Rabu, 08 Juni 2011

NII dan Negara Islam



Akhir-akhir ini sedang marak di berbagai media di Indonesia pemberitaan mengenai Negara Islam Indonesia atau biasa disingkat dengan NII. Hal ini bermula dengan hilangnya beberapa orang mahasiswa yang diduga diculik dan dicuci otaknya oleh aktivis NII. Ajaran mereka dianggap menyimpang yakni berani mencap orang-orang yang diluar golongan mereka sebagai orang kafir. Namun anehnya hal ini belum mendapat konfirmasi dari korban penculikan, apakah benar mereka dicuci otaknya? Sesungguhnya kabar mengenai gerakan ini sudah lama beredar namun hanya hangat-hangat sambalado. Tidak pernah terdengar adanya tindakan dari pihak aparat keamanan ataupun dalam hal ini pemerintah.

Markas besar dari NII dianggap berada dalam Pondok Pesantren Al Zaitun yang selama ini terkesan tertutup. Pesantren yang mendapat julukan sebagai pesantren termegah di Asia Tenggara ini selama ini memang penuh kontroversi. Namun seperti pemberitaan mengenai NII sebelumnya yang hangat-hangat sambalado begitu juga dengan pesantren ini. Berita terbaru mengaitkan beberapa artis ternama ibukota dengan pondok pesntren misterius ini.


Menarik untuk dicermati katika salah satu partai politik yang selama ini kukuh dalam memperjuangkan tegaknya Syari’at Islam di Indonesia dengan gerakan ini (NII). Kontan saja tuduhan ini menuai beragam tanggapan, mulai dari yang tidak percaya namun ada juga yang percaya, ada yang ragu-ragu dan ada juga yang menganggap ini merupakan permainan politik dan media. Yang mencengangkan datang dari salah satu petinggi partai tersebut yakni dengan mengeluarkan pernyataan yang intinya ialah menyatakan partainya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menegakkan Syari’at Islam. Tentu saja pernyataan ini membuat sebagian kalangan (apakah itu internal partai atau beberapa pihak yang setia dengan Syari’at Islam) terkejut karena pernyataan tersebut datang dari lingkar terdalam dari partai.


Perkembangan yang diperlihatkan Jakarta mengenai isu NII ini semakin memperjelas bahwa permainan media dan kepandaian mengeluarkan isu, memanfaatkan momen, dan permainan dalam memainkan psikologi massa telah diadopsi oleh kalangan elit Jakarta. Permainan dengan menggunakan kekerasan melalui aparat negara dalam menindak ideologi atau paham-paham yang dianggap bertentangan dengan negara sudah tidak zamannya lagi dan dinilai tidak efektif. Namun yang paling efektif ialah dengan membunuh karakter ideologi tersebut melalui media massa, alat yang terbukti ampuh dan efektif dalam mengangkat dan menjatuhkan, apakah ideologi ataupun pribadi.

Masyarakat lebih mempercayai apa yang mereka lihat dan dengar, mereka juga hanya membaca apa yang tertulis bukan yang tersirat. Kalaupun mereka tidak percaya, dengan terus menerus menyampaikan informasi yang sama dengan menambah atau mengurangi akan membuat lambat laun mereka akan termakan dengan isu yang diseberkan. Salah satu teori ilmu komunikasi menyatakan “Jika kebohongan itu diucapkan seratus kali maka ia akan menjadi kebenaran”.

Sangat menarik, ketika pertama kali isu-isu teroris yang berlatar belakang Islam disebarkan banyak dari kalangan umat Islam yang tidak percaya. Namun karena informasi tersebut disampaikan secara terus menerus oleh sebagian besar media akhirnya banyak masyarakat yang termakan akan isu tersebut. Sekarang jika melihat orang-orang yang memakai gamis dan berjenggot maka imej teroris dengan sendirinya terbangun dalam fikiran setiap orang (muslim ataupun non muslim). Walau mereka tahu bahwa tidak ada yang salah dengan pakaian tersebut (gamis) karena menutup aurat, juga tidak ada yang salah dengan jenggot karena memang disunnahkan oleh Rasul untuk memanjangkannya. Namun sekarang sebagian besar muslim mulai enggan memanjangkan jenggot. Akhirnya umat Islam secara perlahan-lahan berhasil dijauhan dari ajaran agamanya. Sungguh lucu, ketika ada orang yang dengan bangga membuka dan mempertontonkan auratnya tidak dipermasalahkan bahkan dipuji karena dianggap sebagai seni. Tapi dilain pihak ketika ada orang yang menutup auratnya maka imej negatif dengan mudah menempel terhadap dirinya.

Kita kembali kepada NII, ada upaya untuk mengidentikkan semua gerakan yang mencita-citakan tegaknya Syari’at Islam di Indonesia dengan NII. Pertama dicari korban untuk dibunuh karakternya serta melekatkan imej negatif terhadap dirinya (golongan/organisasi) kemudian menuduh kelompok lain yang merupakan lawan berat atau musuh bebuyutan dengan menekankan kesamaan gerakan mereka. Selanjutnya mempengaruhi psikologi massa dengan memanfaatkan media yang telah mereka kuasai. Hasilnya ialah menjadikan mereka sebagai common enemy, musuh bersama yang patut dihancurkan. Barvo…..

Pengecut memang, namun efektif. Pengecut ataupun tidak tergantung perspektif, siapa yang menang dialah kebenaran. Karena benar dan salah, pahlawan ataupun pengkhianat tergantung sudut pandang dan kekuaasaan. Maka milikilah kekuatan dan capailah kekuasaan, niscaya dia akan menjadi hukum yang dita’ati segenap rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 08 Juni 2011

NII dan Negara Islam



Akhir-akhir ini sedang marak di berbagai media di Indonesia pemberitaan mengenai Negara Islam Indonesia atau biasa disingkat dengan NII. Hal ini bermula dengan hilangnya beberapa orang mahasiswa yang diduga diculik dan dicuci otaknya oleh aktivis NII. Ajaran mereka dianggap menyimpang yakni berani mencap orang-orang yang diluar golongan mereka sebagai orang kafir. Namun anehnya hal ini belum mendapat konfirmasi dari korban penculikan, apakah benar mereka dicuci otaknya? Sesungguhnya kabar mengenai gerakan ini sudah lama beredar namun hanya hangat-hangat sambalado. Tidak pernah terdengar adanya tindakan dari pihak aparat keamanan ataupun dalam hal ini pemerintah.

Markas besar dari NII dianggap berada dalam Pondok Pesantren Al Zaitun yang selama ini terkesan tertutup. Pesantren yang mendapat julukan sebagai pesantren termegah di Asia Tenggara ini selama ini memang penuh kontroversi. Namun seperti pemberitaan mengenai NII sebelumnya yang hangat-hangat sambalado begitu juga dengan pesantren ini. Berita terbaru mengaitkan beberapa artis ternama ibukota dengan pondok pesntren misterius ini.


Menarik untuk dicermati katika salah satu partai politik yang selama ini kukuh dalam memperjuangkan tegaknya Syari’at Islam di Indonesia dengan gerakan ini (NII). Kontan saja tuduhan ini menuai beragam tanggapan, mulai dari yang tidak percaya namun ada juga yang percaya, ada yang ragu-ragu dan ada juga yang menganggap ini merupakan permainan politik dan media. Yang mencengangkan datang dari salah satu petinggi partai tersebut yakni dengan mengeluarkan pernyataan yang intinya ialah menyatakan partainya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menegakkan Syari’at Islam. Tentu saja pernyataan ini membuat sebagian kalangan (apakah itu internal partai atau beberapa pihak yang setia dengan Syari’at Islam) terkejut karena pernyataan tersebut datang dari lingkar terdalam dari partai.


Perkembangan yang diperlihatkan Jakarta mengenai isu NII ini semakin memperjelas bahwa permainan media dan kepandaian mengeluarkan isu, memanfaatkan momen, dan permainan dalam memainkan psikologi massa telah diadopsi oleh kalangan elit Jakarta. Permainan dengan menggunakan kekerasan melalui aparat negara dalam menindak ideologi atau paham-paham yang dianggap bertentangan dengan negara sudah tidak zamannya lagi dan dinilai tidak efektif. Namun yang paling efektif ialah dengan membunuh karakter ideologi tersebut melalui media massa, alat yang terbukti ampuh dan efektif dalam mengangkat dan menjatuhkan, apakah ideologi ataupun pribadi.

Masyarakat lebih mempercayai apa yang mereka lihat dan dengar, mereka juga hanya membaca apa yang tertulis bukan yang tersirat. Kalaupun mereka tidak percaya, dengan terus menerus menyampaikan informasi yang sama dengan menambah atau mengurangi akan membuat lambat laun mereka akan termakan dengan isu yang diseberkan. Salah satu teori ilmu komunikasi menyatakan “Jika kebohongan itu diucapkan seratus kali maka ia akan menjadi kebenaran”.

Sangat menarik, ketika pertama kali isu-isu teroris yang berlatar belakang Islam disebarkan banyak dari kalangan umat Islam yang tidak percaya. Namun karena informasi tersebut disampaikan secara terus menerus oleh sebagian besar media akhirnya banyak masyarakat yang termakan akan isu tersebut. Sekarang jika melihat orang-orang yang memakai gamis dan berjenggot maka imej teroris dengan sendirinya terbangun dalam fikiran setiap orang (muslim ataupun non muslim). Walau mereka tahu bahwa tidak ada yang salah dengan pakaian tersebut (gamis) karena menutup aurat, juga tidak ada yang salah dengan jenggot karena memang disunnahkan oleh Rasul untuk memanjangkannya. Namun sekarang sebagian besar muslim mulai enggan memanjangkan jenggot. Akhirnya umat Islam secara perlahan-lahan berhasil dijauhan dari ajaran agamanya. Sungguh lucu, ketika ada orang yang dengan bangga membuka dan mempertontonkan auratnya tidak dipermasalahkan bahkan dipuji karena dianggap sebagai seni. Tapi dilain pihak ketika ada orang yang menutup auratnya maka imej negatif dengan mudah menempel terhadap dirinya.

Kita kembali kepada NII, ada upaya untuk mengidentikkan semua gerakan yang mencita-citakan tegaknya Syari’at Islam di Indonesia dengan NII. Pertama dicari korban untuk dibunuh karakternya serta melekatkan imej negatif terhadap dirinya (golongan/organisasi) kemudian menuduh kelompok lain yang merupakan lawan berat atau musuh bebuyutan dengan menekankan kesamaan gerakan mereka. Selanjutnya mempengaruhi psikologi massa dengan memanfaatkan media yang telah mereka kuasai. Hasilnya ialah menjadikan mereka sebagai common enemy, musuh bersama yang patut dihancurkan. Barvo…..

Pengecut memang, namun efektif. Pengecut ataupun tidak tergantung perspektif, siapa yang menang dialah kebenaran. Karena benar dan salah, pahlawan ataupun pengkhianat tergantung sudut pandang dan kekuaasaan. Maka milikilah kekuatan dan capailah kekuasaan, niscaya dia akan menjadi hukum yang dita’ati segenap rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar