Soeharto, G30S/PKI, & Komunis
Maota-ota dengan kawan, layaknya otayang kian-kamari, mulai dari masalah agama, politik, dan sejarah. Sampailahota kami kepada Soeharto, perihal presiden kedua RI ini yang katanya melakukan kudeta terselubung. Kawan ku ini termasuk yang sependapat dengan teori ini. Sedangkan aku termasuk yang masih meragukan segala teori yang bermunculan karena masih kurangnya bukti primer. Masing-masing teori memiliki dasarnya sendiri-sendiri dan sama-sama kuat.
Percakapan kami perihal Soeharto ini tentunya melibatkan Komunis yang telah lama menjadi codet bagi Sejarah Nasional Indonesia. Aku kemukakan pendapat ku bahwa, orang-orang zaman sekarang terutama yang menyoroti pembantaian yang dialami oleh orang-orang Komunis ataupun yang terduga komunis, terkesan tidak berimbang (objektif) dalam menyampaikan paparan mereka. Kenapa demikian?
Dalam salah satu acara talk show pada salah satu stasiun TV di republik ini diangkatlah kisah-kisah memilukan yang dialami oleh orang-orang Komunis ini. Bagaimana kejamnya Orde Baru terhadap mereka. Tujuan acara ini tentunya untuk menarik simpati orang banyak supaya kasihan kepada kaum Anti-Tuhan ini.

Tidak perlu jauh-jauh membicarakan perkara ini, Minangkabau merupakan salah satu daerah yang merasakan pahit-nestapa berada di bawah kekejaman komunis. Orang-orang Belanda saja tidak pernah melakukan penghinaan yang sedemikian besar terhadap pemuka agama, adat, dan perempuan-perempuan Minangkabau. Hal tersebut dilakukan oleh Komunis, betapa banyak ulama, penghulu, dan rakyat yang tak berdosa dibantai. Serta betapa banyak perempuan Minangkabau yang diperkosa, suatu perkara yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tanah Minangkabau ini.
Pernahkah hal semacam itu disorot oleh kaum yang katanya sebagai Penegak HAM di republik ini? Tidak tuan, tidak pernah terdengar oleh kami.
Akupun menjelaskan kepada kawan tersebut bahwa pemberontakan orang Minang saat itu[1]bukanlah pemberontakan terhadap Soekarno melainkan sebagai salah satu bentuk protes atas kedekatan Soekarno dengan Komunis. Kemudian ketidak seimbangan antara daerah dan pusat, serta bentuk pemerintahan yang sentralistis yang tidak cocok bagi orang yang berkebudayaan non-Jawa. Terutama sekali bagi orang berkebudayaan Melayu. Ditambah dengan pengunduran diri M. Hatta yang tidak sanggup lagi mendampingi Soekarno yang dinilai semakin egois, keras kepala, absolut, dan otoriter.

Kawan kami inipun berpendapat “Jadi kalau seandainya Soeharto tidak mengambil alih pemerintahan maka kemungkinan Indonesia akan pecah dua seperti Korea. Ada yang komunis dan ada yang tidak..?”
Wah, kamipun terkejut mendengar pernyataannya. Tak kusangka kawan yang tidak begitu paham sejarah, tidak begitu menyukai kehidupan politik, dan jarang membaca buku-buku yang berhubungan dengan kedua hal tersebut dapat menarik kesimpulan yang demikian. Kami merasa takjub dengan pendapatnya. Kamipun menyetujui pendapatnya tersebut. Suatu pendapat yang hebat karena tidak seorangpun pernah mengemukakan pendapat yang demikian sebelumnya.
Baru sekarang terfikirkan oleh kami kemungkinan semacam itu. Sependapatkah tuan dengan kawan kami ini?
juga dimuat di:
seoloehmelajoe.wordpress.com
bovenlanden.multiply.com
Sumber gambar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar