Rabu, 08 Juni 2011

Surek Untuak Inyiak Gubernur


Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Suatu Daerah


Dalam setiap diskusi ataupun sekedar ota  dengan kawan, penulis selalu mendapat kesan kalau kemajuan suatu daerah erat kaitannya dengan PAD atau Pendapatan Daerah atau Perusahaan atau Investor. Pertumbuhan ekonomi tampaknya menjadi satu-satunya indikator dalam mengukur kemajuan suatu daerah. Daerah yang memiliki PAD yang tinggi lebih bergengsi dari pada yang memiliki PAD yang rendah, lebih dikagumi, serta dianggap lebih berhasil.

Uang memang menjadi indikator dalam mengukur segala sesuatu, mulai dari karir, keberhasilan, kemajuan, dan kebahagiaan. Walau banyak juga yang menyatakan bahwa “uang bukanlah segalanya” namun kebanyakan manusia tetap memprioritaskan uang sabagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya. Tragis memang, karena kehancuran yang akan didapat dari mendewakan uang sungguh tak terkira, karena dari generasi ke generasi akan hancur.

Beberapa waktu lalu Gubernur Sumatera Barat menghimbau agar para pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat lebih agresif mencari investor. Gubernur sendiri sudah memperlihatkan di awal  masa jabatannya bagaimana dia berusaha menghadang segala hambatan guna menghadiri pertemuan di Jerman supaya peluang datangnya investor ke Sumatera Barat tidak jatuh ke daerah lain. Gubernur mamang menargetkan agar Sumatera Barat dapat menarik sebanyak-banyak investor supaya segala ketertinggalan dapat dikejar.


Memang Sumatera Barat tertinggal dalam bidang pembangunan, banyak yang mencemooh daerah ini yang mengatakan bahwa Kota J (Di propinsi tetangga) yang dulunya merupakan kota kecil, bahkan lebih kecil dari Padang sekarang telah menjelma menjadi kota besar yang belumapa-apanya jika dibandingkan dengan Padang. Ya… benar, karena daerah tersebut memiliki PAD yang tinggi, potensi sumber daya alam untuk dieksploitasi sangat besar. perkebunan Karet dan Kelapa Sawit menjadi salah satu andalan disamping sumberdaya alam lainnya.

Berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera, kota-kota di Sumatera Barat boleh dikatakan stagnan dalam pembangunan (pembangunan fisik). Berbeda dengan propinsi tetangga yang kota-kotanya dipenuhi oleh mall di Sumatera Barat hampir tidak ditemui, kalaupun ada itupun sepi pengunjung.

Tapi benarkah Sumatera Barat merupakan Propinsi yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah dan minim dalam pembangunan fisik? Apakah dengan itu berarti Propinsi Sumatera Barat merupakan propinsi yang miskin? Terkebelakang?

Mari kita lihat beberapa daerah yang dikatakan maju karena memiliki PAD yang tinggi, tidak perlu disebutkan namanya satu persatu. Masing-masing daerah tersebut memiliki ciri sebagi berikut:
1.       Memiliki perkebunan-perkebunan besar.
2.       Memiliki ladang minyak, gas, atau tambang lainnya.
3.       Memiliki kota yang pesat pertumbuhannya yang dicirkan dengan maraknya pembangunan, adanya beberapa mall dan tentu saja daya beli masyarakat yang cukup tinggi. Disamping itu banyak mobil mewah berseliweran di jalan raya.

Lalu apa lagi? Itu saja kah? Tidak..!!!

Saya menambahkan ciri-ciri berikut yang kemungkinan enggan diungkapkan, yaitu:
1.       Pembebasan lahan yang bermasalah.
2.       Sering terjadi konflik lahan antara masyarakat setempat dengan pemerintah dan pemilik modal.
3.       Hukum adat dan agama tidak diabaikan sehingga wibawanya di hadapan masyarakat rendah.
4.       Akibatnya peran para tetua (pemuka adat dan agama) boleh dikatakan tidak ada.
5.       Maraknya pekanggaran moral (norma kesusilaan)
6.       Uang menjadi standar utama, sehingga KKN menjadi subur.
7.       Munculnya ketimpangan sosial, perbedaan antara si kaya dan si miskin sangat ekstreem. Hal ini bertentangan dengan harapan bahwa PAD yang tinggi akan memakmurkan rakyat. Nyatanya, yang makmur ialah para pejabat pemerintahan dan pengusaha.

Kemajuan dalam bidang ekonomi berbanding terbalik dengan kesadaran akan nilai-nilai agama dan adat. Semakin maju secara ekonomi, semakin jauh masyarakat tersebut dari kebudayaannya. Sumatera Barat memang tidak pesat pertumbuhan ekonominya, akan tetapi perbedaan antara si kaya dan si miskin tidak terlalu besar. kekayaan hampir merata, kelas menengah lebih mendominasi dalam stratifikasi sosial. Masyarakat Minangkabau juga lebih irit, tidak mudah membelanjakan uang dengan sembarangan. Oleh sabab itu mall tidak begitu populer dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat, walau memang terdapat beberapa pusat perbelanjaan (Mall) di beberapa kota di daerah ini, itu hanya sebatas gengsi. Karena berbelanja ke mall memiliki gengsi tersendiri bagi masyarakat.

Ekonomi kerakyatan lebih menjamur, beraneka jenis kedai/lapau (warung) dari yang menjual kebutuhan pokok, sehari-hari, sampai tempat minum hampir terdapat di setiap pelosok daerah. Hal inilah yang sebenarnya membantu perekonomian rakyat. Beragam jenis industri juga terdapat di daerah ini, terutama di daerah Bukittinggi dan sekitarnya (Agam Timur). Ketiadaan perkebunan karet atau kelapa sawit serta ladang minyak dan gas di daerah ini tidaklah membuat rakyat ini miskin, yang miskin hanyalah pemerintah daerah.

Jadi kepada Bapak Gubernur sangatlah disayangkan jika berusaha atau bahkan memprioritaskan masuknya Investor ke daerah ini. Mungkin karena beliau selama ini jauh dari kampung, sehingga tidak mengenal kehidupan sosial, budaya, serta psikologis masyarakat yang dipimpinnya sehingga beliau menganggap investor merupakan solusi yang selama ini di cari-cari. Kalau boleh saya berkomentar, dahulu di masa kolonial, Belanda mensyaratkan orang yang akan dipilih menjadi gubernur di suatu daerah haruslah tinggal di daerah tersebut minimal 5 tahun (sebagai perbandingan Inggris menetapkan 10 tahun). Hal ini gunanya supaya sang calon pemimpin mengenal dengan baik daerah yang akan dipimpin beserta masyarakatnya.

Terusterang, jika tanah-tanah di Minangkabau dibebaskan maka akan menimbulkan permasalah sosial yang pelik, seperti konflik antara mamak dan kemenakan. Karena sejauh yang penulis ketahui, apabila sudah menyangkut masalah uang, maka hubungan karib-kerabat akan pupus bahkan menjadi permusuhan dan dendam kusumat. Jika peran mamak di Minangkabau sudah hilang alamat Alam Minangkabau akan hancur, tengoklah sekarang dimana mamak sudah tidak begitu dihargai lagi oleh kemenakannya!!! Alangkah baiknya jika Bapak Gubernur berusaha memperkuat peran ninik mamak di Alam Minangkabau ini, apalagi mengingat beliau sendiri salah seorang Ninik Mamak  Basa Batuah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 08 Juni 2011

Surek Untuak Inyiak Gubernur


Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Suatu Daerah


Dalam setiap diskusi ataupun sekedar ota  dengan kawan, penulis selalu mendapat kesan kalau kemajuan suatu daerah erat kaitannya dengan PAD atau Pendapatan Daerah atau Perusahaan atau Investor. Pertumbuhan ekonomi tampaknya menjadi satu-satunya indikator dalam mengukur kemajuan suatu daerah. Daerah yang memiliki PAD yang tinggi lebih bergengsi dari pada yang memiliki PAD yang rendah, lebih dikagumi, serta dianggap lebih berhasil.

Uang memang menjadi indikator dalam mengukur segala sesuatu, mulai dari karir, keberhasilan, kemajuan, dan kebahagiaan. Walau banyak juga yang menyatakan bahwa “uang bukanlah segalanya” namun kebanyakan manusia tetap memprioritaskan uang sabagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya. Tragis memang, karena kehancuran yang akan didapat dari mendewakan uang sungguh tak terkira, karena dari generasi ke generasi akan hancur.

Beberapa waktu lalu Gubernur Sumatera Barat menghimbau agar para pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat lebih agresif mencari investor. Gubernur sendiri sudah memperlihatkan di awal  masa jabatannya bagaimana dia berusaha menghadang segala hambatan guna menghadiri pertemuan di Jerman supaya peluang datangnya investor ke Sumatera Barat tidak jatuh ke daerah lain. Gubernur mamang menargetkan agar Sumatera Barat dapat menarik sebanyak-banyak investor supaya segala ketertinggalan dapat dikejar.


Memang Sumatera Barat tertinggal dalam bidang pembangunan, banyak yang mencemooh daerah ini yang mengatakan bahwa Kota J (Di propinsi tetangga) yang dulunya merupakan kota kecil, bahkan lebih kecil dari Padang sekarang telah menjelma menjadi kota besar yang belumapa-apanya jika dibandingkan dengan Padang. Ya… benar, karena daerah tersebut memiliki PAD yang tinggi, potensi sumber daya alam untuk dieksploitasi sangat besar. perkebunan Karet dan Kelapa Sawit menjadi salah satu andalan disamping sumberdaya alam lainnya.

Berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera, kota-kota di Sumatera Barat boleh dikatakan stagnan dalam pembangunan (pembangunan fisik). Berbeda dengan propinsi tetangga yang kota-kotanya dipenuhi oleh mall di Sumatera Barat hampir tidak ditemui, kalaupun ada itupun sepi pengunjung.

Tapi benarkah Sumatera Barat merupakan Propinsi yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah dan minim dalam pembangunan fisik? Apakah dengan itu berarti Propinsi Sumatera Barat merupakan propinsi yang miskin? Terkebelakang?

Mari kita lihat beberapa daerah yang dikatakan maju karena memiliki PAD yang tinggi, tidak perlu disebutkan namanya satu persatu. Masing-masing daerah tersebut memiliki ciri sebagi berikut:
1.       Memiliki perkebunan-perkebunan besar.
2.       Memiliki ladang minyak, gas, atau tambang lainnya.
3.       Memiliki kota yang pesat pertumbuhannya yang dicirkan dengan maraknya pembangunan, adanya beberapa mall dan tentu saja daya beli masyarakat yang cukup tinggi. Disamping itu banyak mobil mewah berseliweran di jalan raya.

Lalu apa lagi? Itu saja kah? Tidak..!!!

Saya menambahkan ciri-ciri berikut yang kemungkinan enggan diungkapkan, yaitu:
1.       Pembebasan lahan yang bermasalah.
2.       Sering terjadi konflik lahan antara masyarakat setempat dengan pemerintah dan pemilik modal.
3.       Hukum adat dan agama tidak diabaikan sehingga wibawanya di hadapan masyarakat rendah.
4.       Akibatnya peran para tetua (pemuka adat dan agama) boleh dikatakan tidak ada.
5.       Maraknya pekanggaran moral (norma kesusilaan)
6.       Uang menjadi standar utama, sehingga KKN menjadi subur.
7.       Munculnya ketimpangan sosial, perbedaan antara si kaya dan si miskin sangat ekstreem. Hal ini bertentangan dengan harapan bahwa PAD yang tinggi akan memakmurkan rakyat. Nyatanya, yang makmur ialah para pejabat pemerintahan dan pengusaha.

Kemajuan dalam bidang ekonomi berbanding terbalik dengan kesadaran akan nilai-nilai agama dan adat. Semakin maju secara ekonomi, semakin jauh masyarakat tersebut dari kebudayaannya. Sumatera Barat memang tidak pesat pertumbuhan ekonominya, akan tetapi perbedaan antara si kaya dan si miskin tidak terlalu besar. kekayaan hampir merata, kelas menengah lebih mendominasi dalam stratifikasi sosial. Masyarakat Minangkabau juga lebih irit, tidak mudah membelanjakan uang dengan sembarangan. Oleh sabab itu mall tidak begitu populer dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat, walau memang terdapat beberapa pusat perbelanjaan (Mall) di beberapa kota di daerah ini, itu hanya sebatas gengsi. Karena berbelanja ke mall memiliki gengsi tersendiri bagi masyarakat.

Ekonomi kerakyatan lebih menjamur, beraneka jenis kedai/lapau (warung) dari yang menjual kebutuhan pokok, sehari-hari, sampai tempat minum hampir terdapat di setiap pelosok daerah. Hal inilah yang sebenarnya membantu perekonomian rakyat. Beragam jenis industri juga terdapat di daerah ini, terutama di daerah Bukittinggi dan sekitarnya (Agam Timur). Ketiadaan perkebunan karet atau kelapa sawit serta ladang minyak dan gas di daerah ini tidaklah membuat rakyat ini miskin, yang miskin hanyalah pemerintah daerah.

Jadi kepada Bapak Gubernur sangatlah disayangkan jika berusaha atau bahkan memprioritaskan masuknya Investor ke daerah ini. Mungkin karena beliau selama ini jauh dari kampung, sehingga tidak mengenal kehidupan sosial, budaya, serta psikologis masyarakat yang dipimpinnya sehingga beliau menganggap investor merupakan solusi yang selama ini di cari-cari. Kalau boleh saya berkomentar, dahulu di masa kolonial, Belanda mensyaratkan orang yang akan dipilih menjadi gubernur di suatu daerah haruslah tinggal di daerah tersebut minimal 5 tahun (sebagai perbandingan Inggris menetapkan 10 tahun). Hal ini gunanya supaya sang calon pemimpin mengenal dengan baik daerah yang akan dipimpin beserta masyarakatnya.

Terusterang, jika tanah-tanah di Minangkabau dibebaskan maka akan menimbulkan permasalah sosial yang pelik, seperti konflik antara mamak dan kemenakan. Karena sejauh yang penulis ketahui, apabila sudah menyangkut masalah uang, maka hubungan karib-kerabat akan pupus bahkan menjadi permusuhan dan dendam kusumat. Jika peran mamak di Minangkabau sudah hilang alamat Alam Minangkabau akan hancur, tengoklah sekarang dimana mamak sudah tidak begitu dihargai lagi oleh kemenakannya!!! Alangkah baiknya jika Bapak Gubernur berusaha memperkuat peran ninik mamak di Alam Minangkabau ini, apalagi mengingat beliau sendiri salah seorang Ninik Mamak  Basa Batuah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar