Kamis, 15 Desember 2011

Beda Politikus dengan Non Politik

Dari Kota Tambang ke Kota Wisata
Visi seorang Pemimpin


Tidak seorangpun yang akan menyangka, bahkan penduduk Sawahlunto sekalipun. Bahwa kota mereka yang berada diambang pesimisme berhasil kembali bergairah gerak kehidupannya. Siapa gerangan yang akan mengira, bahwa kota yang selama ini mengandalkan batubara sebagai andalan utama dalam menggerak segenap kehidupan warganya akan berubah haluan.

Kota ini pernah mengalamai sakaratul maut, bagaimana tidak. Batubara yang lebih selama satu abad ditambang di kota ini telah begitu menyatu dengan warganya. Menjalar menjadi urat nadi di kehidupan warga kota ini. Karena batubara kota ini lahir, karena batubara kota ini hidup, akankah karena batubara jua kota ini mati?


Telah banyak yang pindah dari kota ini begitu produksi batubara mengalami penurunan. Menjual segenap harta benda yang dimiliki dan pindah ke daerah lain guna memulai lembaran baru. Namun segala berubah. Berubah hanya karena satu orang, ya..cukup satu orang untuk mengubah segalanya.

Tahun 2003 merupakan titik balik dari ini semua, pada tahun ini kereta api berhenti merayap di Sumatera Barat. Selama ini, jalur kereta api hanya dilalui oleh kereta pengangkut batubara dari Sawahlunto ke Telukbayur, lain tidak. Telah lama jalur kereta api di tempat lain di Sumatera Barat tidak digunakan. Kereta sebagai pengangkut manusia telah tiada, yang ada hanya kereta pengangkut baro (batubara).

Pada tahun inipula Kota Sawahlunto dipimpin oleh orang baru, orang dengan visi baru,dan dengan ide baru. Talawi kampungnya, Sawahlunto kotanya. Namanya Amran Nur, seorang insyinyur teknik tamatan ITB. Entah apa yang ada dibenaknya, yang jelas sekarang dia yang menjadi pemimpin di Sawahlunto. Kata orang dia pemarah, mejapun bisa terbang jika dipukulnya, jika seorang pejabat kena panggil ke kantor balaikota alamat badan tak selamat, menggillah badannya, mengalirlah keringat dingin disekujur tubuhnya.

Terobosan baru mulai diciptakannya, waterboom. Dibangun di Muarokalaban, ditempat bekas pemandian penduduk setempat yang dahulunya bernama "aia dingin". Banyak orang tak tahu, apa itu waterboom, mendengarnyapun baru kali ini. Aneh memang..

Akan tetapi terhenyaklah orang-orang. Ramai orang berkunjung, tiap musim liburan tempat ini selalu penuh. Menjadi buah bibir kemana-mana di Sumatera Barat. Akhirnya banyak yang iri, beberapa kota di Sumatera Baratpun mulai meniru, latah kata orang Jakarta.

Kemudian bekas lubang tambang yang tak terpakai digenanginya dengan air, dibuatnya kolam raksasa. Kemudian masih ditempat yang sama dibangunnya kebun binatang, banyak binatang yang aneh-aneh dimasukkannya ke dalam. “Taman Satwa Kandi” nama tempat itu. tempat inipun segera menjadi bahan pembicaraan. Kebun binatang memang sudah ada di Bukittinggi, akan tetapi wisata air semacam yang terdapat di Danau Kandi belum ada. Kabarnya di tempat yang sama, saat ini sedang dibangun Dream Land.

Berbagai bangunan tua peninggalan zaman kolonial diperbaiki, dijaga keasliannya, utama sekali yang terletak di daerah pasar. “Hendak dijadikan kawasan Kota Tua” katanya. Kemudian untuk melengkapi ini semua, disematkanlah gelar “Belanda Kecil” kepada kota yang dipimpinnya. Banyak orang kagum. Rakyat kagum karena mereka tak bakalan jadi orang miskin, para pengguran gembira karena mereka mendapat kesempatan untuk bekerja. Namun yang paling mengharukan, para tetamu yang datang bertandang ke kota ini ikut kagum. Bukan atas perkembangan kota yang kata orang menuju ke arah yang lebih baik. Melainkan karena pemimpinnya memiliki visi, visi yang seharusnya dimiliki setiap pemimpin, namun sayangnya tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 15 Desember 2011

Beda Politikus dengan Non Politik

Dari Kota Tambang ke Kota Wisata
Visi seorang Pemimpin


Tidak seorangpun yang akan menyangka, bahkan penduduk Sawahlunto sekalipun. Bahwa kota mereka yang berada diambang pesimisme berhasil kembali bergairah gerak kehidupannya. Siapa gerangan yang akan mengira, bahwa kota yang selama ini mengandalkan batubara sebagai andalan utama dalam menggerak segenap kehidupan warganya akan berubah haluan.

Kota ini pernah mengalamai sakaratul maut, bagaimana tidak. Batubara yang lebih selama satu abad ditambang di kota ini telah begitu menyatu dengan warganya. Menjalar menjadi urat nadi di kehidupan warga kota ini. Karena batubara kota ini lahir, karena batubara kota ini hidup, akankah karena batubara jua kota ini mati?


Telah banyak yang pindah dari kota ini begitu produksi batubara mengalami penurunan. Menjual segenap harta benda yang dimiliki dan pindah ke daerah lain guna memulai lembaran baru. Namun segala berubah. Berubah hanya karena satu orang, ya..cukup satu orang untuk mengubah segalanya.

Tahun 2003 merupakan titik balik dari ini semua, pada tahun ini kereta api berhenti merayap di Sumatera Barat. Selama ini, jalur kereta api hanya dilalui oleh kereta pengangkut batubara dari Sawahlunto ke Telukbayur, lain tidak. Telah lama jalur kereta api di tempat lain di Sumatera Barat tidak digunakan. Kereta sebagai pengangkut manusia telah tiada, yang ada hanya kereta pengangkut baro (batubara).

Pada tahun inipula Kota Sawahlunto dipimpin oleh orang baru, orang dengan visi baru,dan dengan ide baru. Talawi kampungnya, Sawahlunto kotanya. Namanya Amran Nur, seorang insyinyur teknik tamatan ITB. Entah apa yang ada dibenaknya, yang jelas sekarang dia yang menjadi pemimpin di Sawahlunto. Kata orang dia pemarah, mejapun bisa terbang jika dipukulnya, jika seorang pejabat kena panggil ke kantor balaikota alamat badan tak selamat, menggillah badannya, mengalirlah keringat dingin disekujur tubuhnya.

Terobosan baru mulai diciptakannya, waterboom. Dibangun di Muarokalaban, ditempat bekas pemandian penduduk setempat yang dahulunya bernama "aia dingin". Banyak orang tak tahu, apa itu waterboom, mendengarnyapun baru kali ini. Aneh memang..

Akan tetapi terhenyaklah orang-orang. Ramai orang berkunjung, tiap musim liburan tempat ini selalu penuh. Menjadi buah bibir kemana-mana di Sumatera Barat. Akhirnya banyak yang iri, beberapa kota di Sumatera Baratpun mulai meniru, latah kata orang Jakarta.

Kemudian bekas lubang tambang yang tak terpakai digenanginya dengan air, dibuatnya kolam raksasa. Kemudian masih ditempat yang sama dibangunnya kebun binatang, banyak binatang yang aneh-aneh dimasukkannya ke dalam. “Taman Satwa Kandi” nama tempat itu. tempat inipun segera menjadi bahan pembicaraan. Kebun binatang memang sudah ada di Bukittinggi, akan tetapi wisata air semacam yang terdapat di Danau Kandi belum ada. Kabarnya di tempat yang sama, saat ini sedang dibangun Dream Land.

Berbagai bangunan tua peninggalan zaman kolonial diperbaiki, dijaga keasliannya, utama sekali yang terletak di daerah pasar. “Hendak dijadikan kawasan Kota Tua” katanya. Kemudian untuk melengkapi ini semua, disematkanlah gelar “Belanda Kecil” kepada kota yang dipimpinnya. Banyak orang kagum. Rakyat kagum karena mereka tak bakalan jadi orang miskin, para pengguran gembira karena mereka mendapat kesempatan untuk bekerja. Namun yang paling mengharukan, para tetamu yang datang bertandang ke kota ini ikut kagum. Bukan atas perkembangan kota yang kata orang menuju ke arah yang lebih baik. Melainkan karena pemimpinnya memiliki visi, visi yang seharusnya dimiliki setiap pemimpin, namun sayangnya tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar