Saudara dari Aceh
Rumah Adat Aceh |
Sungguh senang hati ini bila bersua dengan saudara
jauh yang datang bertandang. Walaupun tidak ada hubungan keluarga namun rasa
persaudaraan antara sesama anak Melayu dan sesama umat Muhammad sudah cukup
sebagai perakat rasa persaudaraan kami. Namanya Adnan usianya kira-kira akhir
tigapuluhan dan awal empatpuluhan. Pekerjaannya ialah sopir, berkesempatan
datang ke kota tempat ku mencari hidup ini dikarenakan dia membawa rombongan
para bikers.
Berbeda dengan para sopir yang ku kenal, beliau ini
orangnya ramah, murah senyum dan suka bercakap-cakap. Tingginya sekitar 156 cm,
badannya tegap berisi, kulit sawo matang, dengan kumis menghiasi wajahnya.
Tidak ada tato yang dirajah ke badannya. Penampilannya sederhana, pakai sandal
jepit (swallow biru) yang sudah usang, baju kaos berkrah, dan celana katun.
Baju dan celana yang dipakainya sudah lusuh.
Sungguh penampilan yang sederhana, kalau beliau tidak
tersenyum niscaya angkerlah tampangnya. Namun tidak demikian, lelaki ini
sungguh murah senyum. Adnan, demikianlah namanya, berasal dari Banda Aceh
tepatnya kampungnya berada 10 Km dari kota tersebut. Beliau memiliki minat yang
besar terhadap sejarah. Lama beliau berpelancongan di Museum Goedang Ransoem.
Bertanya pada ku perihal sejarah museum dan sedikit-sedikit perihal sejarah Kota
Sawahlunto.
Gambaran Salah Satu Sudut dari Pusat Kota Banda Aceh |
Rupanya tidak hanya di Sawahlunto, ketika ke Jakarta
beliaupun sempat mengunjungi Museum G 30 S / PKI. Tersentuh hati ku mendengar
penuturannya yang santun, yang menurutku jarang dimiliki oleh para sopir.
Bahasa yang digunakannya ialah bahasa Indonesia yang masih memakai banyak kosa
kata bahasa Melayu, sungguh bahasa yang masih asli. Sayang aku terlupa untuk
mengambil gambarnya.
Beliau bertanya kepada ku “Adakah keturunan orang
Belanda di Sawahunto?”
Cukup terkejut juga mendapat pertanyaan semacam ini,
karena terus terang aku belum tahu banyak perihal ini. Aku menjawab dengan ragu
“Sepertinya tidak engku..”
“Hebat ya, Belanda cukup lama di Sawahlunto tetapi
tidak ada keturunannya di sini. Kalau di Aceh banyak terdapat keturunan orang
Belanda. Pada masa dahulu mereka menikah dengan perempuan Aceh. Sekarang
keturunan mereka banyak terdapat di daerah Lamno
yang sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Jaya, sekitar 80 Km
utara Banda Aceh. Pada saat Tsunami dahulu banyak diantara mereka yang
meninggal..” jelas engku Adnan.
Beliaupun melanjutkan penuturannya “Orangnya
panjang-panjang (tinggi maksudnya) kulitnya putih kemereah-merahan, benar-benar
mirip orang Kulit Putih. Bagi yang perempuan cantik-cantik, sedari SD sudah
ditandai hendak dinikahi karena memang mereka cantik.”
Gadis Belia dari Lamno |
“Aduhai.. kasihan juga nasib perempuan Lamno, syukur
kalau mereka suka sama laki-laki yang hendak menikahi, jikalau tidak...?!” ucap
ku dalam hati.
Percakapan kamipun diselingi oleh pertanyaan-pertanyaan
beliau perihal Sawahlunto. Mengenai batubara, penjajahan Belanda, dan tentu
saja bangunan-bangunan tua. Kebetulan beliau dan kawannya menginap di Hotel
Ombilin. Ada satu keanehan yang didapatinya di Sawahlunto yakni bangunan
Koperasi Ombilin yang masih terdapat ornamen salibnya, beliau bertanya “Tidak
apakah bagi orang sini bangunan yang masih dihiasi salib macam tu..?”
Saya terdiam mendapat pertanyaan samacam itu, memang
sebenarnya menurut keyakinan umat Muslim lambang-lambang semacam itu hanya
diperbolehkan untuk menghiasi rumah ibadat ataupun rumah tempat tinggal mereka.
Namun karena bangunan tersebut sudah diambil oleh Pemerintah Kota dan dipakai
oleh kebanyakan orang Islam maka sememangnya sudah dihilangkan jauh-jauh hari.
Diganti dengan ornamen yang bernafaskan Islam.
Sayapun bertanya “Tidak adakah Batubara di Aceh
engku..?”
Beliaupun menjawab “Ada, hanya saja masih muda, belum
boleh ditambang. Ketika orang sedang
mengerjakan jalan banyak didapat batubara yang masih muda. Yang banyak
ialah tambang emas. Terdapat tambang emas di suatu daerah di Aceh, kemudian
datanglan orang dari perusahaan Barat hendak menambang (investasi). Oleh Bupati
disana di tolaknya, alasannya ialah “Nanti rakyat saya tidak punya
pekerjaan..!” sebab memang kebanyakan orang disana pekerjaannya ialah menambang
emas”
“Wah hebat bupati di sana ya engku. Kalau disini
tentulah sudah diundang investor untuk menanamkan modalnya. Lihat saja
sekarang, Gubernur kami sedang giat-giatnya dalam usaha mendatangkan investor
agar mau menanamkan modal di Sumatera Barat.” Ujar ku.
Gadis Remaja Lamno |
Beliau hanya tersenyum lalu melanjutkan ceritanya
“Pernah ada seorang anak yatim di daerah sana, miskin dan selalu dihina orang.
Kalau dia datang selalu diusir. Pada suatu ketika dia pergi ke pokok sebuah
pohon lalu dia mencoba mencukil-cukil tanah di sekitar sana maka bersualah
sebongkahan besar emas. Sungguh tak dinyana, emas itu dibawa pulang olehnya
untuk digiling. Hingga kini berkat emas penemuannya dia hidup berkecukupan.”
“Itulah kiranya hikmah orang teraniaya ya engku..?”
sela ku.
“Benar, kasian dia, diusir-usir orang pabila dia
mendekat..” balasnya.
“Rezeki anak yatim, lagipula do’a orang teraniaya kan
dimakbulkan oleh Allah..” jawab ku.
“ Ya betul sangat, padahal banyak orang kampung telah
menghabiskan modal puluhan juta untuk menambang emas malah hasil yang didapat
tak sebanding dengan yang dikeluarkan. Bahkan ada yang tidak dapat sama
sekali..” terangnya.
Memang begitulah dunia saat ini, semua mengejar harta
dan tahta sehingga lupa akan hakikat diri. Bercakap-cakap dengan engku Adnan
telah membuka mata batin ku. Serta menimbulkan hasrat dalam diri ini untuk
dapat mengunjungi bumi Serambi Mekah. Sebagai anak Melayu belum semua negeri
melayu aku kunjungi, jangankan Alam Melayu, Alam Minangkabau saja masih banyak
yang belum aku lihat. Sesungguhnya aku masih kecil sekali, pengalaman hidup ku
masih sedikit dan terbatas.
Terimakasih engku Adnan semoga Allah melapangkan
jalan engku dan tidak menghapus senyuman dari wajah engku. Teruslah tersenyum,
karena senyuman itu ibadah, karena senyuman itu pada masa sekarang sangatlah
mahal. Saya sendiri kalau orang tak tersenyum pada ku, maka akupun takkan
tersenyum pula. Maka bermasam rialah kita semua..
Melihat beliau mengingatkan ku pada orangtua ku, masih
belum dapat diri ini mebalas segala jasa yang telah mereka berikan sepanjang
hidup ini. Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka atas ku. Amin..
*setelah ku tanyakan kepada seorang kawan.
menurutnya terdapat beberapa orang keturunan Orang Belanda di Sawahlunto. hanya
saja kurang terekspose.
Sawahlunto, Sabtu 24 Maret 2012
Sumber gambar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar