Rabu, 07 Desember 2011

Feminisme di Minangkabau


Sumando Kacang Miang


Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perampuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya. Sedangkan ideologi gender adalah segala sesuatu aturan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui pembentukan identitas feminis dan maskulin. Melalui cara pandang seperti ini para feminis berusaha mengubah konstruksi budaya yang telah lama berlaku di masyarakat Indonesia (terutama Minangkabau) mengenai perempuan. Bahwa perempuan itu harus lemah lembut, penurut, setia, selalu tinggal dirumah, bekerja didapur dan dengan sabar menunggu suami pulang kerja, serta mengurus suami dan anak-anak. Menurut mereka laki-laki dan perempuan diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dan tidak sepatutnya kaum perempuan dibatasi fungsi dan peranannya pada satu bidang saja yakni bidang domestik (rumah tangga).

Sumber Foto: Internet

Bagi mereka(feminis) yang dimaksudkan dengan kodrat bagi perempuan ialah hamil, melahirkan, menyusui, datang bulan/haid, serta memiliki beberapa bagian tubuh yang berbeda dari laki-laki. Kodrat bagi mereka tidak mengurangi atau menghambat dalam melakukan aktifitas karena menurut mereka antara laki-laki dan perempuan memiliki fungsi dan peranan yang sama. Jadi dalam hal ini mereka menuntut keadilan (kesetaraan gender) bagi perempuan, menuntut untuk diberi kesempatan, peranan, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki.

Kita tidak perlu menggunakan dalil-dalil agama dan adat dalam persoalan ini, saya akan mengajak anda untuk menggunakan logika sederhana. Kita tentunya pernah mendengar mengenai teori “keseimbangan” yakni kaya-miskin, tua-muda, kuat-lemah, siang-malam atau yin dan yang dalam kebudayaan Cina, ada juga yang mengatakan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas ialah berpasangan. Sekarang apa jadinya jika semua orang menjadi kaya atau semuanya jadi orang miskin, atau orang-orang yang mediami bumi ini berumur tua atau muda kesemuanya, atau dihuni oleh orang-orang kuat saja atau sebaliknya, akankah ada kehidupan di bumi ini? Kehidupan di dunia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan memelihara keseimbangan, dimana salah satunya ialah saling mengisi dalam kekurangan.


Setiap muslim tentunya tahu dengan perintah untuk menunaikan zakat bagi orang-orang yang memiliki kekayaan yang telah sampai senisab, salah satu tujuannya ialah untuk memelihara keseimbangan karena jika orang yang terkena wajib zakat mungkir dari kewajibannya maka akan muncul ketidak-seimbangan yang ujung-ujungnya merugikan diri si wajib zakat sendiri. Kita juga pernah mendengar bahwa sekeras-kerasnya hukum itu ditegakkan, tetap akan ada orang yang melakukan pelanggar, kenapa? Tidak lain ialah untuk memelihara keseimbangan, karena jika tidak terjadi pelanggaran maka akan menumpulkan kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksan tugasnya.

Laki-laki dan Perempuan ialah makhluk yang berbeda, berbeda dalam segala hal tidak hanya kodrat akan tetapi fungsi diri mereka dihadapan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan terlebih dihadapan agama. Usaha memungkiri perbedaan tersebut merupakan salah satu usaha untuk menghancurkan ras manusia karena jika terjadi keseragaman terhadap fungsi antara laki-laki dan perempuan maka akan muncul berbagai kekacauan, baik itu dalam keluarga, masyarakat, hingga negara. Berbedanya fungsi masing-masing jenis gender tidak berarti yang satu lebih rendah dari yang lain, melainkan justeru menimbulkan harmoni dalam kehidupan. Sebagai laki-laki saya akui dengan jantan tanpa sokongan moril dari perempuan terdekat dalam hidup saya maka hidup saya tiada berarti. Bagi kami kaum laki-laki sokongan satu orang wanita terdekat dalam hidup kami lebih berarti dari sokongan 100 orang laki-laki. Dan kami kaum laki-laki tidak pernah menganggap rendah kaum perempuan, stereotip semacam itu biasanya muncul dari kalangan laki-laki yang minim pengetahuan agamanya dan rendah tingkat intelektualnya. Berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan umumnya dilakukan oleh laki-laki yang berasal dari tingkat pemahaman agamanya yang minim dan tingkat intelektual yang rendah pula.

Sungguh sangat mengherankan jika perempuan Minangkabau yang mengaku beriman dan tahu akan akar budayanya menjadi penyokong dan penyebar ideologi feminis yang jelas-jelas merusak tatanan agama dan adat yang telah ada. Berpendidikan tinggi (sekolah hingga keluar negeri di universitas ternama pula) tidak menjadikan mereka semakin mencintai agama dan budaya sendiri justeru menjadikan mereka kamanakan durako bagi Minangkabau. Janganlah dilupakan petuah orang tua-tua kita;

Tirulah ilmu padi, samakin barisi samakin marunduanyo..

Berbagai ideologi asing yang sekarang beredar dengan bebas di Indonesia (walaupun telah dinyatakan haram oleh MUI) berasal dari masyarakat yang berbeda agama dan kebudayaannya dengan masyarakat Indonesia. Berbagai pimikiran ini lahir sebagai anti-tesis dari zaman dimana ideologi itu tumbuh. Idelogi ini (SEPILIS[1], Feminis, dll) lahir dari orang-orang yang mencermati keadaan masyarakatnya yang terpuruk oleh tatanan agama (yang jelas-jelas berbeda dengan agama yang dianut sebagian besar rakyat di negeri ini), adat, dan politik. Ideologi ini lahir sebagai pemberontakan terhadap penguasa agama dan politik di Eropa yang berbeda tatanannya dengan masyarakat Indonesia.

Lalu kenapa kita harus menerima ideologi ini…..?
Karena ideologi ini lahir dari bangsa yang Superior, dimana sekarang menjadi pusat dunia (IPTEK)?
Lalu dimanakah sikap kritis yang diajarkan oleh para guru besar lulusan universitas ternama dari luar negeri terhadap mahasiswanya di Indonesia? Kenapa dalam menerima ajaran agama tuan-tuan yang mengaku Tercerahkan tersebut menyuruh kita untuk kritis, jangan taklid buta karena ulama terdahulu  merupakan ulama purba yang berasal dari abad pertengahan. Sedangkan untuk kasus ideologi Barat, mereka menelan begitu saja, kepandaian dan segala sikap kritis mereka menjadi tumpul. Persis seperti laki-laki yang kehilangan segala kecerdikannya ketika berhadapan dengan wanita bohay nan sexy.


[1] Sekulari Pluralis Liberalis 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 07 Desember 2011

Feminisme di Minangkabau


Sumando Kacang Miang


Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perampuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun budaya. Sedangkan ideologi gender adalah segala sesuatu aturan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui pembentukan identitas feminis dan maskulin. Melalui cara pandang seperti ini para feminis berusaha mengubah konstruksi budaya yang telah lama berlaku di masyarakat Indonesia (terutama Minangkabau) mengenai perempuan. Bahwa perempuan itu harus lemah lembut, penurut, setia, selalu tinggal dirumah, bekerja didapur dan dengan sabar menunggu suami pulang kerja, serta mengurus suami dan anak-anak. Menurut mereka laki-laki dan perempuan diciptakan dengan hak dan kewajiban yang sama dan tidak sepatutnya kaum perempuan dibatasi fungsi dan peranannya pada satu bidang saja yakni bidang domestik (rumah tangga).

Sumber Foto: Internet

Bagi mereka(feminis) yang dimaksudkan dengan kodrat bagi perempuan ialah hamil, melahirkan, menyusui, datang bulan/haid, serta memiliki beberapa bagian tubuh yang berbeda dari laki-laki. Kodrat bagi mereka tidak mengurangi atau menghambat dalam melakukan aktifitas karena menurut mereka antara laki-laki dan perempuan memiliki fungsi dan peranan yang sama. Jadi dalam hal ini mereka menuntut keadilan (kesetaraan gender) bagi perempuan, menuntut untuk diberi kesempatan, peranan, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama dengan laki-laki.

Kita tidak perlu menggunakan dalil-dalil agama dan adat dalam persoalan ini, saya akan mengajak anda untuk menggunakan logika sederhana. Kita tentunya pernah mendengar mengenai teori “keseimbangan” yakni kaya-miskin, tua-muda, kuat-lemah, siang-malam atau yin dan yang dalam kebudayaan Cina, ada juga yang mengatakan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas ialah berpasangan. Sekarang apa jadinya jika semua orang menjadi kaya atau semuanya jadi orang miskin, atau orang-orang yang mediami bumi ini berumur tua atau muda kesemuanya, atau dihuni oleh orang-orang kuat saja atau sebaliknya, akankah ada kehidupan di bumi ini? Kehidupan di dunia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan memelihara keseimbangan, dimana salah satunya ialah saling mengisi dalam kekurangan.


Setiap muslim tentunya tahu dengan perintah untuk menunaikan zakat bagi orang-orang yang memiliki kekayaan yang telah sampai senisab, salah satu tujuannya ialah untuk memelihara keseimbangan karena jika orang yang terkena wajib zakat mungkir dari kewajibannya maka akan muncul ketidak-seimbangan yang ujung-ujungnya merugikan diri si wajib zakat sendiri. Kita juga pernah mendengar bahwa sekeras-kerasnya hukum itu ditegakkan, tetap akan ada orang yang melakukan pelanggar, kenapa? Tidak lain ialah untuk memelihara keseimbangan, karena jika tidak terjadi pelanggaran maka akan menumpulkan kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksan tugasnya.

Laki-laki dan Perempuan ialah makhluk yang berbeda, berbeda dalam segala hal tidak hanya kodrat akan tetapi fungsi diri mereka dihadapan keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan terlebih dihadapan agama. Usaha memungkiri perbedaan tersebut merupakan salah satu usaha untuk menghancurkan ras manusia karena jika terjadi keseragaman terhadap fungsi antara laki-laki dan perempuan maka akan muncul berbagai kekacauan, baik itu dalam keluarga, masyarakat, hingga negara. Berbedanya fungsi masing-masing jenis gender tidak berarti yang satu lebih rendah dari yang lain, melainkan justeru menimbulkan harmoni dalam kehidupan. Sebagai laki-laki saya akui dengan jantan tanpa sokongan moril dari perempuan terdekat dalam hidup saya maka hidup saya tiada berarti. Bagi kami kaum laki-laki sokongan satu orang wanita terdekat dalam hidup kami lebih berarti dari sokongan 100 orang laki-laki. Dan kami kaum laki-laki tidak pernah menganggap rendah kaum perempuan, stereotip semacam itu biasanya muncul dari kalangan laki-laki yang minim pengetahuan agamanya dan rendah tingkat intelektualnya. Berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan umumnya dilakukan oleh laki-laki yang berasal dari tingkat pemahaman agamanya yang minim dan tingkat intelektual yang rendah pula.

Sungguh sangat mengherankan jika perempuan Minangkabau yang mengaku beriman dan tahu akan akar budayanya menjadi penyokong dan penyebar ideologi feminis yang jelas-jelas merusak tatanan agama dan adat yang telah ada. Berpendidikan tinggi (sekolah hingga keluar negeri di universitas ternama pula) tidak menjadikan mereka semakin mencintai agama dan budaya sendiri justeru menjadikan mereka kamanakan durako bagi Minangkabau. Janganlah dilupakan petuah orang tua-tua kita;

Tirulah ilmu padi, samakin barisi samakin marunduanyo..

Berbagai ideologi asing yang sekarang beredar dengan bebas di Indonesia (walaupun telah dinyatakan haram oleh MUI) berasal dari masyarakat yang berbeda agama dan kebudayaannya dengan masyarakat Indonesia. Berbagai pimikiran ini lahir sebagai anti-tesis dari zaman dimana ideologi itu tumbuh. Idelogi ini (SEPILIS[1], Feminis, dll) lahir dari orang-orang yang mencermati keadaan masyarakatnya yang terpuruk oleh tatanan agama (yang jelas-jelas berbeda dengan agama yang dianut sebagian besar rakyat di negeri ini), adat, dan politik. Ideologi ini lahir sebagai pemberontakan terhadap penguasa agama dan politik di Eropa yang berbeda tatanannya dengan masyarakat Indonesia.

Lalu kenapa kita harus menerima ideologi ini…..?
Karena ideologi ini lahir dari bangsa yang Superior, dimana sekarang menjadi pusat dunia (IPTEK)?
Lalu dimanakah sikap kritis yang diajarkan oleh para guru besar lulusan universitas ternama dari luar negeri terhadap mahasiswanya di Indonesia? Kenapa dalam menerima ajaran agama tuan-tuan yang mengaku Tercerahkan tersebut menyuruh kita untuk kritis, jangan taklid buta karena ulama terdahulu  merupakan ulama purba yang berasal dari abad pertengahan. Sedangkan untuk kasus ideologi Barat, mereka menelan begitu saja, kepandaian dan segala sikap kritis mereka menjadi tumpul. Persis seperti laki-laki yang kehilangan segala kecerdikannya ketika berhadapan dengan wanita bohay nan sexy.


[1] Sekulari Pluralis Liberalis 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar