Selasa, 12 Juni 2012

Mendidik Anak


Masjid, kanak-kanak, & Jum’at

Pernah suatu ketika pada masa yang telah lalu kami mendengar ada orang berkata “Sesungguhnya menjadi orang tua itu tidaklah mudah..” dalam hati kami mengamini perkataan orang tersebut. Sebab walaupun belum pernah menjadi orang tua, kami sendiri menyaksikan dan dapat pula merasakan bahwa sangatlah berat beban yang harus ditanggung oleh para orang tua. Membiayai segala  kebutuhan, mulai dari makan, pakaian, serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun yang terberat dari itu semua ialah mendidik anak. Kami hanya sekedar tahu dan bersimpati, namun belum dapat merasakannya sebab kami belumlah menikah.


Namun perlahan-lahan tabir itu mulai tersingkap tatkala kami diminta oleh seorang kawan untuk membawa serta anak lelakinya yang beru berumur sekitar lima tahun untuk ikut Shalat Jum’at. Itulah pengalaman pertama kami dalam membawa seorang kanak-kanak ke masjid. Sungguh suatu perkara yang tidaklah mudah.

Adalah sudah menjadi tabi’at dari anak-anak yang tidak mudah diam. Mereka selalu lasak dan nyinyir. Tidak dapat tenang pabila disuruh berdiam untuk duduk, ataupun tak dapat diam pabila disuruh berhenti bercakap-cakap. Mereka sangat mudah sekali untuk bosan kemudian merengek.

Maka taklah mengherankan pabila dalam masjid mereka suka membuat ulah, berjalan ataupun berlari diantara shaf sehingga membuat para jama’ah tidak tenang. Merengek-rengek kepada orang tua mereka. Ataupun bergelut bercanda-ria dengan anak-anak seumur mereka. Perkara itu memang perkara wajar bagi anak-anak, akan tetapi bukan berarti mereka harus dibiarkan saja. Disinilah pendidikan itu dimulai, bukan begitu engku.

Kalaupun engku tak sanggup untuk mendidik mereka maka janganlah engku bikin anak. Maaf engku, maksud kami janganlah engku bawa mereka ke masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu orang lain dalam beribadah. Sebab pabila seorang anak lasak di dalam masjid maka orang tuanya jugalah yang akan disalahkan orang.

Tetapi syukur engku, anak dari kawan ini tidaklah selasak yang kami kira. Dia cukup dapat disuruh diam, sebab anaknya memang agak penurut sedikit. Walau beberapa kali larangan kami dikerjakannya kembali, namun syukur tidak sampai mengganggu para jama’ah yang sedang menunaikan ibadah. Tak lama kiranya setelah duduk selepas melaksanakan Shalat Tahyatul Masjid, dia bernyanyi-nyanyi kecil mengusir kebosanan. Kami suruh diam dan diapun tersenyum dan diam. Beberapa saat kemudian, diulanginya kembali kelakuannya tersebut. Kamipun kembali menyuruh diam, dan diapun diam dan tersenyum kembali kepada kami. Hal yang sama berlaku kembali beberapa saat kemudian engku.

Tatkala khatib berkhutbah dia bertanya ini-itu kepada kami. Kamipun hanya menjawab dengan isyarat. Namun beberapa saat kemudian kembali diulanginya kelakuannya tersebut. Berkali-kali kami jawab dengan isyarat, namun karena menurut pendapat kami keadaan akan semakin diluar kendali pabila tetap dijawab dengan cara yang serupa maka kamipun berbisik kepada dirinya. Aduhai engku, rusak sudah ibadah Jum’at kami.\

Pernah dia berkata kalau hendak buang air kecil, ketika itu khutbah baru beberapa menit dimulai. Dengan berat hati kami antar, sangat jarang duhai engku kami beranjak dari tempat shalat tatkala khutbah telah mulai. Kamipun mengantar dia keluar, mananti di hadapan kamar kecil. Setelah itu kami kembali ke dalam masjid, namun sayang tempat duduk kami tadi telah dikalahkan oleh orang lain. Kamipun terpaksa duduk-duduk di teras masjid. Sambil duduk-duduk diapun kembali lasak, berdiri dan duduk berulang kali, bernanyi-nyanyi kecil, bertanya ini-itu, dan lain-lain hal yang dilakukannya. Kamipun berulang kali mencoba menenangkannya, menjawab beberapa pertanyaanya, menyuruh dia diam, serta mencoba memberi pengertian kalau tatkala khatib sedang khutbah dilarang bercakap sebab dapat rusak ibadah Jum’at kita. Sesaat dia diam tanda mengerti namun kembali dia berulah.

Sungguh Jum’at kali ini merupakan Jum’at yang penuh perjuangan, sekaligus memberi pelajaran. Baru satu orang anak yang kami hadapi, baru satu kali kami membawa anak ke masjid. Namun yang satu kali ini telah cukup memberi penerangan kepada kami, bahwa susah memanglah kiranya mendidik seorang anak itu. Sangat tidak mudah membuat mereka untuk mengerti, sebab mereka masih anak-anak. Sabar harus diperbanyak sebab kalau tidak maka anak jua yang akan sengsara.

Bagaimana kiranya pengalaman engku-engku sekalian..?

Sumber Gambar: Internet

juga dimuat di: http://soeloehmelajoe.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 12 Juni 2012

Mendidik Anak


Masjid, kanak-kanak, & Jum’at

Pernah suatu ketika pada masa yang telah lalu kami mendengar ada orang berkata “Sesungguhnya menjadi orang tua itu tidaklah mudah..” dalam hati kami mengamini perkataan orang tersebut. Sebab walaupun belum pernah menjadi orang tua, kami sendiri menyaksikan dan dapat pula merasakan bahwa sangatlah berat beban yang harus ditanggung oleh para orang tua. Membiayai segala  kebutuhan, mulai dari makan, pakaian, serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun yang terberat dari itu semua ialah mendidik anak. Kami hanya sekedar tahu dan bersimpati, namun belum dapat merasakannya sebab kami belumlah menikah.


Namun perlahan-lahan tabir itu mulai tersingkap tatkala kami diminta oleh seorang kawan untuk membawa serta anak lelakinya yang beru berumur sekitar lima tahun untuk ikut Shalat Jum’at. Itulah pengalaman pertama kami dalam membawa seorang kanak-kanak ke masjid. Sungguh suatu perkara yang tidaklah mudah.

Adalah sudah menjadi tabi’at dari anak-anak yang tidak mudah diam. Mereka selalu lasak dan nyinyir. Tidak dapat tenang pabila disuruh berdiam untuk duduk, ataupun tak dapat diam pabila disuruh berhenti bercakap-cakap. Mereka sangat mudah sekali untuk bosan kemudian merengek.

Maka taklah mengherankan pabila dalam masjid mereka suka membuat ulah, berjalan ataupun berlari diantara shaf sehingga membuat para jama’ah tidak tenang. Merengek-rengek kepada orang tua mereka. Ataupun bergelut bercanda-ria dengan anak-anak seumur mereka. Perkara itu memang perkara wajar bagi anak-anak, akan tetapi bukan berarti mereka harus dibiarkan saja. Disinilah pendidikan itu dimulai, bukan begitu engku.

Kalaupun engku tak sanggup untuk mendidik mereka maka janganlah engku bikin anak. Maaf engku, maksud kami janganlah engku bawa mereka ke masjid. Sebab hal itu dapat mengganggu orang lain dalam beribadah. Sebab pabila seorang anak lasak di dalam masjid maka orang tuanya jugalah yang akan disalahkan orang.

Tetapi syukur engku, anak dari kawan ini tidaklah selasak yang kami kira. Dia cukup dapat disuruh diam, sebab anaknya memang agak penurut sedikit. Walau beberapa kali larangan kami dikerjakannya kembali, namun syukur tidak sampai mengganggu para jama’ah yang sedang menunaikan ibadah. Tak lama kiranya setelah duduk selepas melaksanakan Shalat Tahyatul Masjid, dia bernyanyi-nyanyi kecil mengusir kebosanan. Kami suruh diam dan diapun tersenyum dan diam. Beberapa saat kemudian, diulanginya kembali kelakuannya tersebut. Kamipun kembali menyuruh diam, dan diapun diam dan tersenyum kembali kepada kami. Hal yang sama berlaku kembali beberapa saat kemudian engku.

Tatkala khatib berkhutbah dia bertanya ini-itu kepada kami. Kamipun hanya menjawab dengan isyarat. Namun beberapa saat kemudian kembali diulanginya kelakuannya tersebut. Berkali-kali kami jawab dengan isyarat, namun karena menurut pendapat kami keadaan akan semakin diluar kendali pabila tetap dijawab dengan cara yang serupa maka kamipun berbisik kepada dirinya. Aduhai engku, rusak sudah ibadah Jum’at kami.\

Pernah dia berkata kalau hendak buang air kecil, ketika itu khutbah baru beberapa menit dimulai. Dengan berat hati kami antar, sangat jarang duhai engku kami beranjak dari tempat shalat tatkala khutbah telah mulai. Kamipun mengantar dia keluar, mananti di hadapan kamar kecil. Setelah itu kami kembali ke dalam masjid, namun sayang tempat duduk kami tadi telah dikalahkan oleh orang lain. Kamipun terpaksa duduk-duduk di teras masjid. Sambil duduk-duduk diapun kembali lasak, berdiri dan duduk berulang kali, bernanyi-nyanyi kecil, bertanya ini-itu, dan lain-lain hal yang dilakukannya. Kamipun berulang kali mencoba menenangkannya, menjawab beberapa pertanyaanya, menyuruh dia diam, serta mencoba memberi pengertian kalau tatkala khatib sedang khutbah dilarang bercakap sebab dapat rusak ibadah Jum’at kita. Sesaat dia diam tanda mengerti namun kembali dia berulah.

Sungguh Jum’at kali ini merupakan Jum’at yang penuh perjuangan, sekaligus memberi pelajaran. Baru satu orang anak yang kami hadapi, baru satu kali kami membawa anak ke masjid. Namun yang satu kali ini telah cukup memberi penerangan kepada kami, bahwa susah memanglah kiranya mendidik seorang anak itu. Sangat tidak mudah membuat mereka untuk mengerti, sebab mereka masih anak-anak. Sabar harus diperbanyak sebab kalau tidak maka anak jua yang akan sengsara.

Bagaimana kiranya pengalaman engku-engku sekalian..?

Sumber Gambar: Internet

juga dimuat di: http://soeloehmelajoe.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar