Senin, 20 Februari 2012

Membaca Al Qur'an


Bacalah dengan Arti & Maknanya

Hari ini diadakan Khatam Al Qur’an bagi anak-anak yang berada di lingkungan tempat tinggal ku. Seketika aku terkenang akan percakapan dengan salah seorang kawan beberapa tahun yang lalu. Seorang kawan yang kuliah di salah satu universitas negeri di Pulau Jawa. Pulau yang konon memiliki mutu pendidikan jauh di atas kami-kami yang ada di Pulau Sumatera atau pulau-pulau lainnya di Republik tercinta ini. Dengan sinis dia berpendapat, buat apa diadakan perlombaan membaca Al Qur’an dengan melantunkan dengan suara dan nada yang indah. Sedangkan dilain pihak kita sama sekali tidak memahami, mengerti, dan mengamalkan isi kandungannya.
Pendapat tersebut dikeluarkannya ketika mendengar akan diadakannya acara Musabaqah Tilawatil Qur’an. Acara ini memang berbeda dengan Khatam Al Qur’an, namun pada intinya masih sama. Yakni dalam Khatam Al Qur’an yang diadakan di kampung kami, anak-anak biasanya dilatih agak beberapa bulan sebelumnya untuk mempelancar tajwid dan irama. Kedua unsur inilah yang menjadi penilaian utama dalam Khatam Al Qur’an, dan begitu pula dalam Musabaqah.
Pendapatnya benar, tidak ada yang salah. Suatu sikap kritis dari seorang anak muda yang mengalami pertentangan dalam jiwanya tatkala menghadapi kenyataan yang bertolak belakang dengan bentuk ideal yang ada didalam fikirannya. Namun yang membuat ku prihatin ialah yang bersangkutan sendiri belum mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan pribadinya. Layaknya manusia zaman sekarang yang pandainya hanya melihat kekurangan dan mengkritik (mencela) orang lain, sedangkan dirinya tidak jauh lebih baik dari orang yang dicela.
Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya semasa masih duduk di bangku kuliah. Salah seorang dosen yang benci dengan Hukum Syari’at pernah mengemukakan pendapat yang sama dengan kawan ku tersebut. Makanya aku terkejut dan berprasangka, jangan-jangan kawan ku ini juga benci dengan syari’at.

Saydina Ali pernah berkata “Jangan lihat siapa yang mengemukakan suatu pendapat, namun lihatlah kebenaran yang terdapat dalam pendapat yang dikemukakannya tersebut. Kalau terdapat adanya kebenaran, maka ikutilah...
Harus diakui bahwa terdapat kebenaran dalam pendapat kawan ini. begitulah kenyataannya pada masa sekarang. Namun bukan berarti kita harus meninggalkan mengaji dengan berirama, tapi kita tambah dengan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dia benar, dan kita patut perterimakasih karena telah diingatkan akan kasilapan yang kita lakukan selama ini dalam hal membaca dan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an.
Setelah ku amati dalam kehidupan sehari-hari, amatlah sedikit orang yang membaca Al Qur’an. Dari yang sedikit tersebut, kebanyakan mereka hanya membaca lafdz Bahasa Arabnya saja tanpa membaca arti apalagi mendalami makna dari ayat yang dibaca. Dan kalaupun ada yang membaca arti dan mendalami makna dari ayat yang dibaca, namun mereka tidak mengamalkan apa yang mereka baca dan pahami.
Sebagian besar Al Qur’an yang dibaca pada masa sekarang merupakan Al Qur’an yang bagus-bagus cetakannya, namun sebagian besar tidak disertai dengan artinya. Sehingga orang-orang yang membaca tidak tahu apa yang mereka baca. Sehingga seandainya saja terdapat Al Qur’an palsu yang dicetak oleh orang-orang kafir guna menyesatkan kita umat muslim, maka kita yang tidak pandai berbahasa Arab akan mudah disesatkan.
Itulah kenyataan pada zaman sekarang, sekedar mengkritik atau menurut hemat kami lebih tepat mencela, tidaklah cukup. Cobalah beri teladan kepada kami-kami yang pandir ini bagaimana seharusnya membaca Firman Allah. Apalah guna segala celaan tuan kalaun tidak ada teladan yang tuan beri? Apalah guna celaan tuan, kalau sebenarnya hati tuan dipenuhi hasat dengki dan benci kepada hukum Syari’at? Apalah artinya duhai tuan yang mulia kalau tuan hanya pandai bercakap saja...?
Marilah tuan-tuan sekalian kita hidup dengan syari’at, kenapa begitu bencinya tuan dengan syari’at? Pelajarilah agama kita dengan sebenarnya, janganlah meniru ke orang kafir juga. Pandir itu namanya...
Maaf tuan kalau saya agak kasar, tak pandai saya bercakap lagi dengan tuan. Sudah habis segala perbendaharaan kata-kata saya. Semoga dengan tulisan yang singkat ini dapat membuka hati tuan yang tengah tertutup rapat. Dikunci oleh setan yang bernama SEPILIS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 20 Februari 2012

Membaca Al Qur'an


Bacalah dengan Arti & Maknanya

Hari ini diadakan Khatam Al Qur’an bagi anak-anak yang berada di lingkungan tempat tinggal ku. Seketika aku terkenang akan percakapan dengan salah seorang kawan beberapa tahun yang lalu. Seorang kawan yang kuliah di salah satu universitas negeri di Pulau Jawa. Pulau yang konon memiliki mutu pendidikan jauh di atas kami-kami yang ada di Pulau Sumatera atau pulau-pulau lainnya di Republik tercinta ini. Dengan sinis dia berpendapat, buat apa diadakan perlombaan membaca Al Qur’an dengan melantunkan dengan suara dan nada yang indah. Sedangkan dilain pihak kita sama sekali tidak memahami, mengerti, dan mengamalkan isi kandungannya.
Pendapat tersebut dikeluarkannya ketika mendengar akan diadakannya acara Musabaqah Tilawatil Qur’an. Acara ini memang berbeda dengan Khatam Al Qur’an, namun pada intinya masih sama. Yakni dalam Khatam Al Qur’an yang diadakan di kampung kami, anak-anak biasanya dilatih agak beberapa bulan sebelumnya untuk mempelancar tajwid dan irama. Kedua unsur inilah yang menjadi penilaian utama dalam Khatam Al Qur’an, dan begitu pula dalam Musabaqah.
Pendapatnya benar, tidak ada yang salah. Suatu sikap kritis dari seorang anak muda yang mengalami pertentangan dalam jiwanya tatkala menghadapi kenyataan yang bertolak belakang dengan bentuk ideal yang ada didalam fikirannya. Namun yang membuat ku prihatin ialah yang bersangkutan sendiri belum mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan pribadinya. Layaknya manusia zaman sekarang yang pandainya hanya melihat kekurangan dan mengkritik (mencela) orang lain, sedangkan dirinya tidak jauh lebih baik dari orang yang dicela.
Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya semasa masih duduk di bangku kuliah. Salah seorang dosen yang benci dengan Hukum Syari’at pernah mengemukakan pendapat yang sama dengan kawan ku tersebut. Makanya aku terkejut dan berprasangka, jangan-jangan kawan ku ini juga benci dengan syari’at.

Saydina Ali pernah berkata “Jangan lihat siapa yang mengemukakan suatu pendapat, namun lihatlah kebenaran yang terdapat dalam pendapat yang dikemukakannya tersebut. Kalau terdapat adanya kebenaran, maka ikutilah...
Harus diakui bahwa terdapat kebenaran dalam pendapat kawan ini. begitulah kenyataannya pada masa sekarang. Namun bukan berarti kita harus meninggalkan mengaji dengan berirama, tapi kita tambah dengan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dia benar, dan kita patut perterimakasih karena telah diingatkan akan kasilapan yang kita lakukan selama ini dalam hal membaca dan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an.
Setelah ku amati dalam kehidupan sehari-hari, amatlah sedikit orang yang membaca Al Qur’an. Dari yang sedikit tersebut, kebanyakan mereka hanya membaca lafdz Bahasa Arabnya saja tanpa membaca arti apalagi mendalami makna dari ayat yang dibaca. Dan kalaupun ada yang membaca arti dan mendalami makna dari ayat yang dibaca, namun mereka tidak mengamalkan apa yang mereka baca dan pahami.
Sebagian besar Al Qur’an yang dibaca pada masa sekarang merupakan Al Qur’an yang bagus-bagus cetakannya, namun sebagian besar tidak disertai dengan artinya. Sehingga orang-orang yang membaca tidak tahu apa yang mereka baca. Sehingga seandainya saja terdapat Al Qur’an palsu yang dicetak oleh orang-orang kafir guna menyesatkan kita umat muslim, maka kita yang tidak pandai berbahasa Arab akan mudah disesatkan.
Itulah kenyataan pada zaman sekarang, sekedar mengkritik atau menurut hemat kami lebih tepat mencela, tidaklah cukup. Cobalah beri teladan kepada kami-kami yang pandir ini bagaimana seharusnya membaca Firman Allah. Apalah guna segala celaan tuan kalaun tidak ada teladan yang tuan beri? Apalah guna celaan tuan, kalau sebenarnya hati tuan dipenuhi hasat dengki dan benci kepada hukum Syari’at? Apalah artinya duhai tuan yang mulia kalau tuan hanya pandai bercakap saja...?
Marilah tuan-tuan sekalian kita hidup dengan syari’at, kenapa begitu bencinya tuan dengan syari’at? Pelajarilah agama kita dengan sebenarnya, janganlah meniru ke orang kafir juga. Pandir itu namanya...
Maaf tuan kalau saya agak kasar, tak pandai saya bercakap lagi dengan tuan. Sudah habis segala perbendaharaan kata-kata saya. Semoga dengan tulisan yang singkat ini dapat membuka hati tuan yang tengah tertutup rapat. Dikunci oleh setan yang bernama SEPILIS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar