Si Besar Kepala
Setelah dengan HAM (Hak Asasi Manusia), sekarang Islam dihadapkan dengan militerisme. Bagaimana kisahnya engku?
Berawal pada petang hari Ahad tanggal 20 Mei 2012 kami membuka akun facebook. Kebiasaan kami ialah bukan meratap-ratap menulis status melainkan sekedar memeriksa apakah ada pesan masuk, kemudian pemberitahuan, selanjutnya pernyataan permintaan perkawanan (yang ini termasuk jarang kami dapati) dan terakhir memeriksa kabar kawan-kawan melalui status mereka di facebook.
Ketika sedang khusyuk-khusyuknya memeriksa status kawan-kawan, kami tertarik terhadap salah satu postingan yang kawan kami ikut ditag. Sebenarnya kami telah dapat memperkirakan apa gerangan isi postingan tersebut. Namun untuk menuntaskan rasa ingin tahu kami baca juga akhirnya. Isinya ialah FPI vs Lady Gaga. Dapatkah engku menerka, pambahasan seperti apakah yang kami baca pada postingan ini?
Hm.. bagaimana baiknya kami menyampaikannya..
Status yang lebih menyerupai postingan ini dibuat oleh seorang yang berpendidikan. Dia merupakan seorang dosen pada salah satu perguruan tinggi agama di Kota Padang. Cerdas orangnya sebab dia juga memiliki sebuah blog yang selalu diupdatenya tiap hari. Lagipula kalau tak cerdas, mana dapat dia menjadi seorang dosen, bukankah begitu engku?
Dia mencoba menganalisis mengenai sikap militerisme yang ada pada masyarakat Indonesia. Sungguh menarik tulisan yang dimuat karena mengutip tulisan dari salah seorang intelektual terkemuka dari Pulau Jawa, pusatnya Indonesia. Tulisan tersebut berisi sebuah kisah jenaka semasa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh. Trik yang bagus untuk menarik minat dan simpati pembaca, cara penulisan yang profesional sehingga, tak kentara siapa yang dituju karena begitu halusnya permainan kata-kata.
Bagi ahli propaganda dan penyuka teori konspirasi, tulisan ini tidak bagitu asing, justeru mengasyikkan. Namun bagi orang awam, kemungkinan akan terpengaruh sangat besar. Kebesaran nama si penulis sudah cukup mensugesti pembaca.
Namun bukan hal ini yang hendak kami sampaikan duhai engku sekalian. Janganlah hendaknya kita memudahkan saja agama kita, hukum Syari’at itu sangatlah rumit dan sulit untuk dipelajari. Kalau mudah, manalah mungkin sampai didirikan orang jurusan, fakultas, bahkan universitas tertentu untuk mempelajarinya. Berhentilah menganggap enteng agama kita.
Satu hal lagi, dalam menyikapi segala fenomena sosial yang ada, kami harapkan engku-engku berhati-hati. Karena dalam pengalaman hidup kami, cara ilmuwan eksak dengan ilmuwan sosial mencermati suatu amatlah berbeda. Begitu juga jika kita bedakan dari tingkat intelektual, pengetahuan agama, pemahaman terhadap masalah yang sedang dihadapi, serta sikap mental. Maka akan semakin beragamlah tanggapan yang didapat. Cobalah tengok beragam status ratapan di facebook, bukankah berbeda-beda cara orang menanggapinya.
Bagi orang-orang terdidik, yang telah terbuka cakrawala pemikirannya, serta luas pengetahuannya maka tidaklah menjadi masalah jika dihadapkan kepada berbagai persoalan. Mereka dapat bertoleransi karena mereka telah memiliki pendirian (keimanan) yang kuat. Namun bagi masyarakat awam, akan berlainan yang akan terjadi duhai engku. Masyarakat kita belum siap menghadapi perbedaan, jika dipaksakan maka malapetakalah yang akan terjadi.
Jika diberi kebebasan jua maka akan persis keadaannya serupa murid-murid Syech Siti Jenar..
Janganlah karena kita banyak bergaul dengan orang besar, mendapat penghargaan sebagai orang yang berpendidikan tinggi, memiliki nama yang besar juga, serta banyak mendapat pujian menjadikan kita congkak dan sombong. Diatas langit masih ada langit engku..
sumber gambar: internet
juga dimuat di: http://soeloehmelajoe.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar