Satu Muharam
Sisi
lain Sejarah Satu Muharam
Seiring dengan masuknya waktu
magrib pada hari Sabtu tanggal 30 Zulhijjah 1432 H yang bertepatan dengan 26
November 2011 maka resmilah umat muslim memasuki bulan Muharram 1433 H. Tentunya
ada yang heran kenapa bukan pada pukul 12 tengah malam seperti layaknya tahun
baru masehi. Memang, dalam metode penghitungan penanggalan Muslim, berakhirnya
suatu bulan akan ditandai dengan nampaknya hilal di langit senja. Metode yang mana
dilakukan oleh MUI ketika hendak menentukan awal dan akhir Ramadhan. Sebenarnya
hal tersebut tidak berlaku hanya pada penentuan bulan Ramadhan saja, melainkan
pada setiap bulan pada kalender Islam.
Entah telah berapa Muharram yang
kita lewati. Kita selalu merayakannya, ceramah-ceramah di masjid-masjid ataupun
pidato dari pejabat resmi pemerintah selalu menyinggung tentang Hijrahnya nabi
kita dari kampungnya Mekkah ke Madinah al Mukarramah. Penyebabnya ialah kekejaman
kaum kafir Quraisy, berbagai tekanan yang dihadapi oleh umat muslim ketika itu,
dan lain sebagainya. Atau tentang makna hijrah itu sendiri, yang tidak selalu
makna hijrah secara fisik akan tetapi juga bathin. Dari pribadi yang kurang
religius menjadi pribadi yang religius, begitulah kira-kira.
Namun pernahkah kita diberitahu,
kenapa tanggal satu Muharram dijadikan sebagai awal tahun Islam, kenapa kiranya
hingga Hijrahnya nabi dijadikan patokan sebagai permulaan abad Islam, dan sejak
kapan penanggalan hijriyah ini mulai dikenal, apakah semenjak zaman nabi atau
sudah ada semenjak sebelum kenabian beliau?
Itulah sedikit diantara beragam
pertanyaan yang mengusik hati ku semenjak beberapa waktu belakangan ini. Mari kita
mulai pembahasan dari asal muasal abad pertama Islam.
Awal Penetapan
Abad Pertama Islam
Khalifah Umar Bin Khatab
merupakan salah satu khalifah terbesar umat Islam. Sejarah kepemimpinannya
penuh akan kemenangan, kegemilangan, dan kemajuan Dakwah dan Daulah (Negara)
Islam. salah satu jasa dari Khalifah Umar ialah penetapan kalender bagi umat
Muslim. Hal ini bermula pada suatu hari kepada khalifah dihadapkan suatu surat
hutang yang jatuh tempo pada bulan Sya’ban. Kemudian beliau bertanya “ Sya’ban
kapankah ini? Sya’ban tahun lalu, tahun sekarang, atau tahun depan?”
Ternyata pertanyaan beliau
mendatangkan masalah yang pelik, karena tidak ada disebutkan dalam surat itu
pada tahun berapa dilunasinya hutang tersebut. Selama ini mereka hanya menamai
tahun berdasarkan peristiwa besar yang terjadi pada tahun tersebut.
Adapun versi yang lain
menyebutkan bahwa Khalifah Umar pada suatu ketika pernah mendapat surat dari
Abu Musa Al-Asyari yang menjadi salah satu gubernur di wilayah Islam. beliau
mempertanyakan surat Khalifah yang tidak memiliki tahun, yang ada hanya tanggal
dan bulan saja. Hal mana membuat beliau bingung mengenai surat-surat khalifah
ini.
Menghadapi hal yang demikian,
maka khalifah mengumpulkan sekalian sahabat untuk bermufakat guna menyelesaikan
masalah pelik ini.[1]
Beragam pendapat yang diberikan kepada khalifah, diantaranya “Buat saja
kalender serupa dengan milik orang Persia duhai Amirul Mukminin..” khalifah
kurang berkenan dengan pendapat ini.
“Bagaimana kalau seperti yang
dimiliki bangsa Rum ya Amirul Mukminin..” khalifahpun menggeleng, karena
pendapat tersebut sama dengan pendapat sebelumnya.
“Bagaimana kalau permulaan tahun
pada kelender kita dimulai pada kelahiran Rasulullah..” usul yang lain.
“Kalau dimulai semenjak diutusnya
beliau sebagai Rasul...” pendapat yang lain mulai berhamburan.
“ Hm..eloknya dimulai disaat
beliau hijrah dari Mekah ke Madinah, bagaimana gerangan Amirul Mukminin” usul
sahabat yang lain. Khalifah tetap diam, sebagai pemimpin sudah selayaknyalah
mengambil sikap sabar sampai anak buah selesai melepaskan apa yang terasa.[2]
“Bagaimana kalau wafatnya
Rasulullah kita jadikan permulaan tahun kita...” ujar yang lain.
Akhirnya setelah menimbang
berbagai hal, serta tentunya dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Maka
pada sidang tersebut diambillah keputusan untuk menetapkan bahwa dimulainya
hitungan tahun umat Muslim ialah ketika nabi hijrah.
Begitulah cerita yang saya
ketahui mengenai awal dimulainya hitungan tahun pada kalender kita Umat Islam.
sekarang muncul pertanyaan lain,apa gerangan arti dibalik nama-nama bulan dalam
penanggalan kita Umat Muslim? Elok saya terangkan agak sedikit, sayapun
mengetahui cerita ini dari beberapa sumber di website dan blog, dimana saya cantumkan
dan berilink menuju situs tersebut.
Arti Dari
Nama Bulan pada Penanggalan Hijriyah
Sebelum saya mulai, eloklah
kiranya jika saya terangkan terlebih dahulu bahwa sebelum kedatangan Islam,
orang Arab telah menggunakan penanggalan dengan memakai bulan yang sama dengan
yang kita kenal sekarang. Hanya saja metode yang mereka pakai dalam menghitung kapan
masuk bulan atau tahun baru merupakan campuran antara sistim Qamariyyah[3] dan
Syamsiayah. Pada sistim penghitung Qamariyyah jumlah hari pada satu tahunnya
ialah 354 hari yakni 11 hari lebih cepat dari tahun Masehi. Orang Arab pra
Islam menambah satu bulan tambahan diakhir bulan Zulhijjah dalam periode 19
tahun. Dimana dalam masa itu terdapat “tujuh buah” tahun yang memiliki 13
bulan.[4] Hal ini
menyebabkan awal tahun selalu jatuh pada musim gugur. Dan jatuhnya musim yang
lain tentunya dapat dipastikan pada bulan-bulan tertentu, layaknya penanggalan
masehi sekarang.
Dimasa Nabi Muhammad, beliau
merubah penanggalan Bangsa Arab dengan menghilangkan bulan yang disebut “ nasi’
“ sesuai dengan perintah Allah pada surah At Taubah ayat 36-37:
36. Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
di antaranya empat bulan haram[640]. Itulah (ketetapan)
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri[641]
kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
|
[640]. Maksudnya
antara lain ialah: bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan
Rajab), tanah haram (Mekah) dan Ihram.
[641].
Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang
dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan
peperangan.
|
37. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu[642]
adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan
dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
|
[642]. Muharram, Rajab, Zulqaedah
dan Zulhijjah adalah bulan-bulan yang dihormati dan dalam bulan-bulan
tersebut tidak boleh diadakan peperangan. Tetapi peraturan ini dilanggar oleh
mereka dengan mengadakan peperangan di bulan Muharram, dan menjadikan bulan
Safar sebagai bulan yang dihormati untuk pengganti bulan Muharram itu.
Sekalipun bulangan bulan-bulan yang disucikan yaitu, empat bulan juga. Tetapi
dengan perbuatan itu, tata tertib di Jazirah Arab menjadi kacau dan lalu
lintas perdagangan terganggu.
|
Hal ini menyebabkan jatuhnya
musim selalu bergeser pada tiap tahunnya. Seperti bulan Muharram yang biasanya
jatuh pada musim panas, kini tidak lagi, begitu juga dengan bulan Jumadil Awal
yang biasanya jatuh pada musim dingin, kinipun telah bergeser. Begitu juga
kiranya yang terjadi pada bulan-bulan yang lain. Sehingga orang berhaji atau
melaksanakan ibadah puasa dapat saja berlangsung pada musim gugur, panas,
semi, ataupun dingin.
Nah, penamaan bulan dalam
kalender hijriyah sekarang merupakan kelanjutan di masa sebelum kedatangan
Islam. dimana bulan-bulan dinamai berdasarkan keadaan alam dan masyarakat Arab
pada masa dahulu. Berikut nama ke-12 bulan beserta artinya:
1. MUHARRAM
artinya: yang
diharamkan atau yang menjadi pantangan. Penamaan Muharram, sebab pada bulan itu
dilarang menumpahkan darah atau berperang. Larangan tesebut berlaku sampai masa
awal Islam.
2. SHAFAR,
artinya: kosong.
Penamaan Shafar, karena pada bulan itu semua orang laki-laki Arab dahulu pergi
meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga dan berperang, sehingga pemukiman
mereka kosong dari orang laki-laki.
3. RABI'UL AWAL,
artinya: berasal
dari kata rabi’ (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa kembalinya kaum
laki-laki yang telah meninggalkan rumah atau merantau. Jadi awal menetapnya
kaum laki-laki di rumah.
Pada bulan ini
banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: Nabi Muhammad saw lahir,
diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.
4. RABIU'UL AKHIR,
artinya: masa
menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan.
5. JUMADIL AWAL
nama bulan kelima.
Berasal dari kata jumadi (kering) dan awal (pertama). Penamaan Jumadil Awal,
karena bulan ini merupakan awal musim kemarau, di mana mulai terjadi
kekeringan.
6. JUMADIL AKHIR,
artinya: musim
kemarau yang penghabisan.
7. RAJAB,
artinya: mulia.
Penamaan Rajab, karena bangsa Arab tempo dulu sangat memuliakan bulan ini, antara
lain dengan melarang berperang.
8. SYA'BAN,
artinya: berkelompok. Penamaan Sya’ban karena
orang-orang Arab pada bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa
penting bagi umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat
dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah (Baitullah).
9. RAMADHAN,
artinya: sangat
panas. Bulan Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang tersebut dalam
Al-Quran, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian, dan aneka keistimewaan.
Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa peting seperti: Allah menurunkan
ayat-ayat Al-Quran pertama kali, ada malam Lailatul Qadar, yakni malam yang
sangat tinggi nilainya, karena para malaikat turun untuk memberkati orang-orang
beriman yang sedang beribadah, bulan ini ditetapkan sebagai waktu ibadah puasa
wajib, pada bulan ini kaurn muslimin dapat menaklukan kaum musyrik dalam perang
Badar Kubra dan pada bulan ini juga Nabi Muhammad saw berhasil mengambil alih
kota Mekah dan mengakhiri penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaum musyrik.
10. SYAWWAL,
artinya: kebahagiaan. Maksudnya kembalinya
manusia ke dalam fitrah (kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan
membayar zakat serta saling bermaaf-maafan. Itulah yang membahagiakan.
11. DZULQAIDAH,
berasal dari kata
dzul (pemilik) dan qa’dah (duduk). Penamaan Dzulqaidah, karena bulan itu
merupakan waktu istirahat bagi kaum laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatmnya
dengan duduk-duduk di rumah.
12. DZULHIJJAH
artinya: yang
menunaikan haji. Penamaan Dzulhijjah, sebab pada bulan ini umat Islam sejak
Nabi Adam as. menunaikan ibadah haji.
Arti dari Nama Hari pada Penanggalan Hijriyah
Adapun mengenai nama-nama hari,
diberi nama sesuai dengan urutannya. Serupa kiranya dengan penamaan hari pada
bangsa Jepang. Yakni:
1. al-Ahad (Minggu)
artinya hari pertama. Hingga kini dikampung-kampung masih
terdengar orang-orang tua menyebut “ari akad” atau “ari ahad”. Serta “Pakan
Akaik” atau berarti Pekan Ahad.
2. al-Itsnayn (Senin)
artinya hari
kedua. Dikampung-kampung masih terdengar orang tua-tua menyebut “ari Sanayan”
atau Pakan Sinayan.
3.
ats-Tsalaatsa' (Selasa)
artinya hari
ke tiga.
4.
al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu)
artinya hari
ke empat. Dikampung-kampung masih terdengar orang tua-tua menyebut “Ari Raba’a”
atau Pasa Raba’a.
5.
al-Khamsatun (Kamis)
artinya:
hari ke lima
6.
al-Jumu'ah (Jumat)
artinya:
hari berkumpul. Dimana hari ini merupakan hari yang disucikan oleh umat muslim dengan
memperbanyak ibadah dan berkumpul di dalam masjid pada pelaksanaan Shalat Jum’at.
7.
as-Saba’ah (Sabtu)
artinya:
hari ketujuh. Kalau kita simak Orang Yahudi merayakan hari Sabat yang makna atau fungsinya sama dengan hari Jum’at oleh kita
umat Muslim. Kita lihat bahasa mereka tidak jauh berbeda dengan bahasa Arab. Memang,
karena bahasa mereka masih satu rumpun dengan Bahasa Arab.
Daftar Bacaan
[1] Dalam
salah satu versi sejarah disebutkan bahwa sahabat yang bermufakat dengan
khalifah itu ialah: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf,
Said bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.
[2] Menurut
salah satu sumber sejarah yang mengusulkan hal tersebut ialah Saidina Ali bin
Abi Thalib.
[3] Qamariyyah
artinya menghitung bilangan hari dalam satu bulan berdasarkan peredaran bulan.
Sedangkan Syamsiyyah merupakan penghitungan bilangan tahun berdasarkan
peredaran bumi mengelilingi matahari.
[4] Bulan
tambahan ini disebut “ Nasi’ ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar