Sabtu, 29 Oktober 2011

Dari Koran Lama



Soeara Boemi Poetera.S.S
Tahun ke II

 21 Janoeari 1926


Satu hal yang tidak salah kalau dikatakan ajaib, baru ini telah  terjadi, yalah seorang tukang kebon nama Amat yang bekerja tiap hari membersihkan pekarangan sekolah M.u.l.o di Padang, waktu pada satu hari orang akan mengadakan examen[1] buat kleinambtenaar, tukang kebun si Amat itu mintak permisi kepada induk semangnya lamanya tiga hari tersebab satu urusan.

Tetapi apakah sudah terjadi?
Kiranya dalam kumpulan candidaat-candidaat yang akan membikin kleinambtenaarsexamen itu kedapatan si Amat Tukang Kebon, sehingga menjadi suatu keheranan amat besar sekali kepada tuan Directeur dari sekolah M.u.l.o kerna sebegitu lama si kebun dikenal oleh tuan tersebut , belum pernah ia berbicara dalam bahasa Belanda dengan siapa juga dan walaupun barang sepatah.

Kesudahan examen itu ia telah maju dengan selamat  dengan cijfers[2] 6 (voldoende[3]). Sedang kebanyakan orang yang lain mendapat 5.

Lambaian dari masa dahulu


Tanggal 26 sampai 28 Oktober tahun 2011 tepatnya hari Arba’a hingga hari Jum’at saya dan  seorang kawan bernama Ronal yang merupakan satu kantor dengan ku, mengadakan penelitian di PDIKM Padang Panjang. Tujuan kami ialah guna mencari arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan Kota Sawahlunto. PDIKM merupakan kependekan dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Di tempat ini, berbagai macam arsip tersimpan, ada yang berasal dari zaman Kolonial hingga masa sekarang.

Sembari mencari-cari arsip, tak sengaja rupanya saya menemukan beberapa arsip yang berasal dari koran lama. Membaca bacaan tempo dulu apakah itu koran, dokumen, atau arsip berbahasa Melayu amatlah menyejukkan hati, setidaknya bagi diri penulis sendiri. Hal ini karena penulis merupakan salah seorang penyuka sastera lama, utama sekali angkatan Balaipustaka. Bagi orang masa kini membaca bacaan masa lama merupakan suatu hal yang membosankan, adakalanya mereka menertawakan ragam bahasanya karena menurut pendapat mereka masa sekarang, gaya bahasa orang zaman dulu amatlah lucu. Namun yang membuat sedih kadang kala mereka menertawakan sambil mencemooh.

Bagi kita penyuka sastra Melayu tentunya sering merenungi, bahwa bahasa orang zaman lampau amatlah halusnya, indah terdengar, dan menentramkan jiwa. Bahasa orang zaman sekarang sungguh kering, kasar, dan blak-blakan. Tentunya kita sangat faham bahwa ada yang hilang dari diri kita zaman sekarang. Yang hilang itu ialah rasa/raso, orang zaman dahulu bertindak dan berucap berdasarkan hati, ditimbang baik-buruk, apakah sesuai dengan adat atau tidak, apakah tersinggung orang atau tidak, apakah kasar atau tidak jika diucapkan? Sangat berlainan sekali dengan adat orang zaman sekarang.

Itulah kiranya yang membuat saya hendak memuat salah satu petikan kisah dari zaman dahulu yang dimuat dalam sebuah koran yang bernama Soeara Boemi Putera.S.S yang terbit di Bandar Padang pada tahun 1926. Aslinya koran ini memakai ejaan lama, namun karena banyak diantara generasi masa sekarang yang tak faham cara membaca ejaan lama, maka penulis dalam hal ini mengambil kebijaksanaan untuk menggunakan ejaan yang dapat difahami.

Dikarenakan panjangnya karangan yang hendak dimuat maka dalam hal ini kami terpaksa menerbitkannya dalam kesempatan yang berbeda. Mohon pembaca memaklumi,..

Selamat menikmati...

Sabtu, 29 Oktober 2011

Dari Koran Lama



Soeara Boemi Poetera.S.S
Tahun ke II

 21 Janoeari 1926


Satu hal yang tidak salah kalau dikatakan ajaib, baru ini telah  terjadi, yalah seorang tukang kebon nama Amat yang bekerja tiap hari membersihkan pekarangan sekolah M.u.l.o di Padang, waktu pada satu hari orang akan mengadakan examen[1] buat kleinambtenaar, tukang kebun si Amat itu mintak permisi kepada induk semangnya lamanya tiga hari tersebab satu urusan.

Tetapi apakah sudah terjadi?
Kiranya dalam kumpulan candidaat-candidaat yang akan membikin kleinambtenaarsexamen itu kedapatan si Amat Tukang Kebon, sehingga menjadi suatu keheranan amat besar sekali kepada tuan Directeur dari sekolah M.u.l.o kerna sebegitu lama si kebun dikenal oleh tuan tersebut , belum pernah ia berbicara dalam bahasa Belanda dengan siapa juga dan walaupun barang sepatah.

Kesudahan examen itu ia telah maju dengan selamat  dengan cijfers[2] 6 (voldoende[3]). Sedang kebanyakan orang yang lain mendapat 5.

Lambaian dari masa dahulu


Tanggal 26 sampai 28 Oktober tahun 2011 tepatnya hari Arba’a hingga hari Jum’at saya dan  seorang kawan bernama Ronal yang merupakan satu kantor dengan ku, mengadakan penelitian di PDIKM Padang Panjang. Tujuan kami ialah guna mencari arsip ataupun dokumen yang berhubungan dengan Kota Sawahlunto. PDIKM merupakan kependekan dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau. Di tempat ini, berbagai macam arsip tersimpan, ada yang berasal dari zaman Kolonial hingga masa sekarang.

Sembari mencari-cari arsip, tak sengaja rupanya saya menemukan beberapa arsip yang berasal dari koran lama. Membaca bacaan tempo dulu apakah itu koran, dokumen, atau arsip berbahasa Melayu amatlah menyejukkan hati, setidaknya bagi diri penulis sendiri. Hal ini karena penulis merupakan salah seorang penyuka sastera lama, utama sekali angkatan Balaipustaka. Bagi orang masa kini membaca bacaan masa lama merupakan suatu hal yang membosankan, adakalanya mereka menertawakan ragam bahasanya karena menurut pendapat mereka masa sekarang, gaya bahasa orang zaman dulu amatlah lucu. Namun yang membuat sedih kadang kala mereka menertawakan sambil mencemooh.

Bagi kita penyuka sastra Melayu tentunya sering merenungi, bahwa bahasa orang zaman lampau amatlah halusnya, indah terdengar, dan menentramkan jiwa. Bahasa orang zaman sekarang sungguh kering, kasar, dan blak-blakan. Tentunya kita sangat faham bahwa ada yang hilang dari diri kita zaman sekarang. Yang hilang itu ialah rasa/raso, orang zaman dahulu bertindak dan berucap berdasarkan hati, ditimbang baik-buruk, apakah sesuai dengan adat atau tidak, apakah tersinggung orang atau tidak, apakah kasar atau tidak jika diucapkan? Sangat berlainan sekali dengan adat orang zaman sekarang.

Itulah kiranya yang membuat saya hendak memuat salah satu petikan kisah dari zaman dahulu yang dimuat dalam sebuah koran yang bernama Soeara Boemi Putera.S.S yang terbit di Bandar Padang pada tahun 1926. Aslinya koran ini memakai ejaan lama, namun karena banyak diantara generasi masa sekarang yang tak faham cara membaca ejaan lama, maka penulis dalam hal ini mengambil kebijaksanaan untuk menggunakan ejaan yang dapat difahami.

Dikarenakan panjangnya karangan yang hendak dimuat maka dalam hal ini kami terpaksa menerbitkannya dalam kesempatan yang berbeda. Mohon pembaca memaklumi,..

Selamat menikmati...