanya karena menurut pendapat mereka masa sekarang, gaya bahasa orang zaman dulu amatlah lucu. Namun yang membuat sedih kadang kala mereka menertawakan sambil mencemooh.

Bagi kita penyuka sastra Melayu tentunya sering merenungi, bahwa bahasa orang zaman lampau amatlah halusnya, indah terdengar, dan menentramkan jiwa. Bahasa orang zaman sekarang sungguh kering, kasar, dan blak-blakan. Tentunya kita sangat faham bahwa ada yang hilang dari diri kita zaman sekarang. Yang hilang itu ialah rasa/raso, orang zaman dahulu bertindak dan berucap berdasarkan hati, ditimbang baik-buruk, apakah sesuai dengan adat atau tidak, apakah tersinggung orang atau tidak, apakah kasar atau tidak jika diucapkan? Sangat berlainan sekali dengan adat orang zaman sekarang.

Itulah kiranya yang membuat saya hendak memuat salah satu petikan kisah dari zaman dahulu yang dimuat dalam sebuah koran yang bernama Soeara Boemi Putera.S.S yang terbit di Bandar Padang pada tahun 1926. Aslinya koran ini memakai ejaan lama, namun karena banyak diantara generasi masa sekarang yang tak faham cara membaca ejaan lama, maka penulis dalam hal ini mengambil kebijaksanaan untuk menggunakan ejaan yang dapat difahami.

Dikarenakan panjangnya karangan yang hendak dimuat maka dalam hal ini kami terpaksa menerbitkannya dalam kesempatan yang berbeda. Mohon pembaca memaklumi,..

Selamat menikmati...

Kamis, 22 September 2011

Yang Hilang dari Sumatera Barat


Jejak Mak Itam di Bukittinggi


Tahukah engkau foto apa itu kawan? Ah, aku tak tahu namanya, yang aku tahu foto tersebut merupakan foto dari salah satu alat pengantur lalu lintas bagi kereta api. Foto ini ku ambil di Tanjuang Alam, sebuah kampung yang terletak di Jalan Raya Bukittnggi-Payakumbuh, sekitar delapan kilometer dari Bukittinggi.
 
Sedih sekali kawan, karena keadaan jalur kereta api disini sudah lama tak terawat, ditumbuhi semak belukar. Kalau tak salah ingat, ketika aku masih kecil jalur-jalur kereta api sepanjang Payakumbuh-Bukittinggi dan Bukittinggi-Padang Panjang tidak pernah dilalui oleh kereta api. Kecuali jalur-jalur di Lembah Anai yang menuju Padang, jalur ini dilewati oleh kereta pengangkut batubara. Jika kereta lewat selalu ku pandangi hingga tak terlihat lagi, tak jarang orangtua ku membangunkan ku jika aku tertidur di atas mobil. Ketika itu, kereta api bagi ku merupakan sesuatu yang unik, menarik, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

Rabu, 14 September 2011

Bukik Tinggi-Luhak Agam


Bukik Tinggi Koto Rang Agam

Bukittinggi adalah kota kelahiran ku, walau nyatanya rumah ku berada di luar wilayah administratif kota ini. Aku berasal dari salah satu nagari yang merupakan wilayah administratif dari Kabupaten Agam. Sedangkan Bukittinggi berada 12 Km dari kampung ku, Bukittinggi merupakan kota kecil yang saat ini terus berkembang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang aku lupa nomornya, wilayah kota ini seharusnya sudah diperluas, seperti layaknya Kota Sawahlunto. Namun hingga kini perluasan tersebut masih terhalang karena ditentang oleh rakyat yang nagari mereka hendak dimasukkan ke dalam wilayah kota ini. Entah apa penyebab penolakan mereka, aku hanya mendengar kabar angin yang aku ragukan kebenarannya, makanya tak dapat aku sebutkan disini.
Sumber Foto: Internet

Bukik Tinggi Koto Rang Agam, begitulah bunyi sepenggal sair lagu Elly Kasim, penyanyi kebanggan Rang Minang. Makna lagunya sungguh menggambarkan realitas yang ada di daerah kami. Secara administratif Bukittinggi dan Agam merupakan wilayah Tingkat Dua yang berbeda dan sejajar namun secara sosial-budaya kedua daerah ini sebenarnya satu. Wilayah Kabupaten Agam sekarang, sebagian besar merupakan wilayah dari Luhak Agam, kecuali Tiku[1] dan beberapa daerah lainnya yang terletak arah ke Lubukbasung. Sedangkan Bukittinggi yang dulunya bernama Pasa Kurai[2] merupakan bagian dari Luhak Agam. Makanya orang Bukittinggi juga disebut orang Agam karena secara kultural Bukittinggi merupakan bagian dari Luhak Agam, salah satu dari tiga Luhak yang diyakini sebagai daerah asal orang Minangkabau. Aku teringat tulisan Bung Hatta diawal Memoirnya, kira-kira begini bunyi kutipannya:

Senin, 12 September 2011

Nasehat dari Sang Panglima


Wasiat Sulthan Muhammad Al-Fatih Kepada Anaknya. 



Seketika, saya terharu membaca beberapa helaian yang mencatat isi sebahagian wasiat dan nasihat Sulthan Muhammad Al-Fatih kepada anaknya ketika beliau di ambang kematian. Terasa seolah-olah Al-Fatih sedang berbicara di hadapan saya.Cukup menyentuh, memberi kesan serta muhasabah buat mereka yang bergelar pimpinan.


Beliau Berkata:



-Jadilah seorang yang adil, shaleh, dan penyayang.



-Pemudahkan (jangan menyusahkan) atas pemeliharaanmu (terhadap sesuatu urusan) tanpa ada diskriminasi.



-Beramallah untuk menyebarkan agama Islam, kerana itu adalah kewajiban pemimpin di atas muka bumi.



-Utamakan perkara-perkara agama di atas segala sesuatu, dan jangan kamu hilangkan ketabahan ( untuk melaksanakannya ).


Minggu, 21 Agustus 2011

Di Jalan Tempat Pedagang Wangi-wangian


Seorang pengais sampah, yang sedang berjalan-jalan di tempat              
orang   berjualan    wangi-wangian,    tiba-tiba    terjatuh              
seakan-akan   mati.   Orang-orang  berusaha  menghidupkannya              
kembali  dengan  bau-bauan  wangi,  namun  keadaannya  malah              
semakin parah.                                                            
                                                                         
Akhirnya seorang bekas pengorek sampah datang; ia mengetahui              

keadaan itu. Ia mendekatkan sesuatu  yang  berbau  busuk  di              
hidung orang itu, yang segera saja segar kembali, teriaknya,              
"Nah, ini dia wangi-wangian!"

Senin, 08 Agustus 2011

Batas Dogma


Pada  suatu hari, Sultan Mahmud yang Agung berada dijalan di
Ghazna,  ibu  kota  negerinya.   Dilihatnya   seorang   kuli
mengangkut  beban  berat, yakni sebungkah batu yang didukung
di punggungnya.  Karena  rasa  kasihan  terhadap  kuli  itu,
Mahmud tidak bisa menahan perasaannya, katanya memerintah:

"Jatuhkan batu itu, kuli."

Perintah  itupun langsung dilaksanakan. Batu tersebut berada
di tengah jalan, merupakan gangguan bagi siapapun yang ingin
lewat,   bertahun-tahun  lamanya.  Akhirnya  sejumlah  warga
memohon raja agar memerintahkan orang memindahkan batu itu.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Ummu Salmah Radhiallahu 'Anha


Lembaran sejarah hijrah Ummat Islam ke Madinah, barangkali tidak bisa melupakan torehan tinta seorang ibu dengan putrinya yang masih balita.

Keduanya, hanya dengan mengendarai unta dan tidak ada seorang lelakipun yang menemaninya, meski kemudian ditengah jalan ada orang yang iba dan kemudian mengantarnya, berani menembus kegelapan malam, melewati teriknya siang dan melawan ganasnya padang sahara, mengarungi perjalanan yang amat panjang dan melelahkan, kurang lebih 400 km. Dialah Salamah dan ibunya, Hindun bin Abi Umayyah atau sejarah lebih sering menyebutnya dengan Ummu Salamah.

Kamis, 04 Agustus 2011

Wasiat Nabi SAW


Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Dalam sebuah kesempatan sahabat Abu Dzar a-Ghifffari r.a pernah bercakap-cakap dalam waktu yang cukup lama dengan Rasulullah S.a.w. Diantara isi percakapan tersebut adalah wasiat beliau kepadanya. Berikut petikannya ;
Aku berkata kepada Nabi S.a.w, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan." "Ya Rasulullah, tambahkanlah." pintaku.
"Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit."
"Ya Rasulullah, tambahkanlah." kataku.
"Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah."
"Lagi ya Rasulullah."
"Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku."
"Lagi ya Rasulullah."
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka."
"Tambahilah lagi."
"Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya."
"Tambahlah lagi untukku."
"Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."

Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau. Wallahu A`lam.