Senin, 04 Juli 2011

Selayang Pandang


Kota Warisan

Sawahlunto merupakan satu-satunya kota di Sumatera Barat yang masih memelihara beragam bangunan peninggalan kolonial. Jadi tidak salah pabila dikatakan sebagai “Belanda Kecil” karena hingga kini kita masih dapat menikmati peninggalan dari masa lalu. Itu semua disajikan gratis, dapat kita nikmati jika kita mengunjungi Kota Tua yang terletak di daerah yang dulunya merupakan bekas areal persawahan milik penduduk Nagari Lunto.

Beberapa bangunan sudah dipercantik, perumahan buruh tambang yang dulunya tidak tertata dengan baik dan sama sekali tidak ada sedapnya untuk dipandang, sekarang telah tertata dengan baik. Tentu saja sekarang yang tinggal disana tidak seluruhnya buruh tambang, sebab pertambangan di Sawahlunto sudah menanti ajal, sakaratul maut. Oleh karena itu, peralihan dari dunia tambang ke dunia pariwisata sedang gencar-gencarnya di “propagandakan”.

Sekolah Santa Lucia yang satu komplek dengan gereja Katolik saat ini masih menjalankan fungsi yang sama dengan yang dijalankannya dahulu. Hal yang sama juga masih berlaku bagi Wisma Obmilin, sebagai tempat penginapan, walaupun pada saat ini sedang turun pamornya semenjak “Parai Hotel” resmi beroperasi di kota ini. Begitu juga dengan bangunan PT BA, serta gedung Societet yang dulunya pusat bagi kebudayaan kolonial, sekarang menjadi pusat bagi kebudayaan masyarakat Sawahlunto. Namun sayangnya semenjak beberapa bulan yang lalu, gedung ini sudah di “privatisasi” oleh Pemda. Ada juga bangunan “Pengsinkek” bangunan dengan arsitektur Cina yang saat ini masih dimiliki oleh saudara kita dari etnis Tionghua.

Bangunan lain sudah banyak yang berubah fungsi, seperti menjadi kantor bagi institusi pemerintah atau swasta. Hal ini tentunya jauh lebih baik daripada dibiarkan terbengkalai begitu saja, sebab kalau dibiarkan terbengkalai, lama-kelamaan bisa roboh dengan sendirinya.

Inilah secuil kisah mengenai Kota Sawahlunto, warisan dari Kolonial. Tulisan singkat ini diharapkan dapat memancing minat kita untuk terus menjaga dan melestarikan apa yang telah ada. Mengganti dengan bangunan baru yang kita harapkan akan lebih baik dan praktis bukanlah solusi dan belum tentu lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan tentu saja, harapan lainnya ialah untuk menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung ke kota kecil kami ini.

Kecil tapi manis,
kecil tapi memikat,
kecil tapi rupawan,
dan tentu saja lebih rapi dan bersih dari kota lain yang ada di Sumatera Barat, datanglah dan temukan chemistry-nya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 04 Juli 2011

Selayang Pandang


Kota Warisan

Sawahlunto merupakan satu-satunya kota di Sumatera Barat yang masih memelihara beragam bangunan peninggalan kolonial. Jadi tidak salah pabila dikatakan sebagai “Belanda Kecil” karena hingga kini kita masih dapat menikmati peninggalan dari masa lalu. Itu semua disajikan gratis, dapat kita nikmati jika kita mengunjungi Kota Tua yang terletak di daerah yang dulunya merupakan bekas areal persawahan milik penduduk Nagari Lunto.

Beberapa bangunan sudah dipercantik, perumahan buruh tambang yang dulunya tidak tertata dengan baik dan sama sekali tidak ada sedapnya untuk dipandang, sekarang telah tertata dengan baik. Tentu saja sekarang yang tinggal disana tidak seluruhnya buruh tambang, sebab pertambangan di Sawahlunto sudah menanti ajal, sakaratul maut. Oleh karena itu, peralihan dari dunia tambang ke dunia pariwisata sedang gencar-gencarnya di “propagandakan”.

Sekolah Santa Lucia yang satu komplek dengan gereja Katolik saat ini masih menjalankan fungsi yang sama dengan yang dijalankannya dahulu. Hal yang sama juga masih berlaku bagi Wisma Obmilin, sebagai tempat penginapan, walaupun pada saat ini sedang turun pamornya semenjak “Parai Hotel” resmi beroperasi di kota ini. Begitu juga dengan bangunan PT BA, serta gedung Societet yang dulunya pusat bagi kebudayaan kolonial, sekarang menjadi pusat bagi kebudayaan masyarakat Sawahlunto. Namun sayangnya semenjak beberapa bulan yang lalu, gedung ini sudah di “privatisasi” oleh Pemda. Ada juga bangunan “Pengsinkek” bangunan dengan arsitektur Cina yang saat ini masih dimiliki oleh saudara kita dari etnis Tionghua.

Bangunan lain sudah banyak yang berubah fungsi, seperti menjadi kantor bagi institusi pemerintah atau swasta. Hal ini tentunya jauh lebih baik daripada dibiarkan terbengkalai begitu saja, sebab kalau dibiarkan terbengkalai, lama-kelamaan bisa roboh dengan sendirinya.

Inilah secuil kisah mengenai Kota Sawahlunto, warisan dari Kolonial. Tulisan singkat ini diharapkan dapat memancing minat kita untuk terus menjaga dan melestarikan apa yang telah ada. Mengganti dengan bangunan baru yang kita harapkan akan lebih baik dan praktis bukanlah solusi dan belum tentu lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan tentu saja, harapan lainnya ialah untuk menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung ke kota kecil kami ini.

Kecil tapi manis,
kecil tapi memikat,
kecil tapi rupawan,
dan tentu saja lebih rapi dan bersih dari kota lain yang ada di Sumatera Barat, datanglah dan temukan chemistry-nya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar