Beretikalah di dalam Masjid..
Suatu peristiwa yang aneh, kalau
tidak boleh jika disebut mengesalkan terjadi suatu ketika pada saat menunaikan
Shalat Zuhur di surau. Ketika sedang asyiknya menunaikan ibadah shalat
tiba-tiba terdengar bunyi telpon genggam. Walau imam tak bosan-bosannya memberi
himbauan kepada para jamaah untuk mematikan (off) seluruh alat komunikasi milik
mereka ketika berada dalam masjid, namun terkadang masih tetap ada saja yang
lupa mematikannya.
Rupanya tidak untuk saat ini,
karena jamaah yang bersangkutan sepertinya sengaja membiarkan telpon genggamnya
tetap menyala selama dia berada di dalam masjid. Awalnya para jamaah mengira,
dia akan mematikan atau setidaknya membiarkan sampai telponnya tersebut
berhenti berdering. Rupanya tidak, dia berhenti shalat dan menjawab panggilan
tersebut.
Alangkah herannya karena yang
bersangkutan tidak pergi ke luar untuk menjawab panggilan telponnya melainkan
tetap berada di dalam masjid hanya saja dia pergi agak ke belakang arah yang
lebih dekat ke jamaah perempuan. Tentunya suaranya masih terdengar oleh jamaah
lain yang sedang menunaikan ibadah Shalat Zuhur. Ketika shalat, biasanya surau
atau masjid berada dalam keadaan sunyi, tentunya suara yang dibuat sekecil
apapun akan terdengar oleh para jamaah. Setelah menyelesaikan percakapannya,
orang yang bersangkutan tanpa ada rasa bersalah atau segan, kembali shalat.
Sebelumnya dia sudah masbuq, dan sekarang tentunya dia sudah tertinggal lebih
banyak raka’at shalat.
Usai shalat, para jama’ah
langsung tahu kalau orang yang mengangkat telpon tadi ternyata bukan anak muda
yang masih belajar atau perlu diajari ilmu agama. Melainkan bapak-bapak usia
sekitar 50 tahunan. Menyedihkan memang, karena dalam usia setua itu, seharusnya
dia lebih paham agama dari pada yang lain.
Ketika dia sedang melanjutkan
shalatnya setelah imam mengucapkan salam, telponnya kembali berdering. Rupanya
selepas menerima panggilan tadi dia tidak mematikan telponya, melainkan
membiarkan tetap menyala. Kali ini dibiarkannya berdering hingga dia selesai
shalat. Begitu selesai salam, tanpa ada rasa bersalah ataupun malu dia kembali
menerima panggilan tersebut. Beberapa jama’ah menoleh ke arahnya, tapi
sepertinya yang bersangkutan tak mau ambil peduli.
Para imam masa dahulu dalam
menyikapi kejian gancil semacam ini selalu berdo’a semoga Allah menjauhkan aku dari hal-hal yang demikian. Dan
sekarang alangkah baiknya jika kita juga mengucapkan do’a yang serupa yakni semoga Allah menjauhkan aku, keluarga, serta
keturunan ku dari hal-hal yang demikian.
Demikianlah, semoga kisah ini
menjadi hikmah serta kita semua dapat mengambil pelajaran.
Ada beberapa kesimpulan yang
dapat kita ambil pada kisah ini:
1.
Rasa malu ataupun memedulikan orang lain sudah
hampir hilang pada kehidupan manusia masa sekarang. Semakin disibukkan oleh
dunia telah menyebabkan manusia kehilangan kepeduliannya terhadap orang lain,
lingkungan, bahkan kepada agama yang dianutnya.
2.
Sedikitnya pengetahuan dan pemahaman terhadap
agama pada sebagian besar dari umat muslim. Tahu saja tidak cukup sekedar tahu
saja kalau kita tidak memahami hakekat dari ilmu yang kita ketahui.
3.
Pelajari dan perdalamlah ilmu agama yang kita
miliki, janganlah merasa puas pada pengetahuan agama yang ada. Kepada dunia
kita sering merasa tidak puas, lalu kenapa kita merasa berpuas diri atas pengetahuan
agama yang kita miliki? Karena jika usia kita habiskan untuk mempelajari agama,
niscaya hal tersebut tidaklah cukup.
4.
Sepanjang hari yang kita jalani ialah untuk
dunia, kenapa hanya beberapa menit saja untuk mengingat Allah kita merasa
enggan. Sudah sepantasnyalah seluruh hal-hal yang akan menghubungkan kita
dengan dunia kita singkirkan dahulu. Sesungguhnya Allah itu pencemburu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar