Jumat, 22 Juli 2011

Hujjah Ku


Beberapa waktu yang lalu tak sengaja aku membaca sebuah tulisan di salah satu blog, tulisan ini mengisahkan dialog yang terjadi antara si Pandir dan si Pandai. Temanya ialah mengenai Pluralisme, judulnya pun sudah menohok salah satu pemahaman yang sudah lama hendak dimusnahkan oleh orang-orang yang mengaku tercerahkan di negeri ini. Sesuai dugaan ku, ternyata isi tulisan ini mengolok-olok sekaligus memperlihatkan betapa bodohnya orang-orang “fanatik” ini. Kalimatnya kasar, pongah, dan menjustifikasi.

Perang Ideologi sudah lama berlangsung di negeri ini, sebelum republik ini diproklamirkan perang tersebut telah berlangsung. Tentu saja bagi kalian yang alergi dengan ideologi Islam patut berbangga hati karena sampai sekarang Islam masih tetap dipecundangi. Syukur saja keyakinannya tidak ikut hilang, buktinya hingga saat ini Ideologi Islam masih tetap menjadi lawan yang hendak dimusnahkan. Indonesia hendak dijadikan seperti Negara Turki Modern.


Kawan, aku sudah tak tahu bagaimana lagi hendak berkata. Dada ini sudah sesak, tubuhpun sudah terasa panas, kerongkongan seperti tersumbat. Aku seperti Si Bisu Barasian, selama ini hanya keyakinan yang masih tetap bertahan di dada yang menjadi benteng dalam menghadapi serangan beragam pemahaman yang memyudutkan Islam. Keyakinan ku ialah bahwa Islam merupakan jawaban dari segala persoalan, hanya saja kualitas manusia sekarang yang belum sanggup mencerna segala yang termaktup dalam ajaran Islam.

Yang hendak disampaikan dalam tulisan dalam blog tersebut ialah bahwa ideologi Islam ialah kepercayaan kaum primitif, sudah tidak up to date lagi. Sang penulis melihat berbagai fenomena yang terjadi ditengah masyarakat. Maraknya perilaku keras dalam menegakkan hukum agama, yang oleh kaum intelektual disebutkan dengan ekstrim, radikal, dan fanatik dalam beragama. Jadi layaknya filem Hollywood yang bersetingkan abad pertengahan, dimana para pemuka gereja digambarkan sebagai pribadi munafik, keras, dan kejam terhadap umatnya. Saya yakin, walaupun saya bukan penganut Nasrani, realitas yang terjadi dimasa itu tidaklah seperti itu adanya. Dan kalau kita lihat perilaku orang Eropa Abad Pertengahan, mereka justeru lebih beradab, menjaga nilai-nilai moral dan kesopanan. Jangan melihat maraknya perilaku menyimpang yang dilakukan para bangsawan Eropa masa itu, karena itu sebagian kecil. Perilaku tersebut muncul hanya dikalangan elit atau borjuis. Hal ini karena golongan ini menganggap mereka berkuasa dan kebal hukum karena mereka memiliki uang. Tidak hanya dikalangan penganut Kristen saja, pada penganut agama lain, hal yang demikian juga kerap ditemui bahkan hingga kini. Hukum hanya berlaku bagi rakyat jelata, sudah dari dulu kawan…

Kawan, aku bukan hendak mengatakan kalau ideologi yang ku yakini inilah yang paling benar. Walau sejujurnya aku memang hendak menyampaikan yang demikian. Aku sedang berusaha untuk berfikir realistis, tak ada guna menggadang-gadangkan pendapat kita sebab orang lain juga memiliki pendapat dan kita patut menghomatinya. Namun pabila orang tersebut memulai mencari penyakit dengan mendeskreditkan sambil membodoh-bodohkan sesuatu yang kita yakini kebenarannya, tentunya sebagai manusia biasa aku tersinggung dan sakit hati. Salahkah pabila aku membalasnya?

Terus terang aku berkata pada diri ku sendiri “Mereka tidak salah, pengetahuan mereka masih dangkal mengenai Islam. Yang mereka ketahui hanya kulit luarnya saja, itupun banyak yang keliru. Karena mereka menganggap seperti itulah Islam sebanarnya. Diri mereka telah larut dengan dunia, hati mereka dicengkram syetan sehingga menganggap kenikmatan dunia itulah yang hakiki. Mereka bak cawan yang baru diisi air, berbunyi, tapi pabila cawan sudah penuh berkuranglah bunyinya. Bersabarlah menghadapi mereka, mereka bagaikan anak kecil, nyinyir, jika tak suka akan sesuatu mereka merajuk. Bukankah papatah mengatakan Tong Kosong Nyaring Bunyinya.

Betul kawan, tetapi aku bagaikan orang gila, menjawab sendiri perkataan hati ku “Betul pengetahuan mereka masih sedikit, akan tetapi banyak orang akan terperdaya dengan kefasihan mereka berkata-kata, kelihaian mereka dalam menulis. Sudah banyak yang menjadi korbannya, orang-orang bodoh akan menganggap orang bodoh lainnya pintar, orang gila akan menganggap kawannya itu waras dan kita yang waras inilah yang gila. Betul Nabi kita telah meramalkan akan datangnya masa dimana orang yang sedikit pengetahuannya akan lebih banyak bicara dari pada orang yang banyak pengetahuannya. Akankah kita diam, membiarkan mereka dalam kebodohan mereka? Bukankah nenek moyang kita punya pepatah “musuh pantang dicari, tapi kalau bersua pantang mengelak” merekalah yang mencari perkara bukan kita”

Kawan, aku sendiri tak habis fikir mereka seperti kata pepatah “Rumput di halaman tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri”. Kau tahu kenapa? Karena sesungguhnya nilai-nilai yang mereka usung seperti menghargai perbedaan, menghormati orang yang berbeda keyakinan dengan kita, dan lain sebagainya sudah ada dalam ajaran agama kita. Hanya saja kita belum mengamalkannya. Seorang kawan ku dimasa kuliah dahulu pernah berkata “Bang, dalam Agama Islam ada ajaran Sosialisnya Bang..” begitu katanya. Lalu aku jawab “Manakah yang lebih dahulu ada Agama Islam atau Sosialisme? Yang betul ialah dalam ajaran Sosialisme ada ajaran Islamnya”. Bagaimana menurut mu kawan?

Aku tidak tahulagi bagaimana caranya mebuka hati orang-orang semacam ini. Menilik pengalaman ku dalam mengamati orang-orang semacam ini dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang seperti ini pada dasarnya ialah para penganut hedonis mereka ingin hidup bebas sebebas-bebasnya. Jika para ulama memfatwakan haram sesuatu perkara maka mereka akan marah. Namun pabila fatwa halal yang keluar maka mereka akan tersenyum dan bertepuk tangan. Orang semacam ini ialah orang yang sedikit pengetahuan agamanya dan tidak mau menambahnya. Atau orang yang memiliki pengetahuan yang cukup perihal agama akan tetapi berat untuk menerapkannya kepada diri sendiri. Bagi mereka dunia begitu indah untuk dinikmati, rugi pabila menolaknya, hanya orang bodohlah yang menolak kenikmatan.

Mereka bicara bukan atas nama Kebebasan, Persamaan, atau Persaudaraan melainkan demi kepentingan kenikmatan pribadi mereka…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumat, 22 Juli 2011

Hujjah Ku


Beberapa waktu yang lalu tak sengaja aku membaca sebuah tulisan di salah satu blog, tulisan ini mengisahkan dialog yang terjadi antara si Pandir dan si Pandai. Temanya ialah mengenai Pluralisme, judulnya pun sudah menohok salah satu pemahaman yang sudah lama hendak dimusnahkan oleh orang-orang yang mengaku tercerahkan di negeri ini. Sesuai dugaan ku, ternyata isi tulisan ini mengolok-olok sekaligus memperlihatkan betapa bodohnya orang-orang “fanatik” ini. Kalimatnya kasar, pongah, dan menjustifikasi.

Perang Ideologi sudah lama berlangsung di negeri ini, sebelum republik ini diproklamirkan perang tersebut telah berlangsung. Tentu saja bagi kalian yang alergi dengan ideologi Islam patut berbangga hati karena sampai sekarang Islam masih tetap dipecundangi. Syukur saja keyakinannya tidak ikut hilang, buktinya hingga saat ini Ideologi Islam masih tetap menjadi lawan yang hendak dimusnahkan. Indonesia hendak dijadikan seperti Negara Turki Modern.


Kawan, aku sudah tak tahu bagaimana lagi hendak berkata. Dada ini sudah sesak, tubuhpun sudah terasa panas, kerongkongan seperti tersumbat. Aku seperti Si Bisu Barasian, selama ini hanya keyakinan yang masih tetap bertahan di dada yang menjadi benteng dalam menghadapi serangan beragam pemahaman yang memyudutkan Islam. Keyakinan ku ialah bahwa Islam merupakan jawaban dari segala persoalan, hanya saja kualitas manusia sekarang yang belum sanggup mencerna segala yang termaktup dalam ajaran Islam.

Yang hendak disampaikan dalam tulisan dalam blog tersebut ialah bahwa ideologi Islam ialah kepercayaan kaum primitif, sudah tidak up to date lagi. Sang penulis melihat berbagai fenomena yang terjadi ditengah masyarakat. Maraknya perilaku keras dalam menegakkan hukum agama, yang oleh kaum intelektual disebutkan dengan ekstrim, radikal, dan fanatik dalam beragama. Jadi layaknya filem Hollywood yang bersetingkan abad pertengahan, dimana para pemuka gereja digambarkan sebagai pribadi munafik, keras, dan kejam terhadap umatnya. Saya yakin, walaupun saya bukan penganut Nasrani, realitas yang terjadi dimasa itu tidaklah seperti itu adanya. Dan kalau kita lihat perilaku orang Eropa Abad Pertengahan, mereka justeru lebih beradab, menjaga nilai-nilai moral dan kesopanan. Jangan melihat maraknya perilaku menyimpang yang dilakukan para bangsawan Eropa masa itu, karena itu sebagian kecil. Perilaku tersebut muncul hanya dikalangan elit atau borjuis. Hal ini karena golongan ini menganggap mereka berkuasa dan kebal hukum karena mereka memiliki uang. Tidak hanya dikalangan penganut Kristen saja, pada penganut agama lain, hal yang demikian juga kerap ditemui bahkan hingga kini. Hukum hanya berlaku bagi rakyat jelata, sudah dari dulu kawan…

Kawan, aku bukan hendak mengatakan kalau ideologi yang ku yakini inilah yang paling benar. Walau sejujurnya aku memang hendak menyampaikan yang demikian. Aku sedang berusaha untuk berfikir realistis, tak ada guna menggadang-gadangkan pendapat kita sebab orang lain juga memiliki pendapat dan kita patut menghomatinya. Namun pabila orang tersebut memulai mencari penyakit dengan mendeskreditkan sambil membodoh-bodohkan sesuatu yang kita yakini kebenarannya, tentunya sebagai manusia biasa aku tersinggung dan sakit hati. Salahkah pabila aku membalasnya?

Terus terang aku berkata pada diri ku sendiri “Mereka tidak salah, pengetahuan mereka masih dangkal mengenai Islam. Yang mereka ketahui hanya kulit luarnya saja, itupun banyak yang keliru. Karena mereka menganggap seperti itulah Islam sebanarnya. Diri mereka telah larut dengan dunia, hati mereka dicengkram syetan sehingga menganggap kenikmatan dunia itulah yang hakiki. Mereka bak cawan yang baru diisi air, berbunyi, tapi pabila cawan sudah penuh berkuranglah bunyinya. Bersabarlah menghadapi mereka, mereka bagaikan anak kecil, nyinyir, jika tak suka akan sesuatu mereka merajuk. Bukankah papatah mengatakan Tong Kosong Nyaring Bunyinya.

Betul kawan, tetapi aku bagaikan orang gila, menjawab sendiri perkataan hati ku “Betul pengetahuan mereka masih sedikit, akan tetapi banyak orang akan terperdaya dengan kefasihan mereka berkata-kata, kelihaian mereka dalam menulis. Sudah banyak yang menjadi korbannya, orang-orang bodoh akan menganggap orang bodoh lainnya pintar, orang gila akan menganggap kawannya itu waras dan kita yang waras inilah yang gila. Betul Nabi kita telah meramalkan akan datangnya masa dimana orang yang sedikit pengetahuannya akan lebih banyak bicara dari pada orang yang banyak pengetahuannya. Akankah kita diam, membiarkan mereka dalam kebodohan mereka? Bukankah nenek moyang kita punya pepatah “musuh pantang dicari, tapi kalau bersua pantang mengelak” merekalah yang mencari perkara bukan kita”

Kawan, aku sendiri tak habis fikir mereka seperti kata pepatah “Rumput di halaman tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri”. Kau tahu kenapa? Karena sesungguhnya nilai-nilai yang mereka usung seperti menghargai perbedaan, menghormati orang yang berbeda keyakinan dengan kita, dan lain sebagainya sudah ada dalam ajaran agama kita. Hanya saja kita belum mengamalkannya. Seorang kawan ku dimasa kuliah dahulu pernah berkata “Bang, dalam Agama Islam ada ajaran Sosialisnya Bang..” begitu katanya. Lalu aku jawab “Manakah yang lebih dahulu ada Agama Islam atau Sosialisme? Yang betul ialah dalam ajaran Sosialisme ada ajaran Islamnya”. Bagaimana menurut mu kawan?

Aku tidak tahulagi bagaimana caranya mebuka hati orang-orang semacam ini. Menilik pengalaman ku dalam mengamati orang-orang semacam ini dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang seperti ini pada dasarnya ialah para penganut hedonis mereka ingin hidup bebas sebebas-bebasnya. Jika para ulama memfatwakan haram sesuatu perkara maka mereka akan marah. Namun pabila fatwa halal yang keluar maka mereka akan tersenyum dan bertepuk tangan. Orang semacam ini ialah orang yang sedikit pengetahuan agamanya dan tidak mau menambahnya. Atau orang yang memiliki pengetahuan yang cukup perihal agama akan tetapi berat untuk menerapkannya kepada diri sendiri. Bagi mereka dunia begitu indah untuk dinikmati, rugi pabila menolaknya, hanya orang bodohlah yang menolak kenikmatan.

Mereka bicara bukan atas nama Kebebasan, Persamaan, atau Persaudaraan melainkan demi kepentingan kenikmatan pribadi mereka…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar