Rancangan untuk Indonesia yang Sekuler
Dewasa ini “orang-orang hebat” di Jakarta sering
menyebut-nyebut perihal pluralisme dan multikulturalisme. Semua ini biasanya
berujung pada kebebasan beragama. Isu ini muncul melihat gejolak ketidak
nyamanan dikalangan anak bangsa yang cenderung/mudah terjerumus pada konflik
yang berlatar belakang ras ataupun agama. Kita sendiri tidak pernah tahu
bagaimana konflik ini bermula di masa moderen ini, hanya saja kita sudah
mendengar dari media perihal konflik ini. Sungguh aneh dan menyedihkan karena
seiring dengan konflik antar agama muncul, maka muncul pula isu pluralisme,
liberalisme, sekularisme, dan multikulturalisme. Salah seorang aktivis Kontras ketika dimintai pendapatnya oleh
media menyikapi kasus pengusiran jemaat gereja di Bogor beberapa minggu yang
lalu mengungkapkan bahwa ada kepentingan politik yang terlibat di dalam konflik
ini.
Hal inilah rupanya selama ini terasa namun begitu
sukar untuk diungkapkan. Ya.. kepentingan politik, karena seperti yang kita
ketahui, gerakan politik di Indonesia saat ini mengarah pada satu titik, yakni
berusaha merubah ideologi negara ini menjadi berazas pada sekularisme. Dengan
menjadikan Islam sebagai sasaran tembak. Namun mereka selalu berusaha menutupi
gerak-gerik mereka dengan mengemukakan alasan gombal yakni “Pancasila” yang
selama ini menjadi dasar negara. Lupa mereka tampaknya pada sila pertama.
Kita tidak pernah tahu, selain yang diberitakan
oleh media tentunya. Pendek kata, kita hanya tahu apa yang diingin oleh
orang-orang ini. Kita tak pernah tahu bagaimana urutan kronologisnya selain
dari yang diberitakan oleh media. Kita hanya tahu bahwa sekelompok politisi baru-baru
ini mengeluarkan komentar mengecam aksi tersebut termasuk terhadap walikotanya.
Kita hanya tahu kalau tindakan pengusiran ini merupakan tindakan buruk, merusak
kehidupan antar umat beragama.
Sama kiranya ketika kita mendengar seorang
ditangkap karena melakukan tindak pidana pembunuhan. Ketika pertama kali
mendengar tentunya kita beranggapan bahwa si pembunuh ini tentunya bersalah.
Namun setelah kita menyimak lebih
lanjut, mendengarkan alasan kenapa dia sampai hati membunuh. Maka masihkah kita
beranggapan demikian, dia salah?
Misalnya, ada seorang yang membunuh karena ingin
mempertahankan kehormatannya, seperti seorang perempuan yang hendak diperkosa.
Dimana tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain membunuh bajingan yang hendak
memerkosanya atau kehormatannya yang direnggut. Atau seseorang yang berada
dalam kondisi antara hidup dan mati, kalau dibiarkan orang yang mengancamnya
maka dia yang akan mati. Namun sebaliknya jika dia membunuh orang tersebut maka
jiwanya terselamatkan. Atau kisah lainnya, seperti seorang anak yang membunuh
ayahnya karena tidak tahan melihat ibunya disiksa tiap hari oleh sang ayah. Masih
banyak lagi kisah-kisah lainnya yang dapat membuka mata hati kita.
Namun tujuan utama dari tulisan ini ialah untuk
membuka mata hati kita, supaya tidak sepenuhnya percaya kepada media. Kritislah
terhadap semua informasi yang disajikan. Jangan terpengaruh terhadap nama besar
dari media yang menyajikan berita tersebut. Karena dalam setiap berita selalu
ada kepentingan, apakah politik maupun ideologi lainnya. Jangan sampai kita
menjadi korban dari orang-orang yang berusaha mengendalikan negara ini. Cobalah
mencari berita dari sumber lain, kemudian bandingkan. Jangan hanya melihat dari
satu sudut pandang saja, karena jika begitu maka berarti kita membiarkan diri
kita diarahkan kepada pendapat atau opini yang telah dirancang.
Setiap detik, langkah mereka kian dekat, genggaman
mereka kian erat, dan kekuasaan mereka kian bertambah. Kekuasaan mereka bukan
pada kuatnya cengkraman mereka dalam bidang politik, militer, ataupun ekonomi.
Walau aspek tersebut juga ikut berpengaruh. Namun yang utama dalam zaman
moderen ini ialah penguasaan teknologi, terutama media informasi yang dijadikan
alat utama dalam mempengaruhi fikiran rakyat. Nagara kita kan negara demokrasi,
maka pendapat atau opini rakyat sangatlah perlu untuk dibentuk demi menyokong
kepentingan dinasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar